HeadlineSumatera

Drama Balpres di Batam Belum Selesai, Anggota DPRD Batam Sebut Dilematis

BATAM – Drama barang bekas di Batam belum juga selesai. Setelah pemerintah melalui Dirjen Bea dan Cukai melakukan pemusnahan di Desa Air Kargo Batam, kini nasib pedagang kain seken di Batam di Ujung Tanduk.

Pengusaha barang seken atau trifting di kota Batam kini bernasib abu-abu.

Hal itu menjadi polemik pasca Menteri Perdagangan (Mendang) Republik Indonesia melarang penjualan barang bekas di Batam dan Indonesia.

Apalagi para pengusaha di minta menghabiskan barang dagangan yang ada hingga Idul Fitri.

Anggota DPRD Batam Utusan Sarumaha menilai, keputusan pemerintah pusat melarang penjualan barang seken kini menjadi dilematis.

Di sisi lain pemerintah melindungi pedagang dan UMKM resmi namun banyak pula masyarakat Batam yang menggantungkan hidupnya dari penjualan barang seken.

“Di Batam banyak yang menjual bakaian seken. Mereka hidup dari situ seharusnya yang diberantas itu pemain-pemain besarnya saja,” sebut Utusan.

Menurutnya, perlu ada evaluasi aturan tentang pelarangan penjualan barang seken, sehingga tidak menghilangkan mata pencarian masyarakat.

Misalnya dengannya mengurangi volume penjualan atau pembatasan kuantitas dan melakukan pemantauan terhadap perusahaan yang menjalankan usaha tersebut.

“Pemerintah harusnya melihat pemanfaatan dan dampak positif yang hari ini terjadi. Ini dilematis sebenarnya tapi kalau dihapuskan secara keseluruhan apakah jadi lebih baik,” ujar Utusan.

Dia menilai dengan adanya pengaturan itu bisa menjadi solusi terbaik baik buat Pengusaha dan masyarakat.

“Solusinya ya itu dilakukan pengetatan dari segi volume jadi tidak terjadi penumpukan di Batam dan pengusaha barang seken tetap bisa berjualan,” ungkapnya.

Dikatakannya, Pemerintah harus memperhitungkan dan mempertimbangkan keberlangsungan masyarakat juga, jangan asal melarang.
Salah seorang pedagang pakaian bekas di Batam Basri, mengeluh dengan perintah Presiden soal larangan bisnis pakaian bekas.

Baginya, thrifting tidak menghancurkan bisnis tekstil dalam negeri, melainkan ikut membantu perekonomian rakyat.
“Saya hanya pengusaha kecil. Pedagang kecil. Dapat untung juga kecil. Apa cuma kami yang usahanya diganggu?,” keluh Basri, Selasa (4/4/2024).

Ia mengaku, sangat bertumpu pada jualan pakaian seken di pasar.
“Kami yang berpenghasilan kadang tak sampai Rp 100 ribu jangan diganggu, lah, dengar keluh kesah kami ini,” harapnya.

Ketiga ini benar-benar dilarang maka, ngak tahu lagi nasib warga lain yang memiliki profesi sama dengan dirinya.

“Tolong dipertimbangkan bapak-bapak, jika ada jalan lain buat peraturannya dan itu kami akan ikut,” ujarnya. (*)

Related Posts

Load More Posts Loading...No More Posts.