BANDAR LAMPUNG – Pernyataan Kepala BPKAD Bandar Lampung, M. Nur Ramdhan, Jum’at (15/9/2023) siang, yang menyatakan penjualan aset merupakan langkah terakhir bila PAD turun, mendapat kritik dari pengamat politik dan pemerintahan, Helman Saleh.
“Seharusnya BPKAD jangan terus-terusan berkelit dengan pernyataan semacam itu. Kondisi keuangan Pemkot Bandar Lampung faktanya memang sudah morat-marit, buatlah pernyataan apa adanya. Coba jelaskan kepada rakyat, memang pernah selama tiga tahun terakhir PAD mencapai target,” urai Ketua Komunitas Ide Kreatif-Inovatif untuk Kemajuan Daerah (KIKI-KEDAH) Provinsi Lampung itu, Sabtu (16/9/2023).
Dikatakan, seharusnya Kepala BPKAD lebih rasional dengan perencanaan yang memadai dalam menargetkan PAD, sehingga tidak setiap tahun anggaran selalu tidak bisa mencapai target.
“Pengamatan saya, selama ini Pemkot Bandar Lampung terjebak dalam apa yang disebut sebagai ‘APBD Tempur’, yakni penganggaran yang lebih memprioritaskan pencitraan dibanding kebutuhan riil masyarakat.
Padahal, filosofi dalam penyusunan APBD sudah jelas, yaitu money follow program priority,” ucap Helman Saleh.
Diuraikan, pada anggaran tahun 2019, Pemkot Bandar Lampung menargetkan PAD sebesar Rp 980.696.787.660, yang terealisasi hanya Rp 627.296.544.826,64.
Pun pada tahun anggaran 2020, PAD ditargetkan Rp 1.293.984.594.971, realisasinya hanya Rp 537.542.438.100,13.
Sedang di tahun 2021 ditargetkan oleh BPKAD Bandar Lampung PAD mencapai Rp 1.135.584.810.227, dengan realisasi hanya Rp 564.269.613.747,91.
Sementara pada anggaran tahun 2022 ditargetkan menangguk PAD sebanyak Rp 935.169.978.633, yang bisa dicapai hanya Rp 645.967.330.616,87.
Tidak pernah tercapainya PAD yang ditargetkan, menurut Helman Saleh, tidak lepas dari ketidakmampuan BPKAD dalam menelaah potensi sumber pajak dan retribusi dengan baik dan optimal.
Dicontohkan oleh alumnus Magister Ilmu Pemerintahan Fisip Unila ini, dalam hal pajak bumi dan bangunan (PBB). Pada tahun 2022 dianggarkan sebesar Rp 111.000.000.000, dengan realisasi hanya Rp 83.809.344.520 atau 76,19%.
Begitu juga untuk retribusi parkir di tepi jalan umum. Sejak tahun 2019 hingga 2022, tidak pernah mencapai target.
“Jadi kalau Kepala BPKAD menyatakan sumber PAD selain pajak dan retribusi adalah menjual aset, sebenarnya itu memang sudah dipikirkan sejak lama. Bahkan, dalam APBD-P 2022 saja soal menjual aset tanah ini sudah dimasukkan dalam penganggaran lain-lain PAD,” tuturnya.
Helman meminta Kepala BPKAD Bandar Lampung untuk menyampaikan kondisi keuangan pemkot dengan apa adanya. Karena banyak fakta yang mengungkap bahwa keuangan pemkot memang morat-marit.
“Salah satu buktinya, berdasarkan rekening koran kas daerah per tanggal 31 Desember 2022, posisi saldo di kas daerah saat itu hanya Rp 89.532.806,64. Dan diketahui bila BPKAD telah menggunakan dana DAK dan dana PEN untuk membiayai kegiatan diluar yang diatur dalam juknis maupun perjanjian sebesar Rp 64.039.091.375,36.
“Akibat digunakannya dana DAK dan PEN tidak sesuai ketentuan, berdampak adanya hutang kegiatan terhadap sembilan perangkat daerah sebesar Rp 24.198.377.995. Dan berdasarkan data yang kami miliki, per 31 Desember 2022, Pemkot Bandar Lampung secara total memiliki hutang belanja sebesar Rp 357.686.363.398,48, dimana hutang tersebut merupakan kewajiban atas beban belanja sejak tahun 2020. Sedangkan SILPA hanya Rp 15.600.869.42054. Konkretnya, pada 2022 lalu pemkot mengalami defisit riil sebesar Rp 342.089.872.154,58,” jelas Helman Saleh, panjang lebar.
Diakuinya, defisit pada 2022 lebih rendah dibanding tahun 2021 yang mencapai Rp 637.714.972.189,72. Atau mengalami penurunan sebanyak Rp 295.625.100.035,14.
“Tentu kita patut mengapresiasi adanya penurunan defisit tersebut, walau sebenarnya nilainya masih signifikan,” ucapnya.
Menurut dia, masih besarnya defisit akibat Pemkot Bandar Lampung tetap menganggarkan dan merealisasikan belanja-belanja yang bukan prioritas tanpa mempertimbangkan kondisi keuangan daerah.
Misalnya, lanjut Helman, belanja hibah mencapai Rp 100.496.377.179 dengan realisasi Rp 82.597.051.357. Juga belanja tidak terduga sebesar Rp 7.792.625.000, pun belanja barang dan jasa yang mencapai Rp 138.439.202.205.
“Apapun dalihnya, anggaran untuk kepentingan semacam ini merupakan pemborosan di saat kondisi keuangan pemkot yang morat-marit bahkan nyaris bangkrut,” pungkas Helman Saleh. (fjr)