Laporan : Rudi Alfian
LAMPUNG UTARA – Proyek pembangunan siring pasang (Drainase) di lingkungan Tanjung Alam Permai Kelurahan Kota Alam Kabupaten Lampung Utara dengan nilai pagu hingga setengah miliar lebih disoal warga setempat.
Kegiatan milik Dinas Perumahan, Kawasan Permukiman dan Cipta Karya Provinsi Lampung yang dimenangkan oleh CV SUNAN MAKMUR BERSAMA melalui proses tender dengan nilai penawaran Rp593.734.089 terkesan dikerjakan asal jadi. Pasalnya, dalam pengerjaannya dilapangan seolah hanya mengejar volume atau panjang Siring tanpa mempertimbangkan kualitas pekerjaan dan azas manfaat dari keberadaan Siring itu sendiri.
Salah satu warga disana, Santoso (52) yang rumahnya dilewati pekerjaan Siring mengeluhkan kondisi drainase lingkungan yang tidak dapat mengaliri pembuangan limbah (air) rumah tangga sehingga air limbah tergenang dan dikhawatirkan dirinya bakal menjadi sarang penyakit.
“Airnya ini enggak ngalir pak, berhenti ditengah. Apalagi kerjaan siringnya ini pak, terinjak kaki saja protol (runtuh) pinggir-pinggirnya. Untuk genangan airnya hampir semata kaki pak. Kekhawatiran saya ditakutkan kalau musim penghujan nanti malah banyak (jentik) nyamuk dan malah jadi sarang penyakit,” keluh warga, saat ditemui dilokasi, Senin, (02/10).
Menurutnya, selama proses pengerjaan proyek sangat minim pengawasan, baik dari pihak dinas terkait maupun konsultan supervisi (pengawasan) hampir tak pernah terlihat ada dilapangan.
“Kalau orang dinasnya ya cuma lewat-lewat saja, kalau konsultan pengawasnya saya kurang tahu, enggak pernah ketemu atau lihat di lokasi,” tuturnya.
Dirinya berharap pekerjaan drainase dilingkungan tempat tinggalnya dapat diperbaiki kembali dan dikerjakan secara maksimal. Sehingga dengan adanya solusi tempat pembuangan limbah rumah tangganya kini dapat dimanfaatkan dengan baik dan bisa mengalir dengan lancar.
“Ya kita minta, warga sih maunya dikerjakan dengan baik. Airnya bisa mengalir, diperbaiki lagi siringnya. Ini saya sampai-sampai beli pasir dan semen sendiri untuk perbaiki (Siring) supaya airnya bisa mengalir,” tandasnya.
Hal senada juga disampaikan warga lainnya, Marhadi (33) ikut mengeluhkan kondisi drainase yang dibangun di lingkungannya. Mulai dari kualitas (mutu) bangunan siring, sampai pembersihan sisa-sisa material dan sisa galian tanah yang bertaburan tidak ada perapihan kembali. Dirinya saat akan membuat gorong-gorong untuk perlintasan kendaraan milik kerabatnya, dikagetkan dengan rapuhnya bangunan siring yang mudah sekali runtuh dan rusak. Hal itu seolah-olah dalam pengerjaannya mengurangi volume material seperti penggunaan semen dan pasir yang tidak sesuai spesifikasi teknik yang berlaku.
“Drainase ini pembangunannya kurang memadai, kurang baik. Karena pagi ini sewaktu saya mau buat gorong-gorong, (Siring) mudah tabur. Ini sepertinya proyeknya sudah enggak benar. Ini kayaknya kurang semen pak, tidak layak pak,” keluh Marhadi.
Masih kata dia, selama pengerjaan proyek berlangsung dirinya tidak pernah melihat pengawas atau orang dinas yang turun lapangan, konsultan pengawas pun tak pernah muncul dilapangan. Hanya saja ada perwakilan pemborong yang mengaku sebagai mandor lapangan bernama Romli.
“Sampai saat ini belum ada yang turun tinjau lapangan mulai dari pihak dinas, maupun pihak pemborong. Hanya saja ada yang mengatasnamakan dia sebagai mandornya saja,” jelas dia.
Dirinya berharap pekerjaan tersebut diperbaiki kembali oleh pihak pemborong agar kualitas Siring (drainase) menjadi lebih baik lagi dan dapat dirasakan manfaatnya oleh warga.
“Harapan saya supaya diperbaiki kembali siringnya, karena ini sangat tidak layak. Hitungan hari mungkin sudah rusak lagi proyek (drainase) ini,” ujarnya.
Pantauan dilokasi, pembangunan drainase yang menghabiskan dana hingga setengah miliar tersebut secara kasat mata terlihat kurang rapih. Mulai dari lantai dasar siring dan kedalaman yang tidak beraturan, pembangunan yang posisi bibir siringnya lebih tinggi dari badan jalan, sehingga genangan air hujan pada permukaan jalan diprediksi tidak akan mengalir jatuh ke siring pasang di kanan-kiri jalan dan akan tergenang serta mempercepat kerusakan pada infrastruktur jalan. Bahkan pada pelaksanaan proyek dilapangan, para pekerja tidak dilengkapi dengan alat pelindung diri (APD) dengan kata lain ada dugaan rekanan tidak mengindahkan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) tenaga kerja.
Guna keberimbangan pemberitaan, awak media masih berusaha mengkonfirmasi pihak-pihak terkait, baik rekanan (pemborong) proyek, pihak Disperkim Provinsi Lampung, maupun Konsultan Supervisi pada pekerjaan proyek dimaksud. (*)