BANDA ACEH – Sidang gugatan anggota Dewan Perwakilan Rakyat Kabupaten (DPRK) Simeulue, Ugek Farlian terhadap Ketua DPR Republik Indonesia, Puan Maharani di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat masih menunggu kelengkapan berkas dari tergugat. Sidang gugatan itu terkait dengan kewenangan khusus DPR Aceh dalam UU Nomor 11 tahun 2006.
“Pihak dari Ketua DPR RI untuk melengkapi legal standing dulu ya, baru kita masuk ke tahap berikutnya,” kata Dariyanto didampingi oleh dua hakim Anggota Sutarno, dan R Bernadetto, Kamis, 18 Januari 2024
Persidangan ketiga tersebut dihadiri oleh staf biro hukum DPR RI, Erni, dengan membawa surat tugas dari Kesekjenan DPR RI.
Namun, Ketua Majelis Hakim, Dariyanto meminta agar kuasa hukum dari Ketua DPR melengkapi dokumen pihak seperti surat kuasa dan KTP dari Ketua DPR RI.
Kuasa hukum DPR-RI, Erni meminta Majelis Hakim memberikan waktu dua pekan untuk melengkapi legal standing dari Ketua DPR, proses penandatangan surat kuasa dari Ketua DPR ada mekanisme internal sesuai dengan Tata Tertib serta membutuhkan waktu. Jangka waktu dua minggu yang diminta untuk melengkapinya, disetujui oleh Majelis Hakim, dan sidang dilanjutkan pada 30 Januari 2024.
“Ada proses internal dalam penandatangan surat kuasa dari Ketua DPR. Untuk itu, kami mohon diberikan waktu selama dua minggu,” kata Erni.
Kuasa Hukum Ugek Farlian, Safaruddin yang menghadiri persidangan mengatakan sambil menunggu proses kelengkapan berkas dari tim kuasa hukum Ketua DPR, pihaknya juga menyusun draft tawaran proses mediasi nantinya setelah kelengkapan legal standing tuntas. Sebelumnya diberitakan, anggota Dewan Perwakilan Rakyat Kabupaten Simeulue, Ugek Farlian, menggugat Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia, Puan Maharani ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat terkait dengan pelanggaran kekhususan Aceh.
DPR RI disebut tidak menjalankan perintah Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 Tentang Pemerintah Aceh atau UUPA. “Dan Peraturan Presiden Nomor 75 tahun 2008 tentang Tata Cara Konsultasi dan Pemberian Pertimbangan Atas Rencana Persetujuan Internasional, Rencana Pembentukan Undang-Undang, dan Kebijakan Administratif yang Berkaitan Langsung dengan Pemerintahan Aceh,” kata Ugek, Rabu, 13 Desember 2023.
Dia menjelaskan alasan pengajuan gugatan tersebut lantaran dirinya selaku anggota DPRK Simeulue merasa dirugikan tidak dilaksanakannya perintah UUPA dan Perpres 75 Tahun 2008 tersebut.
Hal itu dinilai seperti mencabut kewenangan kabupaten di Aceh dalam mengelola pelabuhan yang telah diatur dalam Pasal 254 UUPA. Kemudian, kewenangan tersebut dicabut dengan disahkannya UU Nomor 23 tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah. Ugek mengatakan dalam pengesahan UU 23 Tahun 2014 tersebut, DPR tidak menjalankan perintah UUPA dan Perpres 75 Tahun 2008 dengan berkonsultasi dan meminta pertimbangan DPRA terlebih dahulu ketika UU yang dibahas terkait langsung dengan kewenangan Aceh.
“Proses pengesahan UU 23 Tahun 2014 ini tidak melibatkan DPRA selaku lembaga yang harus dilibatkan karena materi dalam UU tersebut berkaitan langsung dengan Aceh,” ujarnya. (ajnn)