LAMPUNG TIMUR – Berbagai skandal dugaan “kejahatan anggaran” di jajaran OPD Pemkab Lampung Timur tahun anggaran 2022 dipastikan telah masuk ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Hal ini seiring laporan yang disampaikan Johan Abidin pada Kamis (16/11/2023) lalu.
Pria kelahiran 11 Januari 1974 yang berdomisili di Dusun VI RT/RW 009/006, Desa Gunung Sugih Besar, Kecamatan Sekampung Udik, Lampung Timur, ini mengungkapkan laporannya mendasarkan pada UU Nomor: 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU Nomor: 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor).
Dimana pada pasal 41 ayat (1) dinyatakan masyarakat dapat berperan serta dalam upaya pencegahan dan pemberantasan tindak pidana korupsi. Peran serta masyarakat diwujudkan dalam bentuk: a. Hak mencari, memperoleh dan memberikan informasi adanya dugaan telah terjadinya tindak pidana korupsi kepada penegak hukum yang menangani perkara tindak pidana korupsi.
Dalam laporan tertulisnya, Johan Abidin mengungkapkan enam kegiatan pada beberapa OPD di lingkungan Pemkab Lamtim tahun anggaran 2022 yang diduga telah terjadi perbuatan tindak pidana korupsi, sebagaimana temuan BPK RI Perwakilan Lampung yang dilansir oleh media online KBNI sejak Juni hingga November 2023.
Keenam kegiatan yang dilaporkan Johan Abidin ke KPK, yang pertama terkait belanja anggaran makan minum bupati dan wabup tahun 2022 yang dikelola oleh Kepala Bagian Umum Sekretariat Daerah Kabupaten Lamtim, dengan modus membuat nota belanja fiktif dan diduga merugikan keuangan negara tidak kurang dari Rp 1.600.000.000.
Yang kedua, mengenai belanja hibah sebesar Rp 7,8 miliar pada beberapa OPD, dimana dalam penentuan penerimanya tidak dijelaskan secara spesifik dan dalam laporan pertanggungjawaban tidak menyertakan daftar penerima hibahnya.
Yaitu Kesbangpol sebanyak Rp 1.920.000.000, Dinas Komunikasi dan Informatika Rp 500.000.000, Bagian Kesra Sekretariat Daerah sebesar Rp 1.748.500, Dinas Sosial Rp 165.000.000, Dinas Lingkungan Hidup Rp 468.000.000, dan Dinas Perikanan Rp 2.257.740.000.
Laporan ketiga, menyangkut pembangunan gerbang dan kolam serta fasilitas lain di rumah dinas Bupati Lamtim senilai Rp 8,3 miliar.
Keempat, dilaporkan mengenai perjalanan dinas pejabat dan anggota DPRD Lamtim.
Kelima, terkait kelebihan pembayaran media di Lamtim sebesar Rp 689.000.000.
Dan yang keenam, mengenai anggaran makan minum di Sekretariat DPRD Lamtim sebesar Rp 7.848.964.800.
Pada kalimat terakhir dalam surat laporannya ke KPK, Johan Abidin menuliskan bahwa apa yang ia laporkan dibuat dengan sebenarnya sebagai bentuk kepedulian dan kegelisahannya selaku warga Lamtim.
Sebagai lampiran dari surat laporan ke KPK, Johan memfotocopy berita-berita dari KBNI.
Sebagaimana diketahui, skandal dugaan pemalsuan nota dan dokumen pertanggungjawaban anggaran makan minum Bupati-Wabup Lamtim, menjadi perhatian berbagai kalangan.
Barisan Anak Lampung Analitik Keadilan (BALAK) sebelumnya telah bersikap akan melaporkan dugaan pemalsuan dan penyimpangan anggaran tersebut ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
“Tiga minggu ini tim kami telah bekerja, mengumpulkan data dan melakukan wawancara kepada beberapa pihak terkait. Kami meyakini, unsur pemalsuan nota beririsan dengan adanya penyimpangan anggaran,” kata Ketua BALAK, Yuridhis Mahendra, Selasa (7/11/2023) lalu.
Ia mengaku, berdasarkan hasil rapat tim BALAK, disepakati masalah ini dilaporkan ke KPK. Karena selama tiga pekan terakhir sejak mencuatnya kabar dugaan pemalsuan nota yang berkaitan dengan penyimpangan anggaran pada APBD Lamtim tahun 2022 itu, tidak ada satu pun aparat penegak hukum (APH) di Lamtim yang ‘bergerak’ melakukan penyelidikan.
“Sebenarnya kami sangat menyayangkan atas tidak adanya gerakan APH di Lamtim untuk menindaklanjuti kasus ini. Kami meyakini, data yang ada adalah valid, karena merupakan hasil temuan BPK dan dicatat dalam LHP atas laporan keuangan Pemkab Lamtim 2022,” ujar pegiat antikorupsi yang beken dipanggil Idris Abung.
Sebelumnya, masalah ini juga dikritisi oleh praktisi hukum senior di Lampung, Yulius Andesta.
“Pemalsuan nota yang dijadikan dokumen laporan pertanggungjawaban penggunaan anggaran, merupakan tindak pidana. Karenanya, sudah menjadi kewajiban bagi APH untuk melakukan pengusutan atas perkara ini. Apalagi sesuai temuan BPK, telah terjadi kerugian keuangan daerah sebesar Rp 1.665.242.750,” kata Yulius Andesta, SH, Minggu (5/11/2023) silam.
Ditambahkan, skandal ini telah masuk dalam unsur tindak pidana korupsi. Dimana pada pasal 3 UU Nomor: 31 Tahun 1999 yang telah diubah menjadi UU Nomor: 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, dinyatakan: setiap orang yang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan atau denda paling sedikit Rp 50 juta dan paling banyak Rp 1 miliar.
Koordinator Presidium Himpunan Masyarakat untuk Kemanusiaan dan Keadilan (Humanika) Provinsi Lampung, Rudi Antoni, SH, MH, juga meminta aparat penegak hukum (APH) segera menelisik kasus pemalsuan nota dan dokumen dalam SPJ penggunaan anggaran tersebut.
“Temuan BPK yang menyatakan terdapat pemalsuan nota belanja atau fiktif tersebut, sudah masuk unsur perbuatan pidana korupsi. Karenanya saya menilai, sudah waktunya APH bertindak aktif melakukan upaya tindakan penegakan hukum sebagaimana ketentuan yang berlaku,” kata Rudi Antoni, SH, MH, Senin (30/10/2023) lalu.
Menurut aktivis pegiat antikorupsi yang beken dipanggil Acil ini, permintaannya agar APH menelisik urusan makan minum Bupati-Wabup Lamtim semata-mata demi penegakan hukum dalam membangun pemerintahan yang bersih dari praktik KKN.
“Apalagi, masalah ini kan peristiwanya sudah terjadi dan menjadi temuan BPK. Sehingga APH memiliki data dan daya dukung yang komprehensif untuk menyelidikinya sesuai ketentuan yang berlaku,” lanjut Acil. (fjr)