BANDA ACEH – Menteri Dalam Negeri ( Mendagri) Tito Karnavian menyorot penggunaan anggaran daerah yang menurutnya kurang pro rakyat.
Mendagri bahkan memperkirakan hanya sekira 20 persen anggaran pemerintah daerah sampai ke rakyat.
Menanggapi hal itu, Juru Bicara Pemerintah Aceh, Muhammad MTA mengatakan, bahwa penekanan Mendagri dalam arahannya terkait pentingnya peningkatan anggaran belanja modal.
Dengan demikian tentu harus adanya rasionalisasi terhadap anggaran operasi yang dalam pandangan Mendagri sampai 70 persen.
“Itu substansi penekanan yang ingin disampaikan oleh Mendagri,” kata MTA meluruskan, Jumat (23/12/2022).
Sebagai informasi, penting untuk dipahami bahwa struktur anggaran adalah belanja operasi, belanja modal, Belanja Tidak Terduga (BTT) dan Belanja Tranfer ke Daerah (BTF).
Adapun komponen dari belanja operasi di dalamnya mencakup belanja pegawai, belanja barang dan jasa, belanja subsidi, belanja hibah dan belanja bansos.
Belanja modal, terang MTA, merupakan realisasi anggaran yang berakibat bertambahnya aset bagi Pemerintah Aceh disebabkan kewenangan provinsi, seperti jalan, gedung, irigasi dan lain-lain.
“Tetapi apabila jenis paket yang sama tapi bukan kewenangan provinsi maka anggaran itu masuk ke jenis belanja operasi, karena asetnya kabupaten/kota atau pihak lain termasuk lembaga vertikal,” ungkapnya.
“Belanja modal ini yang dimaksud oleh mendagri hanya 20 persen dari APBA yang perlu ditingkatkan,” tambah Jubir Pemerintah Aceh ini.
Sedangkan BTT tentu sudah sangat familiar bagi masyarakat yaitu semacam belanja khusus untuk kondisi-kondisi khusus, seperti bencana alam dan sejenisnya.
Sementara Dana Tranfer Daerah (BTF) merupakan anggaran bagi hasil dan bantuan keuangan misalnya tranfer otsus ke kabupaten/kota.
“Ketika publik mendengar kata-kata anggaran operasi, maka pemahaman publik secara otomatis akan berfikir bahwa itu anggaran operasioanl pegawai, apalagi dengan angka yang bombastis bahkan mencapai 70% misalnya,” ujarnya.
“Apakah salah? Tidak.! karena memang salah satu komponen dalam belanja operasi tersebut termasuk belanja pegawai, tetapi penting untuk kita sampaikan bahwa banyak komponen lain yang termasuk dalam belanja operasi tersebut,” urainya.
Lebih lanjut MTA menerangkan, pembiayaan JKA mencapai Rp 1 triliun lebih, pembangunan 8.000 unit rumah duafa mencapai Rp 800 miliar, bantuan anak yatim mencapai Rp 223 miliar, beasiswa mencapai Rp 300 miliar.
Lalu bantuan pembangunan masjid-masjid mencapai Rp 300 miliar, bantuan pembangunan dayah mencapai Rp 450 miliar, biaya operasional sekolah, kebutuhan pelayanan dan peralatan 3 rumah sakit pemerintah, bantuan peralatan kerja untuk pelaku UMKM, pembangunan jalan-jalan lingkungan dan beberapa lainnya.
“Itu semua masuk dalam kategori belanja operasi. Artinya, belanja operasi sendiri langsung dirasakan oleh rakyat karena memang sebagian besar untuk pembiayaan kepentingan rakyat,” imbuh MTA.
Belanja pegawai sendiri paling banyak dihabiskan untuk membayar gaji mencapai 4.7121 pegawai yang di dominasi para guru dan para medis.
Artinya, belanja operasi sebenarnya mempunyai substansi dan relevansi besar dalam pemenuhan kepentingan rakyat krn Aceh mempunyai pembiayaan tanggungan langsung beban rakyat seperti JKA, beasiswa anak yatim, termasuk pembangunan rumah duafa.
“Jadi dapat kami sampaikan yang dimaksudkan oleh Mendagri itu bukan 70% APBA itu dihabiskan untuk belanja operasional pegawai,melainkan belanja operasi yang didalamnya termasuk belanja pegawai perlu dilakukan penyesuaian dan rasionalisasi,” tegasnya.
Sesuai arahan Mendagri, yang menitikberatkan penurunan angka kemiskinan maka pembiayaan belanja operasi penting dilakukan rasionalisasi untuk meningkatkan belanja modal pada program-program yang berpotensi dapat menurunkan angka kemiskinan. (sn)