SEBUAH Studi terbaru yang diterbitkan dalam Journal of the American College of Cardiology (JACC) menunjukkan bahwa duduk atau berbaring dalam waktu lama dapat meningkatkan risiko masalah kesehatan jantung, bahkan pada individu yang aktif secara fisik.
Penelitian yang berjudul “Accelerometer-Measured Sedentary Behavior and Risk of Future Cardiovascular Disease” ini melibatkan 89.350 peserta yang mengenakan akselerometer di pergelangan tangan mereka selama satu minggu untuk mengukur tingkat aktivitas mereka.
*Risiko Duduk Terlalu Lama
Dr. Shaan Khurshid, seorang ahli jantung di Massachusetts General Hospital dan salah satu penulis utama studi ini, menegaskan pentingnya mengurangi waktu sedentari (berdiam diri) guna menurunkan risiko penyakit kardiovaskular.
“Temuan kami mendukung pentingnya mengurangi waktu sedentari untuk mengurangi risiko penyakit jantung, dengan 10,6 jam per hari sebagai batas yang terkait dengan peningkatan risiko gagal jantung dan kematian akibat penyakit kardiovaskular,” kata Khurshid dalam wawancara dengan American College of Cardiology (ACC).
Kelompok sedentari, yaitu mereka yang duduk lebih dari 10,6 jam sehari—memiliki risiko 40% lebih tinggi untuk mengalami gagal jantung. Bahkan pada individu yang tergolong sedentari namun tetap aktif—yaitu mereka yang duduk lebih dari 10,6 jam sehari namun melakukan aktivitas fisik moderat hingga intens selama lebih dari 150 menit setiap minggu—risiko gagal jantung mereka masih lebih tinggi sebesar 15%, menurut temuan studi ini.
*Dampak pada Kematian Kardiovaskular
Dr. Harlan M. Krumholz, Profesor di Yale School of Medicine dan Editor-in-Chief JACC, menambahkan bahwa penelitian ini semakin menguatkan bukti bahwa perilaku sedentari berhubungan erat dengan kesehatan jantung. “Studi ini menambah bukti kuat tentang kaitan antara perilaku sedentari dan kesehatan kardiovaskular,” kata Krumholz. “Temuan ini menekankan pentingnya mendorong orang untuk bergerak demi kesehatan yang lebih baik.”
Terkait dengan kematian akibat penyakit kardiovaskular, kelompok sedentari memiliki risiko 54% lebih tinggi, sementara kelompok sedentari yang tetap aktif memiliki risiko 33% lebih tinggi.
Meski demikian, ACC mencatat beberapa keterbatasan dalam studi ini, antara lain ketidakmampuan untuk menentukan penyebab mengapa peserta duduk atau berbaring dalam waktu lama, serta kemungkinan ketidakakuratan akselerometer dalam mendeteksi postur tubuh, yang dapat berisiko mengklasifikasikan waktu aktif atau sedentari secara salah. (sc)