JAMBI – Ancaman memperburuk iklim masih terjadi di Jambi.
Ini ditandai dengan terus bertambahnya luas areal penambangan emas tanpa izin (PETI) setiap tahunnya di Jambi.
Lokasi PETI ini pun tersebar di beberapa kabupaten/kota di Provinsi Jambi.
Data yang diterima dari KKI Warsi, di tahun 2022 ini ada total 45.896 hektar lokasi PETI yang tersebar di enam kabupaten di Jambi.
Total luas areal PETI itu meningkat dibanding tahun 2021 yaitu, 42.361 hektar. Atau naik 3.535 hektar, dan naik 8 persen dari tahun sebelumnya.
Direktur KKI Warsi, Adi Junedi mengatakan, dari analisis citra sentinel 2 yang dilakukan KKI Warsi memperlihatkan bahwa, kondisi PSDA jambi masih membutuhkan pemulihan dan perbaikan tata kelola.
Dari analisis yang dilakukan, penambangan emas illegal masih menjadi persoalan utama yang membelit Jambi.
“Dari analisis citra sentinel 2 terlihat bukaan alur sempadan sungai yang dilakukan penambang emas liar sudah mencapai 45.896 ha atau naik 3.535 hektar naik 8 persen dari tahun sebelumnya,” katanya.
Lanjut dia, dari analisis yang dilakukan, tampak bahwa penambangan emas illegal ini makin masuk jauh ke dalam kawasan hutan dan semakin banyak hadir di lahan masyarakat. Di kawasan hutan terpantau aktivitas ini berada di dalam kawasan konservasi.
“Kerusakan yang terjadi di kawasan yang di tambang ini akan memperburuk kualitas hidup masyarakat yang tinggal disekitar areal dan masyarakat di hilirnya,” kata Adi Junedi.
Untuk itu, Warsi menuntut pemerintah mengambil langkah tegas untuk menghentikan penambangan emas liar ini.
Dari pengalaman mendampingi masyarakat, kata dia penambangan emas ini bisa dihentikan dengan cara memberikan sumber ekonomi baru bagi masyarakat pelaku tambang.
“Sejatinya masyarakat juga takut dengan aktivitas tambang liar, hanya saja bujuk rayu para toke dan oknum tertentu telah menyeret masyarakat ke dalam persoalan ekologi dan mengatasi kesulitan ekonomi sesaat atau biasa disebut dengan rezeki harimau,” katanya.
“Dari pengamatan di lapangan, para penambang ini, juga tidak merasakan ketenangan dalam mencari sumber ekonomi. Mereka sangat terbuka jika ada sumber ekonomi yang bisa diolah dan dikerjakan dan tentu bernilai ekonomi tinggi,” tambahnya.
Di Bukit Bulan Sarolangun, Warsi menguji cobakan pengembangan Kelompok Petani kakao sejak 2017. Sebagian anggota kelompok ini adalah bekas penambang yang ‘insaf’ dan kembali berladang dengan komoditi kakao.
Kini petani ini sudah bisa menjual hasil panen kakao mereka menjadi sumber ekonomi warga desa. (ji)