Oleh : Gunawan Handoko
Jadwal kampanye bagi pasangan calon kepala daerah akan segera berakhir dan memasuki hari tenang dengan jeda tiga hari sebelum pelaksanaan pemungutan suara pilkada serentak pada 27 November 2024.
Sungguh perjalanan yang bukan saja melelahkan bagi para kandidat calon, termasuk tim pemenangan yang selama dua bulan berjibaku keluar masuk kampung melaksanakan kampanye.
Bukan hanya lelah fisik, namun juga ‘lelah’ dana dan logistik. Itulah konsekuensi logis yang harus dihadapi oleh para kandidat. Semua pihak tentu berharap agar setiap pemilihan umum, termasuk pemilihan kepala daerah (pilkada) dapat terselenggara secara damai, aman, tentram, dan menyenangkan.
Suatu kewajiban bagi setiap warga negara untuk mengambil peran masing-masing guna menyukseskan agenda pesta demokrasi. Untuk masyarakat Provinsi Lampung telah menunjukkan kedewasaan dan kecerdasannya dalam berpolitik dan berdemokrasi, yang dibuktikan dengan terciptanya suasana aman dan damai dalam penyelenggaraan Pemilu Presiden dan Wakil Presiden serta Pemilu Legislatif tahun 2024 lalu.
Meski demikian, harapan agar pilkada dapat berlangsung dengan aman dan damai, masih saja muncul. Sulit ada jaminan bahwa pilkada serentak ini akan bebas dari konflik kekerasan dan konflik massa. Maka kesadaran akan arti etika dan kedamaian perlu ditumbuhkan secara total dari bawah, melalui sinergi hati nurani rakyat dan wawasan budaya, untuk mewujudkan pemilu damai yang diharapkan.
Jujur harus diakui, bahwa secara kultural, etika, dan nilai-nilai kejujuran, keadilan, kedisiplinan sangat berpeluang untuk dilanggar. Di sisi lain, upaya menegakkan kultur agar yang menang siap rendah hati dan tidak arogan, yang kalah mau dan berani menerima kekalahan secara satria dan sabar, merupakan kultur yang belum mapan dalam masyarakat kita.
Maka wajar, jika sebagian masyarakat merasa pesimistis melihat pilkada kali ini bisa berhasil tanpa cacat dan tanpa adanya riak-riak tertentu usai pelaksanaan pemungutan suara. Gugatan ke Mahkamah Konstitusi (MK) oleh pihak yang kalah, kemungkian akan terjadi, mengingat kompleksitas problem yang terjadi selama tahapan berlangsung. Diperkuat dengan fakta pilkada di berbagai daerah yang juga masih menyisakan banyak masalah dan belum tuntas diselesaikan secara tepat. Hal tersebut bisa menjadi pemicu terjadinya gesekan antar pendukung pasangan calon dan lahirnya berbagai masalah baru dalam gelar pilkada serentak nanti.
Harapan besar untuk mewujudkan pilkada dapat berjalan damai tanpa cacat merupakan hal penting. Tidak ada pilihan kecuali semua pihak harus memainkan perannya secara konsisten untuk mewujudkan agenda tesebut. Komisi Pemilihan Umum (KPU) sebagai penyelenggara harus bertindak secara profesional dalam setiap proses pilkada. Diperkuat dengan peran penting Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) dalam melakukan pengawasan, khususnya dalam masa tenang sampai hari pemungutan suara. Bawaslu harus tegas terhadap berbagai sikap, perilaku, dan tindakan politik yang keluar dari koridor yang telah disepakati bersama.
Bawaslu juga harus berani menjatuhkan hukuman bagi mereka yang bersalah tanpa membedakan antara satu dengan yang lainnya, merupakan hal penting dalam mengantar pelaksanaan pilkada yang lebih bersih dan aman. Untuk mencapai sukses pilkada, memang bukan hal yang mudah. Pihak penyelenggara harus lebih proaktif dalam banyak hal dengan memaksimalkan semua potensi yang ada secara optimal, cermat, dan efisien. Beberapa hal yang harus dilakukan adalah peningkatan akurasi data pemilih sampai pada pemantauan dan pengawasannya. Melakukan upaya pencegahan pada pemilih fiktif atau ghost voters serta mendorong para pemilih untuk menggunakan hak pilihnya. Walau himbauan dan sosialisasi cukup gencar, tetapi masih ada indikasi golput yang signifikan. Ada perilaku politik di tingkat lapangan yang alergi dan merasa jenuh dengan rutinnya pemilu di suatu tempat, mulai dari pilkades, pilkada hingga pilpres dan pileg. Dan yang tidak kalah penting adalah meningkatkan kapasitas pengawasan agar tidak terjadi praktik-praktik disinsentif yang berpotensi menghambat penyelenggaraan pilkada yang berkualitas, yakni jujur dan adil.
Semua tentu berharap, agar para calon dapat menunjukkan sikap ksatria dan kenegarawanannya dengan berkompetisi secara sehat dan betul-betul menjadikan pilkada sebagai pesta rakyat, dengan meminimalisir intervensi dan politik kotor yang yang bisa merusak suasana pesta. Gesekan elit politik yang membawa fanatisme grass root dalam ranah konflik yang keras oleh Antonio Gramsci dipandangnya sebagai golongan intelektual tradisionalis yang tidak peka dan pura-pura tidak mengetahui kondisi bangsanya karena hanya mengejar kekuasaan semata. Harus disadari, bahwa sukses pilkada damai merupakan indikator yang jelas bagi sukses pelaksanaan kehidupan demokrasi di negeri ini.
Kualitas inilah yang akan menempatkan proses konsolidasi demokrasi Indonesia pada tingkat yang lebih tinggi. Suatu kondisi yang dapat meningkatkan kualitas kehidupan berbangsa dan bernegara ke arah yang lebih baik menuju Indonesia Emas.
Selamat datang ke TPS dengan damai, riang, dan menyenangkan !!!
*Penulis: Pengamat politik pemerintahan PUSKAP Wilayah Lampung.