PALEMBANG – Dugaan korupsi ekspor Pupuk PT Pusri yang ditengarai rugikan negara ratusan miliar rupiah seperti bak hilang ditelan angin semilir sungai Musi.
Perkara dugaan mega korupsi di holding PT Pupuk Indonesia ini dan berdampak pada kenaikan harga pupuk subsidi sepertinya akan bernasib sama dengan dugaan korupsi pengadaan jasa Floating Crane PT Bukit Asam, “supremasi hukum kalah oleh supremasi politik”.
Komunitas Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (K MAKI) menyikapi dengan seksama perkara korupsi yang telah membuat petani Indonesia menderita menanggung kerugian penjualan pupuk ekspor ini.
“Kami sangat prihatin dengan dampak korupsi penjualan ekspor pupuk ini kepada petani Indonesia sehingga harga pupuk bersubsidi naik hingga 100% lebih karena kerugian pabrik pupuk akibat penjualan dumping ke negara – negara yang notabene jauh lebih kaya dari Indonesia”, ujar Bony Balitong Koordinator KMAKI dalam siaran persnya diterima, Kamis, 8 Desember 2022
Penjualan ekspor pupuk di bawah harga HPP atau COGS ini merupakan tindakan yang sangat keji kepada petani Indonesia dan harusnya menjadi prioritas Kejati Sumsel untuk menindaklanjutinya.
“Walaupun katanya dan infonya ada auditor utama lembaga penghitung kerugian negara menjadi komisaris di BUMN pupuk Indonesia namun tidak seharusnya perkara ini dihentikan”, ujar Bony Balitong kembali.
Perkara mudah dan tidak begitu sulit untuk mengungkapnya dan cukup menanyakan alasan penjualan ekspor pupuk ini di bawah harga pokok penjualan ini.
Dimana penjualan rugi ini sudah berlangsung bertahun – tahun yang diduga terjadi di holding PT Pupuk Indonesia.
Indonesia tidak termasuk 10 (sepuluh) besar produsen pupuk dunia namun melakukan penjualan harga dumping ekspor ke negara – negara yang membutuhkan. “Dan pastinya ada potensi oknum-oknum pengusaha ataupun pihak yang sangat diuntungkan dalam penjualan ekspor ini”, ujar Bony Balitong.
“Kalau negara ini anggaplah sudah sangat terbiasa dengan tingginya indeks korupsi Indonesia tapi karena diduga kerugian negara ini rawan ditanggung petani Indonesia maka wajib dan sangat wajib Kejati Sumsel menindaklanjutinya”, imbuh Bony Balitong.
“Kalaupun Kejati Sumsel diduga menghentikan perkara ini maka baiknya diumumkan melalui media masa hingga tidak ada lagi prasangka buruk kepada Kejati Sumsel dan biarlah kami pegiat antikorupsi ini berdoa kepada Tuhan Yang Maha Esa agar perkara ini dapat dilanjutkan di akhirat kelak”, pungkas Bony Balitong mengakhiri.(nh)