BANDAR LAMPUNG – Kegiatan PT Hasil Karya Kita Bersama (HKKB) dengan menebangi ratusan pohon penghijauan dan melakukan pengurugan atas lahan sepanjang tepian kiri-kanan Jln Bypass Soekarno-Hatta, Way Halim, Bandar Lampung, yang ditengarai hanya bermodal izin lokasi, diibaratkan menggali lubang untuk mengubur dirinya sendiri.
Kenapa? Karena adanya kegiatan tanpa didahului adanya dokumen analisis mengenai dampak lingkungan atau AMDAL, merupakan perbuatan melanggar ketentuan perundang-undangan.
Bahkan, terang-terangan anggota Fraksi PDI-P DPR RI asal Dapil Lampung I, Endro S Yahman, menyatakan jika PT HKKB tidak layak memperoleh dokumen AMDAL.
Mengapa demikian? Endro S Yahman yang juga Ketua DPC PDI-P Kabupaten Pesawaran itu menjelaskan, bila sudah terjadi penebangan atas ratusan pohon penghijauan dan land clearing, pada dasarnya secara teknis akan menyulitkan dalam penyusunan dokumen AMDAL. Karena secara jelas dinyatakan pada UU Nomor: 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (UU PPLH) dalam panduan teknisnya harus mengukur dan menuliskan kondisi awal lahan sebelum ada proyek, seperti apa.
“Ini yang dalam AMDAL disebut sebagai rona lingkungan awal atau environmental setting, khususnya tentang flora, menyangkut vegetasi yang ada, kerapatannya, dan lain-lain. Juga morfologi atau rupa lahan seperti apa dan lainnya. Ini semua wajib ditulis. Terus, mau ditulis apa kalau pohon yang ada sudah ditebangi dan juga dilakukan pengurugan seperti sekarang ini,” urai Endro S Yahman, Rabu (17/1/2024) siang.
Legislator yang dikenal peduli lingkungan itu menambahkan, rona lingkungan awal tersebut menjadi basis perhitungan atau tolok ukur seberapa besar perubahan atau besarnya dampak lingkungan bila proyek ini beroperasi. Masuk kategori dampak besar, penting atau apa.
“Nah, prediksi dengan perhitungan inilah yang nantinya sebagai rujukan rencana pengelolaan lingkungan (RKL). Dan tentunya akan menambah cost bagi investor untuk meminimalkan timbulnya dampak negatif,” ucapnya, seraya menambahkan, setelah ditambah cost karena ada rekomendasi RKL masih maukah investor melanjutkan investasinya untuk melangkah ke izin prinsip dan izin usaha.
Endro menegaskan, itulah mengapa dalam studi AMDAL, belum boleh ada kegiatan konstruksi sedikit pun. Kalau sudah ada kegiatan sebelumnya seperti yang terjadi selama ini, maka PT HKKB tidak layak mendapat dokumen AMDAL. Karena secara nyata telah melanggar UU PPLH.
Mengenai hilangnya 1.800 ton oksigen akibat penebangan pohon penghijauan di lahan seluas 9 hektare yang dikangkangi PT HKKB, sebagaimana pendapat pakar lingkungan dari Unila, Prof. Dr. Ir. Slamet Budi Yuwono, MS. IPU, anggota DPR RI ini menyatakan, hal tersebut bisa dimasukkan ke dalam isu pokok lingkungan dalam penyusunan AMDAL.
“Angka 1.800 ton oksigen yang hilang itu bisa kurang dan juga bisa lebih, karena nanti dapat dihitung secara tepat berdasarkan jenis pohon, luas tajuk daun, dan jumlah pohon akan keluar berapa produksi oksigen sebelum ada proyek. Begitu juga dengan isu banjir di perumahan sekitar karena lokasi proyek diurug lebih tinggi dari kondisi tanah sekitarnya,” kata Endro S Yahman.
Diuraikan, melalui proses penyusunan AMDAL nantinya akan dikeluarkan dalam rencana pengelolaan lingkungan (RKL). Disana akan dibunyikan, rencana investor akan melakukan upaya apa untuk mengganti kehilangan produksi oksigen atau udara bersih, juga mencegah dampak banjir di sekitarnya dengan menggunakan pendekatan tekno-ekonomi-lingkungan.
“Dari RKL ini bila telah disepakati oleh investor, nanti pasti ada perubahan di dalam feasibility study (FS) atau kelayakan ekonomi. Karena tuntutan RKL ini akan menambah bengkak investasi. Tentu juga berpengaruh terhadap lamanya pengembalian modal, BEP, dan keuntungan,” sambungnya.
Ditegaskan, karena dokumen RKL itu bersifat mengikat, maka wajib dilaksanakan oleh investor. Bila tidak dilaksanakan, dapat dituntut dimuka hukum.
“Surat pernyataan itu ditulis di atas materai dan ditandatangani. Menjadi bagian dari dokumen AMDAL. Dengan demikian, investor tidak bisa semaunya melakukan kegiatan di lapangan, karena bisa dituntut secara hukum, baik secara pidana maupun denda,” tuturnya lagi. (fjr)