MEDAN — Indonesia berpeluang besar menjadi promotor perdamaian antara Korea Utara dan Korea Selatan. Keterlibatan Indonesia dalam perdamaian di Semenanjung Korea sejalan dengan prinsip “good neighbor” atau tetangga yang baik yang diperkenalkan Presiden Prabowo Subianto.
“Salah satu ciri tetangga yang baik adalah menawarkan solusi dan jalan keluar atas kebuntuan di arena internasional, dalam hal ini di Semenanjung Korea,” ujar pengamat politik luar negeri Dr. Teguh Santosa dalam kuliah umum yang digelar di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara (FISIP USU), di Medan, Selasa, 25 Februari 2025.
Kuliah umum Teguh bertema “Reunifikasi Korea: Game Theory” yang diangkat dari buku terbarunya yang berjudul sama.
Di dalam buku itu, Teguh mendekati konflik di Semenanjung Korea dengan menggunakan dua pisau analisis. Pertama, pisau analisis two-level game yang menyimpulkan bahwa kebijakan luar negeri setiap negara dipengaruhi oleh dinamika politik domestik dan politik global. Kedua, pisau analisis game theory yang menggambarkan setiap aktor negara sebagai pemain yang berusaha menerapkan strategi tertentu untuk memenangkan permainan dan di saat yang sama menebak strategi yang digunakan lawan.
Dengan kedua pisau analisis ini, Teguh membedah dinamika politik di kedua Korea dan aktor negara lain yang memiliki kepentingan langsung di Semenanjung Korea. Aktor lain yang disebutnya sebagai multipihak itu adalah Amerika Serikat, Jepang, Rusia dan Tiongkok. Keempat negara ini bersama Korea Utara dan Korea Selatan pernah bergabung dalam Six-Party Talks yang membicarakan denuklirisasi Semenanjung Korea, namun akhinya gagal.
“Kegagalan itu terjadi karena keempatnya memiliki kepentingan langsung dan merupakan bagian dari persoalan di Semenanjung Korea, sehingga ketulusan mereka sebagai promotor perdamaian diragukan pihak-pihak yang bertikai,” ujar Teguh.
Adapun Indonesia, sebut Teguh, telah menjalin hubungan baik dengan masing-masing Korea sejak lama.
Indonesia dan Korea Utara memulai hubungan diplomatik di tahun 1961. Lalu di tahun 1965, Kim Il Sung dan Kim Jong Il berkunjung ke Indonesia untuk menghadiri peringatan satu dasawarsa Konferensi Asia Afrika. Dalam kunjungan itu juga, Presiden Sukarno memberikan bunga anggrek kepada Kim Il Sung yang kemudian dinamakan Bunga Kimilsung. Kisah persahabatan dengan Indonesia masih tetap hidup di tengah masyarakat Korea Utara.
Sementara hubungan Indonesia dengan Korea Selatan yang dimulai tahun 1973. Sejauh ini kedua negara memiliki hubungan ekonomi yang cukup baik. Korea merupakan salah satu negara dengan nilai investasi yang signifikan di Indonesia. Sepanjang 2019 hingga 2024, total investasi Korea Selatan di Indonesia tercatat hampir mencapai 14 miliar dolar AS di berbagai sektor.
Indonesia juga membeli pesawat-pesawat latihan dari Korea Selatan dan digandeng Korea Selatan dalam pembuatan pesawat jet tempur. Korea Selatan pun beberapa tahun lalu membuatkan tiga kapal selam kelas Changbogo untuk Indonesia.
Buku “Reunifikasi Korea: Game Theory” yang ditulis Teguh diwarnai kedekatan dirinya dengan isu Semenanjung Korea sejak 2003 ketika dia pertama kali berkunjung ke Korea Utara. Sejak saat itu, Teguh telah belasan kali berkunjung ke Korea Utara dan juga Korea Selatan. (*)