BANDAR LAMPUNG – Pegiat lingkungan dari Yayasan Masyarakat Hayati Indonesia (YMHI), Ir. Almuhery Ali Paksi, menilai, sikap arogan, tertutup, serta meremehkan panggilan DPRD Kota Bandar Lampung guna membuat terang-benderang berbagai persoalan yang melilit PT Hasil Karya Kita Bersama (HKKB), justru merugikan kepentingan anak perusahaan CV Sinar Laut Grup itu sendiri.
“Bila pimpinan PT HKKB mempunyai rasa kebersamaan dengan masyarakat, dan merasa sebagai bagian dari warga Bandar Lampung, serta menempatkan DPRD sebagai lembaga perwakilan rakyat yang terhormat, seharusnya mereka memenuhi undangan rapat dengar pendapat yang sampai diagendakan sebanyak tiga kali. Tidak dianggapnya aspirasi rakyat yang disalurkan melalui lembaga perwakilan, justru merugikan rencana investasi perusahaan itu sendiri. Karena masyarakat Bandar Lampung tetap beranggapan, PT HKKB adalah perusahaan yang tidak taat aturan dan arogan karena merasa memiliki pengaruh kuat pada berbagai unsur pemerintahan,” kata Almuhery Ali Paksi, Sabtu (27/1/2024) petang.
Menurut dia, jika PT HKKB bersikap terbuka justru akan menguntungkan mereka sendiri, karena wakil rakyat dan berbagai elemen masyarakat yang selama ini mempersoalkan aksi penebangan ratusan pohon penghijauan, akan mendapat penjelasan yang transparan. Namun yang terjadi, perusahaan pimpinan Mintardi Halim alias Aming malah memilih menutup diri.
“Sekarang masyarakat semakin meyakini, apa yang dilakukan PT HKKB selama ini terindikasi menyalahi ketentuan perundang-undangan, dan perusahaan tersebut sesungguhnya belum berhak melakukan aktivitas apapun di atas lahan yang katanya telah menjadi milik mereka dengan status HGB tersebut,” lanjut politisi Partai Perindo itu.
Pegiat lingkungan YMHI ini menyatakan dukungannya atas pernyataan Walikota Eva Dwiana agar PT HKKB menjelaskan kepada masyarakat mengenai rencananya membangun superblok di lahan 20 hektare yang ada di wilayah Kelurahan Way Dadi, Way Dadi Baru, Kecamatan Sukarame, dan Kelurahan Way Halim Permai, Kecamatan Way Halim.
“Yang disampaikan Walikota itu, benar. Intinya, PT HKKB ya harus terbuka. Meski kami sebagai pegiat lingkungan juga menyesalkan tidak adanya keberpihakan Walikota atas pentingnya menjaga kelestarian lingkungan, karena fakta di lapangan membuktikan perusahaan itu telah menebangi ratusan pohon penghijauan yang telah berusia 20 tahunan,” ucap Almuhery.
Sebelumnya, pria yang telah menjadi aktivis pegiat lingkungan sejak berstatus mahasiswa Fakultas Pertanian Unila itu, menyatakan, PT HKKB yang secara nyata telah melakukan perusakan lingkungan dengan membabat habis ratusan pohon penghijauan di tepi Jln Bypass Soekarno-Hatta sejak dari samping RS Immanuel hingga mendekati Gedung Bagas Raya, dan samping serta depan Transmart Lampung, layak dituntut ganti rugi senilai Rp 326 miliar.
Bagaimana menghitungnya? Almuhery mendasarkan penilaiannya dari pernyataan pakar lingkungan Unila, Prof. Dr. Ir. Slamet Budi Yuwono, MS. IPU.
Sebagaimana diketahui, Prof Slamet menyatakan, dalam satu hektare kawasan penghijauan menghasilkan 200 ton oksigen yang dibutuhkan masyarakat. Bila wilayah yang diluluhlantakkan PT HKKB tersebut sekitar 9 hektare saja, maka terdapat 1.800 ton oksigen yang hilang dan hal tersebut sangat merugikan bagi masyarakat.
Almuhery mengaku telah melakukan investigasi ke beberapa rumah sakit dan apotek guna mengetahui harga oksigen saat ini.
“Dari temuan di lapangan, harga oksigen 25 Kg adalah Rp 5 juta. Dengan perkiraan telah terjadi kehilangan oksigen untuk kepentingan masyarakat sebanyak 1.800 ton akibat penebangan pohon penghijauan, maka sangat layak jika PT HKKB dituntut ganti rugi Rp 326.586.600.000,” terangnya, seraya menambahkan hal tersebut belum dihitung kerugian material akibat tidak terserapnya 4.500 ton CO2.
Politisi Partai Perindo itu menambahkan, secara kasat mata apa yang dilakukan PT HKKB terindikasi sebagai kejahatan lingkungan dan melanggar UU Nomor: 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
“Terkait dengan itu, saya dan kawan-kawan aktivis lingkungan akan melakukan class action atau gugatan terhadap PT HKKB sesuai dengan UU Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Dalam ketentuannya, bukan hanya pidana fisik yang bisa dijatuhkan, tetapi juga denda atau ganti rugi,” kata Almuhery, Rabu (17/1/2024) pekan silam.
Ditegaskan, bila perjuangannya bersama elemen peduli lingkungan lainnya berhasil, maka seluruh denda atau ganti rugi akan diberikan kepada Pemkot Bandar Lampung guna melahirkan ruang terbuka hijau (RTH) untuk memenuhi ketentuan perundang-undangan, yaitu 30% dari wilayah yang ada.
“Kita semua sebagai warga Bandar Lampung tentu sangat prihatin, karena saat ini ruang terbuka hijau (RTH) hanya 4,7%. Sangat jauh dari ketentuan yang diatur undang-undang,” tuturnya lagi. (fjr)