JAKARTA – DI mata mantan penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Yudi Purnomo, tahun 2023 yang akan segera berakhir merupakan tahun paling kelam dalam sejarah pemberantasan korupsi di tanah air.
Yudi yang harus hengkang dari lembaga anti rasuah karena gagal Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) tahun 2021 hanya menggunakan satu indikator saja dalam dalilnya itu.
“2023 bagi saya masa paling kelam pemberantasan korupsi. Karena dalam sejarah Ketua KPK menjadi tersangka korupsi,” kata Yudi dilansir Beritapolitik.id, Ahad, 31 Desember 2023.
Yudi mengabaikan sejumlah hal, misalnya, bahwa Firli Bahuri yang telah mengundurkan diri sebagai Ketua merangkap Anggota KPK bukan satu-satunya pimpinan KPK yang pernah tersangkut masalah hukum.
Pada periode 2007-2011 dua pimpinan KPK Chandra Martha Hamzah dan Bibit Samad Riyanto juga terkena kasus hukum. Mereka disebutkan menerima aliran suap dari kakak beradik pemilik PT. Masaro Radiokom, Anggoro Widjojo dan Anggodo Widjojo.
Pengusutan kasus ini berhenti di tengah jalan setelah Presiden SBY turun tangan dan memutuskan penyelesaian di luar jalur hukum (out of court settlement).
Sementara di periode 2011-2015 dua pimpinan KPK juga sempat bermasalah dengan hukum. Mereka adalah Abraham Samad dan Bambang Widjanjanto.
Ketua KPK Abraham Samad jadi tersangka kasus pemalsuan kartu keluarga dan paspor milik Feriyani Lim pada tahun 2007.
Adapun Bambang Widjojanto dijadikan tersangka karena pada persidangan sengketa Pilkada Kotawaringin Barat di Mahkamah Konstitusi tahun 2010 memerintahkan seorang untuk memberikan kesaksian palsu.
Untuk kasus ini pun Presiden SBY turun tangan demi menghindarkan keributan. Jaksa Agung HM Prasetyo menggunakan hak prerogatif yang dimilikinya yang diatur dalam Pasal 35 huruf C UU 16/2004 tengah Kejaksaan Republik Indonesia.
Menggunakan hak prerogatif itu, Jaksa Agung mengesampingkan (deponeering) perkara Abraham Samad dan Bambang Wijoyanto.
Sementara itu kejanggalan di balik kasus Firli Bahuri ini juga diuraikan Dewan KPK yang menyidangkan dua dugaan pelanggaran etik di mana Firli Bahuri menjadi Terlapor.
Pertama, dugaan pembocoran dokumen KPK kepada Kementerian ESDM, di mana akhirnya Firli dinyatakan tuduhan yang dialamatkan kepada Firli tidak terbukti. Lalu sidang etik kedua terkait pertemuan Firli Bahuri dengan mantan Mentan SYL yang diduga berujung pada pemerasan.
Dalam putusan di dua sidang etik itu, Dewas KPK menyebut keterlibatan mantan Deputi Penindakan KPK Karyoto dan pengusaha M. Suryo dalam sejumlah kasus. Namun Dewas KPK tidak pernah memeriksa keduanya dalam masing-masing sidang etik itu.
Putusan Dewas KPK dalam sidang kasus etik terakhir pun sesungguhnya tidak benar-benar menemukan bukti bahwa telah terjadi pemerasan seperti yang dituduhkan.
Bukti-bukti dari kordinat yang disampaikan ahli IT dalam sidang etik tidak membuktikan bahwa Firli dan SYL memang bertemu pada hari yang disebutkan sebagai hari pemerasan terjadi. Bagaimana mungkin kordinat hape supir mereka dapat dilacak dan disebutkan berdekatan, tapi tidak disebutkan bahwa kordinat hape Firli dan SYL pun ada di tempat yang sama.
Prestasi 2019-2023 Hal lain yang diabaikan Yudi Purnomo dalam penilaiannya tentang KPK di penghujung tahun ini adalah soal prestasi KPK periode 2019-2023 yang telah diperpanjang Jokowi menjadi periode 2019-2024.
Ketika berbicara di Hari Anti Korupsi Sedunia (Hakordia) 2023 di Gedung Balee Meuseuraya Aceh (BMA), Aceh, bulan November lalu, Firli mengatakan bahwa dari sisi penindakan dalam empat tahun terakhir KPK telah menangkap 513 orang.
Jumlah ini setara dengan 32,6 persen dari total koruptor yang ditangkap sejak KPK berdiri pada tahun 2003. Total jumlah koruptor yang telah ditangkap koruptor, setidaknya sampai dia menyampaikan hal itu, sebanyak 1.569 orang.
Firli lalu merinci sebagai berikut. Di tahun 2020 KPK menahan 109 pelaku korupsi, lalu di tahun 2021 sebanyak 127 orang, di tahun 2022 sebanyak 149 orang, dan di tahun 2023 yang belum berakhir ketika itu sebanyak 128 orang.
Selain itu, Firli juga mengatakan KPK periode 2019-2023 berhasil menyelamatkan keuangan negara melalui asset recovery sebesar Rp 1,6 triliun dan setidaknya Rp 899 miliar berupa pendapatan negara bukan pajak. Prestasi lain KPK periode 2019-2023 juga dapat dilihat dari Indeks Perilaku Anti Korupsi (IPAK) yang cukup tinggi.
Di tahun 2019 berada pada angka 3,70, di tahun 2020 naik menjadi 3,84, kemudian di tahun 2021 kembali naik menjadi 3,88, di tahun 2022 menjadi 3.93, dan di tahun 2023 walau turun 0,01 masih relatif tinggi yakni pada angka 3,92. (ajnn)