BANDA ACEH – Masyarakat Transparansi Aceh (MaTA) memaparkan kasus-kasus korupsi di Aceh sepanjang tahun 2023. Lembaga tersebut mengungkapkan terdapat 32 kasus korupsi, dengan kerugian Negara mencapai Rp172 miliar.
“Kasus tahun 2023 tersebut yang telah mempunyai tersangkanya, sementara banyak lainnya yang sedang dalam penyelidikan dan penyidikan aparat penegak hukum,” kata Alfian, Koordinator MaTA dalam konferensi pers di kantornya, Jumat (5/1/2024).
Dari 32 kasus di tahun 2023, jumlah pelaku korupsi yang tercatat adalah 79 orang. Unsur swasta mendominasi dengan jumlah 25 orang, ASN sebanyak 22 orang, dan selebihnya pejabat pengadaan, mantan kepala daerah, aparatur desa, dan lainnya.
Kasus korupsi paling banyak terjadi di pemerintah kabupaten/kota selama 2023 dengan 13 kasus. Selanjuntnya di pemerintahan desa sebanyak 6 kasus dan lingkup pemerintahan provinsi sebanyak 5 kasus. “Sektor desa masih sangat berpotensi terjadinya tindak pidana korupsi, ini terlihat dari jumlah kasus dana desa yang disidik aparat penegak hukum,” kata Alfian.
Staf Badan Pekerja MaTA, Munawir menambahkan, kejaksaan menjadi lembaga hukum yang paling banyak menetapkan tersangka di tahun 2023 dengan 28 kasus, sementara polisi hanya 4 kasus. “Salah satu kasus yang ditangani polisi adalah korupsi pengadaan wastafel di Dinas Pendidikan Aceh,” katanya.
Berdasarkan jumlah hasil putusan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Banda Aceh, terdapat 72 putusan dari 38 kasus korupsi yang diputuskan oleh pengadilan tipikor Banda Aceh selama tahun 2023 dengan jumlah terdakwa 81 orang.
Dari 81 terdakwa, sebanyak 54 terdakwa divonis ringan (1-4 tahun), 10 terdakwa mendapat vonis sedang (4,1-10 tahun), 0 vonis berat (10 keatas) dan 16 terdakwa divonis bebas.
MaTA menilai, pengadilan dalam penanganan kasus korupsi masih jauh dari harapan, artinya vonis belum memberikan efek jera, dan belum berpihak terhadap upaya semangat pemberantasan korupsi dengan menghukum koruptor seberat-beratnya.
Dalam paparannya, MaTA memberikan sejumlah catatan penting dalam penanganan korupsi di Aceh, sebagai berikut:
- Harus adanya sinronisasi dan koordinasi antara penyidik, jaksa penuntut umum dan pengadilan tindak pidana korupsi dalam upaya pemberantasan korupsi di Aceh,
- Pengungkapan kasus tindak pidana korupsi diharapkan dapat memberikan kepastian hukum secara utuh dan menyeluruh,
- Korupsi merupakan kejahatan yang luar biasa (extraordinary crime) yang seharusnya dari mulai penyelidikan hingga putusan harus dapat memberikan hukuman yang maksimal kepada koruptor,
- Kesan yang paling kuat dalam pemberantasan korupsi di Aceh, hukum belum mampu menyentuh orang-orang yang memiliki kekuasaan,
- Pemberantasan korupsi harus dibarengi dengan penerapan teknologi di zaman digital untuk menunjang kinerja aparat penegak hukum dalam mengeksekusi putusan dari pengadilan. (ak)