BANDAR LAMPUNG — Ketua Umum DPP Laskar Lampung Nero Jelly Agung Putra Koenang meminta Polda Lampung membubarkan semua pos atau check point yang diduga malak sopir truk Batu bara sepanjang Jalan Lintas Tengah (Jalinteng) Sumatera dari Kabupaten Waykanan, Lampung Utara, hingga Lampung Tengah.
Jika tidak bisa dibubarkan semua, jangan pilih kasih, atau masyarakat setiap kampung yang dilalui truk batu bara sepanjang Jalinteng Sumatera, khususnya di Lampung, bebaskan buka pos setoran sopir truk juga karena paling terdampak angkutan batu bara over dimension/overloading (ODOL).
Nero yang dijuluki Panglima Laskar Lampung mengatakan hal itu menanggapi adanya dugaan pemeriksaan terhadap enam orang yang menjaga pos tersebut, seperti dilansir dari Helo Lampung, Kamis (4/7/2024).
Mereka diduga diciduk kepolisian saat menjaga check poin di Rumah Makan (RM) Obara, Desa Bandarkagungan Raya, Kecamatan Abung Selatan, Kabupaten Lampung Utara, Rabu (3/6/2024), pukul 18.00 WIB.
Menurut UU dan aturannya, angkutan batu bara harus melalui jalur khusus dan gak boleh lebih dari 10 ribu ton per truk. Kenyataannya, selama ini, para pengusaha mengangkut 20 sampai 40 ton.
Polda Lampung agaknya bergerak cepat menggulung makin maraknya dugaan pungutan liar (pungli) truk baru bara yang bermuatan dan berukuran melebihi ketentuan di Jalan Lintas Tengah (Jalinteng) Sumatera di Provinsi Lampung.
Beredar, video dengan durasi 0,25 detik, menarasikan sejumlah aparat kepolisian mengamankan pemalakkan di depan Rumah Makan (RM) Obara,
Personel kepolisian mengamankan dan memeriksa enam anggota ormas di Ruang Kaur Bin Polres Lampung Utara.
Dari mereka, aparat kepolisian mengamanian barang bukti berupa uang dan catatan pembukuan setoran sopir truk baru bara.
Aktivis Gunawan Pharrikesit mengapresiasi langkah Polda Lampung menindak tegas perbuatan pungli sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia. Para sopir truk banyak yang mengeluhkan pemalakkan.
Informasi yang dikumpulkan Helo Lampung, ketiga pos setoran yang rencana akan dibuka atas nama perusahaan kerjasama dengan pengusaha truk tersebut di Terbanggi Besar, Tanjungratu, Abungkunang.
Belum lagi, truk-truk itu wajib setoran di jembatan yang sedang diperbaiki di Way Sabu, Kabupaten Lampung Utara. Rencana lainnya, ada yang hendak membuka stockfile dekat Bukitkemuning, Kabupaten Lampung Utara.
Sebelumnya, baru beberapa minggu lalu, muncul dua pos setoran di RM Obara (Kabupaten Lampung Utara) dan tugu perbatasan (Kabupaten Lampung Tengah-Lampung Utara).
Jika ditotal dari perbatasan dengan Sumatera Selatan sampai Kota Bandar Lampung, bakal ada 13 pos setoran yang rata-rata Rp100 ribu hingga Rp400 ribu per truk yang sehari semalam bisa melintas ratusan truk.
Truk-truk itu tak ada yang memuat 10 ton sesuai peraturan yang ada, rata-rata antara 20 sampai 40 ton sekali angkut yang akhirnya merusak jalan dan kerap bikin celaka warga.
Polres Lampung Utara dan Waykanan pernah merazia truk-truk itu, tapi setelah itu lancar jaya lagi. Bukannya semakin tertib, truk-truk angkutan batu bara kapasitas, over dimension/overloading (ODOL), makin tak terkendali.
Padahal, Undang-Undang (UU) tentang Perubahan Kedua atas UU Nomor 38 Tahun 2004 tentang Jalan menyebutkan kalau ada kendaraan tambang yang rutin seperti itu harusnya lewat jalan khusus tidak menggunakan jalan umum.
Ketua Komisi V DPR RI Lasarus, pada rapat dengar pendapat bersama Kementerian PUPR dan Kementerian Perhubungan, Rabu (15/2/2023), menegaskan harus ada jalan khusus agar bisa dilewati oleh kendaraan pengangkut batu bara.
Pemprov Lampung bahkan telah mengeluarkan Surat Edaran Gubernur Lampung No. 045-2/02.08/V.13/2022 tentang Tata Cara Pengangkutan Barang dan Batu Bara menetapkan angkutan baru bara yang diijinkan melintas provinsi ini 10 ton per truk.
Namun, semua stakeholder bungkam. Tak jelas alasan bungkamnya. Akibatnya, jalan umum semakin rusak dan membahayakan pengendara lainnya. Selamat Hari ke-78 Bhayangkara Polri. (ti)