LINGGA – Pada 10 malam terakhir bulan Ramadan kerap ditandai dengan kemeriahan tradisi likuran, yang menjadi sebuah kebiasaan masyarakat di Kabupaten Lingga khususnya.
Tradisi ini telah berlangsung sangat lama dan terus lestari sampai kini.
Kabupaten Lingga merupakan salah satu wilayah di Provinsi Kepulauan Riau (Kepri) yang turut menyemarakkan momen Ramadan dengan nilai-nilai lokal yang ada.
Salah satunya, tradisi likuran bagi masyarakat Kabupaten Lingga sangat dinanti-nantikan saat tiba di malam 21 Ramadan.
Karena, mulai dari malam 21 Ramadan sudah memasuki malam likuran hingga puncaknya malam 27 Ramadan disebut dengan malam Tujuh Likur.
Di mana, malam ini disemarakan dengan kehadiran ribuan lampu cangkok atau pelita yang berjejer di sepanjang jalan rumah warga.
Selain itu, warga juga antusias membuat sebuah pintu gerbang atau gapura dari kayu, sebagai penerangan lampu pelita hingga terkesan lebih megah untuk mempersiapkan saat likuran tibam
Tradisi yang sudah diakui Kemendikbud menjadi menjadi Warisan Budaya Tak Benda (WBTB) pada 2019 ini, bukan hanya sekadar bualan saja.
Namun kelestarian ini terus dimeriahkan seluruh wilayah Kabupaten Lingga, sehingga dikenal sampai ke generasi muda.
Salah satunya antusias ini dibuat oleh pemuda di Desa Sungai Buluh, Kecamatan Singkep Barat.
Mereka membuat pintu gerbang dengan memulai mencari kayu di hutan, rotan, mengumpulkan kaleng, hingga semua kebutuhan yang ada.
“Puasa hari ke empat sudah mulai mencari kayu besar, buat pintu gerbang di kawasan rumah kami. Kayu-kayu itu kami kumpul bersama kawan-kawan lain dan dipikul dari hutan,” kata salah seorang pemuda, Farel mengungkapkan, bahwa pintu gerbang yang mereka buat kali ini jadi perdana, yang didirikan di RT 03 RW 04, Kampung Suak Rasau.
Dia menjelaskan, dengan bantuan beberapa orangtua, rencana pembangunan pintu gerbang tersebut akan membentuk jembatan dengan di atasnya dibentuk menyerupai kubah masjid.
“Jadi kubah masjid itu dibuat menggunakan rotan yang dilengkung, kami dibantu beberapa orangtua di sini untuk membuatnya lebih bagus,” ujarnya.
Dia menyebutkan, saat ini dia bersama pemuda-pemuda lain sedang mengumpulkan kaleng minuman bekas, untuk dijadikan pelita nantinya.
Di Desa Sungai Buluh sendiri, dari pantauan TribunBatam.id, pembuatan pintu gerbang juga terlihat di Kampung Suak Tangun.
Warga mulai mengumpulkan kayu-kayu besar, yang diangkut menggunakan truk warga.
Selain itu, di wilayah Pulau Singkep lainnya juga telah mendirikan atau membuat pintu gerbang ini dengan semangat.
Inilah tradisi tahunan di Lingga, yang sering dirindukan banyak orang saat bulan suci Ramadan.
Bahkan para perantau sengaja pulang lebih awal, untuk merasakan kebahagiaan berada di ribuan penerangan lampu minyak tanah ini.
Warga sangat bersemangat membangun sebuah gerbang yang ikut menambah kemegahan lampu pelita tersebut. (*)