PADANG – Direktorat Jenderal (Ditjen) Bina Marga Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) siaga terhadap potensi bencana alam seperti banjir atau longsor yang berdampak bagi konektivitas.
“Kita sudah diperintahkan oleh Bapak Menteri PUPR bahwa semua komandan di tiap provinsi, mulai dari Kepala Balai, Kepala Satuan Kerja, hingga PPK (Pejabat Pembuat Komitmen) untuk standby di tempat kerja masing-masing mengantisipasi adanya bencana alam,” kata Direktur Preservasi Jalan dan Jembatan Wilayah I, Nyoman Suaryana dalam keterangan resminya dikutip Jumat (12/1/2024).
Ditjen Bina Marga memanfaatkan data-data dari Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) tentang potensi bencana, juga dari Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) tentang intensitas curah hujan. Kemudian, dari data tersebut dapat ditentukan lokasi mana yang perlu mendapatkan perhatian khusus.
Nyoman menambahkan bahwa di tiap Balai menyiapkan unit tanggap darurat yang dilengkapi dengan peralatan seperti ekskavator dan loader. Kemudian, juga dilengkapi dengan beberapa material seperti bronjong, sandbag, dan jembatan sementara atau jembatan bailey.
Terkait daerah-daerah yang berpotensi mengalami bencana, Nyoman mengungkapkan, bahwa saat ini daerah yang memang sudah terjadi bencana dan sudah tercatat yaitu, di Sumatra Barat (Sumbar), Jambi, Riau, dan Jawa Barat.
“Untuk Sumatra Barat terjadi pada ruas Payakumbuh sampai batas Riau kurang lebih 43 titik longsor, sehingga sering terputusnya akses jalan. Kemudian, di ruas batas Kota Solok – Sawahlunto sampai ke Muaro Kalaban 13 titik, dan juga diruas Lubuk Selasih – Surian terdapat beberapa titik longsoran panjang sampai 55 meter. Untuk di wilayah Jambi daerah Kerinci, terdapat beberapa kerusakan seperti longsor, jembatan yang terbawa oleh banjir dan lain-lain,” terangnya.
Ia menambahkan bahwa ketika terjadi bencana, prioritas utama adalah infrastruktur jalan dan jembatan bisa dilalui sehingga konektivitas tidak terputus.
“Untuk tahap awal penanganan tanggap darurat bencana, paling tidak jalan itu bisa fungsional, biasanya kita bersihkan longsoran tanah secepatnya sehingga lalu lintas bisa lewat dan lancar. Namun jika terjadi bencana yang berat seperti di Payakumbuh jalannya amblas perlu waktu untuk mendesain dulu, kemudian baru kita kerjakan untuk permanennya,” kata Nyoman.
Membahas tentang kendala cuaca yang menghambat pelaksanaan pembangunan jalan daerah yang dikerjakan melalui Inpres Jalan daerah (IJD), Nyoman menjelaskan intensitas hujan tinggi yang terjadi pada akhir tahun 2023 bertepatan dengan masa finalisasi pekerjaan pada beberapa paket dalam Inpres Jalan Daerah. Oleh karenanya, beberapa pekerjaan mengalami kendala.
“Ada beberapa ruas IJD yang mengalami kendala, misalkan pekerjaan-pekerjaan yang istilahnya timbunan tanah, karena hujan sehingga menjadi lebih susah. Atau beberapa jalan yang lokasinya dekat laut, sehingga kesulitan akses material atau logistik karena curah hujan yang tinggi dan ombak yang besar,” terangnya. (pk)