LAMPUNG UTARA – Kasus dugaan penyimpangan penggunaan anggaran pengadaan pakaian dinas dan biaya reses anggota DPRD Lampura tahun 2022, sampai saat ini ditengarai belum tuntas sebagaimana rekomendasi BPK.
Mengenai kejelasan kedua kasus dugaan penyimpangan anggaran mencapai ratusan juta tersebut, Sekretaris DPRD Lampura, Eka Dharma Tohir, mempersilakan untuk menanyakannya ke Inspektorat Lampura dan Kejaksaan Negeri (Kejari) Kotabumi.
“Mengenai hal tersebut, silakan konfirmasi ke Inspektorat Kabupaten dan Kejari Kotabumi,” kata Eka Dharma Tohir, Minggu (26/11/2023) siang.
Sampai berita ini ditayangkan, belum didapat konfirmasi dari Inspektorat Lampura maupun pihak Kejari Kotabumi, telah sejauhmana pengembalian uang rakyat Lampura ratusan juta yang diduga dimainkan di Sekretariat DPRD setempat.
Sebagaimana diketahui, terkait dengan dugaan penyimpangan penggunaan anggaran pengadaan pakaian dinas pimpinan dan anggota Dewan ini, mantan Sekretaris DPRD Lampura, Alamsyah, mengakui dirinya pernah menjalani pemeriksaan di Kejati Lampung.
“Saya sudah dipanggil Kejati terkait hal tersebut, dan sudah saya berikan keterangan sesuai tupoksi,” kata Alamsyah dalam WhatsApp yang dikirimkan ke media ini, Senin (20/11/2023) pekan lalu, menanggapi permintaan konfirmasi.
Alamsyah yang kini menjabat Asisten II Setdakab Lampura menambahkan, sesuai informasi yang didapatnya, pengembalian atas kelebihan pembayaran sebagaimana yang direkomendasikan BPK, telah dilaksanakan.
“Kalau progresnya dalam pengembalian ini sejauhmana, silakan tanya ke DPRD. Karena untuk hal-hal lain, saya tidak mengerti,” lanjut Alamsyah.
Diberitakan sebelumnya, pada APBD Lampura tahun anggaran 2022, Sekretariat DPRD merealisasikan anggaran belanja barang sebesar Rp 5.426.346.567, dan belanja jasa Rp 10.332.944.514. Di antara anggaran tersebut, sebanyak Rp 917.490.000-nya dipergunakan untuk pengadaan belanja pakaian dinas dan atribut pimpinan serta anggota Dewan, pakaian sipil harian (PSH), pakaian sipil resmi (PSR), dan pakaian adat daerah.
Untuk pengadaan PSH, PSR, dan pakaian adat daerah, nilai kontrak kepada tiga penyedia jasanya sebesar Rp 590.200.000. Yaitu penjahit U yang menangani pakaian sipil harian dan pakaian sipil resmi, sedang khusus pakaian adat daerah dilaksanakan oleh CV AFG.
Bagaimana realisasinya? Mengutip dari Laporan Hasil Pemeriksaan BPK RI Perwakilan Lampung atas Laporan Keuangan Pemkab Lampura Tahun 2022, Nomor: 30B/LHP/XVIII.BLP/05/2023, tanggal 16 Mei 2023, dinyatakan terdapat pelaksanaan pekerjaan yang tidak sesuai kontrak sebesar Rp 490.340.585. Dengan kata lain, kurang dari Rp 100.000.000 anggaran yang dipergunakan sebagaimana mestinya.
Merunut pada penelusuran BPK, diketahui jika pengadaan pakaian para anggota Dewan yang Terhormat di Lampura ini, sarat “permainan”. Dimana pekerjaan tidak dilaksanakan perusahaan yang telah kontrak, melainkan oleh HH. Ia mengaku, sebelum adanya realisasi SP2D dari Sekretariat DPRD, telah memberikan uang kepada 45 anggota DPRD dan Sekretaris DPRD saat itu, sebanyak Rp 178.750.000.
Benarkah anggota DPRD Lampura menerima uang dari HH? Sekretaris DPRD saat itu, Alamsyah, membenarkannya. Menurut dia dalam keterangannya kepada tim BPK, 46 orang penerima uang realisasi pengadaan PSH dan PSR terdiri dari 45 anggota Dewan dan dirinya yang waktu itu menjabat Sekretaris DPRD.
Atas “permainan” di Gedung Dewan Lampura ini, BPK menyimpulkan, sisa uang yang belum dipertanggungjawabkan HH dalam pengadaan PSH dan PSR, sebesar Rp 93.398.468.
Terkait dengan masalah ini, BPK merekomendasikan kepada Bupati Lampura agar memerintahkan Sekretaris DPRD memberi sanksi terhadap Kasubag Perlengkapan, DA, yang terindikasi menyalahgunakan wewenang dalam merealisasikan anggaran belanja.
Selain itu, juga mengembalikan indikasi kerugian daerah atas belanja pengadaan pakaian di lingkungan Sekretariat DPRD sebesar Rp 490.340.585 ke kas daerah.
Sedangkan terkait reses DPRD, juga direkomendasikan pengembalian kelebihan pembayaran ke kas daerah mencapai ratusan juta. Sudahkah rekomendasi BPK tersebut dilaksanakan?
Sumber media ini, akhir pekan lalu menegaskan, sampai sekarang belum ada pengembalian kelebihan pembayaran ke kas daerah. (fjr)