KITAB Undang undang Hukum Pidana ( KUHP baru) Indonesia terus mendapat kritik dari luar negeri.
Seorang anggota Perlemen ASEAN mengatakan KUHP yang baru itu adalah kemunduran.
Sedangkan Perserikatan Bangsa bangsa (PBB) menyatakan bagian bagian dari KUHP yang baru disahkan itu tidak sesuai dengan kebebasan fundamental dan hak asasi manusia.
Sebelum PBB mengkritik, Duta Besar Amerika Serikat (AS) untuk Indonesia Sung Y Kim juga menyorot KUHP baru, khususnya mengenai ranah privat yang dianggapnya berdampak pada iklim investasi di Indonesia.
Kim menganggap KUHP baru melanggar kebebasan fundamental dan HAM.
Sejumlah media asing juga menyoroti masalah itu.
KUHP disahkan jadi undang undang dalam rapat paripurna DPR yang digelar kemarin, Selasa, 6 Desember 2022.
November 2022, undang undang itu terdiri atas 624 pasal dan 37 bab.
KUHP baru bakal resmi berlaku 3 tahun mendatang.
Sesungguhnya, pengesahan itu memang dilakukan di tengah penolakan sebagian publik yang menilai KUHP baru itu memuat banyak pasal kontroversial dan melanggar Hak Asasi Manusia ( HAM) hingga kebebasan berpendapat.
Namun demikian, pelaksana tugas Direktur Jenderal Peraturan Perundang Undangan Kementerian Hukum dan HAM, Dhahana Putra mengatakan tidak benar jika pasal KUHP soal ranah privat atau moralitas membuat investor maupun wisatawan asing lari dari Indonesia.
Gubernur Lemhannas Andi Widjajanto juga mengklaim KUHP yang baru saja disahkan adalah langkah progresif.
Dia menyoroti secara khusus urusan privat, kini tidak dapat diintervensi negara.
“Memang, wartawan CNN berkomentar bahwa Indonesia telah berubah menjadi negara konservatif.
Tetapi, jika Anda membandingkan (hukum pidana) yang baru dan yang lama, Indonesia telah membuat kemajuan yang signifikan,” kata Andi.
Andi mencontohkan, dalam pasal perzinahan, misalnya, dulu negara dapat ikut campur dalam pelanggaran pidana.
Sekarang, siapapun bisa membawa pasangan yang tidak menikah untuk tinggal bersama, asal tidak ada aduan dari keluarga.
Guna mencegah dari Akeracunan@ kepentingan asing, masyarakat perlu juga membaca pendapat akademisi Universitas Indonesia, Dr Surastini Fitriasih SH MH.
Surastini menilai KUHP adalah beleid (aturan) yang tidak hanya memberikan ketegasan, namun juga keadilan hukum di Indonesia.
Antara lain, adanya alternatif sanksi bagi pelaku pelanggaran tindak pidana.
“Keunggulan KUHP itu adanya alternatif alternatif sanksi.
Pidana penjara bisa diganti pidana denda, pidana denda bisa diganti dengan pengawasan atau kerja sosial,” katanya.
Pemerintah pun menurutnya juga serius dalam menyempurnakan KUHP tersebut.
Ini terlihat dari upaya penglibatan seluruh komponen bangsa dalam berbagai diskusi sebelum kita undang-undang tersebut disahkan.
Langkah ini diyakini bukan hanya untuk memberikan kepastian hukum yang konkret, namun juga membawa Indonesia menghasilkan hukum modern dan mencerminkan nilai luhur bangsa.
Lepas dari berbagai tanggapan pihak asing, ada hal penting bagi daerah, termasuk Aceh, terkait KUHP baru itu.
“Pada saat Undang Undang ini mulai berlaku, setiap Undang Undang dan Peraturan Daerah yang memuat ketentuan pidana harus menyesuaikan dengan ketentuan Buku Kesatu Undang Undang ini,” begitu bunyi pasal 613 ayat (1), di mana ketentuan ini diatur dengan UU. Nah?!