JAKARTA – KPK mengungkap, Bupati Labuhanbatu, Sumatera Utara, Erik Adtrada menunjuk Rudi Syahputra Ritonga yang merupakan anggota DPRD Labuhanbatu sebagai orang kepercayaan untuk melakukan pengaturan proyek.
Erik juga meminta Rudi menunjuk secara sepihak siapa saja kontraktor yang akan dimenangkan. Hal itu dipaparkan Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Nurul Ghufron dalam jumpa pers di Gedung Merah Putih KPK, Jumat (12/1).
Sebanyak 10 orang tersebut selain Erik dan Rudi yakni Kepala Dinas PUPR Labuhanbatu Hendra Efendi Hutajulu, Kepala Dinas Kesehatan Labuhanbatu Maharani, Fajar Syahputra (swasta), Efendy Sahputra (swasta), Agus Kaspohardi (swasta), Staf Rudi bernama Elviani Batubara, Triyono (swasta), dan ASN Labuhanbatu Susi Susanti.
“OTT KPK ini bermula dari informasi masyarakat tentang adanya dugaan suap terhadap Bupati Erick melalui anggota DPRD Rudi selaku orang kepercayaan Erick,” sebut Ghufron lagi.
Dalam kasus ini KPK menetapkan Bupati Labuhanbatu Erik Adtrada Ritonga dan anggota DPRD Kabupaten Labuhanbatu Rudi Syahputra Ritonga dalam kasus dugaan suap proyek pengadaan barang dan jasa di Kabupaten Labuhanbatu, Sumatera Utara.
Selain Erik dan Rudi, KPK juga menjerat dua pihak swasta bernama Efendy Sahputra dan Fajar Syahputra. Kasus ini berawal dari Kabupaten Labuhanbatu yang menganggarkan pendapatan dan belanja dalam APBD 2023 dan 2024 dengan rincian anggaran pendapatan dan anggaran belanja yang masing-masing sebesar Rp1,4 triliun.
Adapun besaran uang dalam bentuk fee yang dipersyaratkan bagi para kontraktor yang akan dimenangkan yaitu 5% hingga 15% dari besaran anggaran proyek. Untuk dua proyek di Dinas PUPR, kontraktor yang dikondisikan untuk dimenangkan yaitu Fajar Syahputra dan Efendy Sahputa.
Sekitar Desember 2023, Erick melalui Rudi meminta agar segera disiapkan sejumlah uang yang diistilahkan kutipan atau kirahan dari para kontraktor yang telah dikondisikan untuk dimenangkan dalam beberapa proyek di Dinas PUPR.
Penyerahan uang dari Fajar dan Efendy kepada Rudi dilaksanakan pada awal Januari 2024 melalui transfer rekening bank atas nama Rudi Syahputra Ritonga dan juga melalui penyerahan tunai.
Sebagai bukti permulaan, besaran uang yang diterima Erick melalui Rudi sejumlah Rp551,5 juta sebagai satu kesatuan dari Rp1,7 miliar.
Pengembangan Kasus
KPK akan menelusuri adanya pihak-pihak lain yang diduga turut memberikan sejumlah uang pada Erik melalui Rudi.
KPK juga terbuka untuk melakukan pendalaman lebih lanjut kaitan adanya dugaan perbuatan korupsi lain dalam penanganan perkara ini ke depannya.
Untuk kebutuhan penyidikan, keempatnya langsung ditahan di Rumah Tahanan (Rutan KPK) untuk 20 hari pertama terhitung mulai 12 Januari 2024 hingga 31 Januari 2024.
Sebagai penerima, Erick dan Rudi disangka melanggar Pasal 12 huruf a atau b atau Pasal 11 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.
Sementara Fajar dan Efendy sebagai pemberi disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP. (wp)