HeadlineHukum & KriminalLampung Raya

Keterangan BPKP Kunci Sidang Tipikor Bendungan Margatiga

BANDAR LAMPUNG – Sidang perkara tindak pidana korupsi (tipikor) pengadaan tanah Proyek Strategis Nasional (PSN) Bendungan Margatiga di Desa Negeri Jemanten, Kecamatan Margatiga, Lampung Timur, Kamis (6/3/2025) lusa kembali digelar di Pengadilan Tipikor Tanjung Karang. Agendanya cukup penting, yaitu mendengarkan keterangan saksi kunci dari BPKP Provinsi Lampung.

Mengapa keterangan dari BPKP disebut sebagai saksi kunci? Pasalnya, hasil audit BPKP inilah yang menjadi salah satu dasar bagi penyidik Subdit III Tindak Pidana Korupsi Ditreskrimsus Polda Lampung menetapkan 4 orang tersangka dan menyita uang Rp 10.334.992.688, dalam perkara tanam tumbuh dan perikanan fiktif di Desa Trimulyo, Kecamatan Sekampung, Lampung Timur. Ke-4 tersangka itu kini duduk di kursi pesakitan Pengadilan Tipikor Tanjung Karang sebagai terdakwa.

Merunut laporan hasil pemeriksaan (LHP) Nomor: PE.04.03/LHP-551/PW08/5/2022, tanggal 19 Desember 2022, BPKP Provinsi Lampung mengidentifikasi adanya 4 tahapan manipulasi data tanam tumbuh dan perikanan untuk mendapatkan uang ganti rugi (UGR) yang lebih besar.

Pertama; BPKP menemukan tanam tumbuh, bangunan, dan perikanan fiktif pada saat inventarisasi dan identifikasi (awal) pada 66 bidang tanah, dengan nilai pembayaran UGR sebesar Rp 18.510.818.939. Setelah dilakukan audit, nilai yang layak dibayar UGR-nya hanya Rp 6.499.077.405. BPKP menemukan nilai potensi kerugian negara sebesar Rp 12.001.741.534.

Kedua; tanam tumbuh, bangunan, dan perikanan diadakan setelah penetapan lokasi (penlok). Hasil audit pada 163 bidang tanah, nilai pembayaran UGR sebesar Rp 34.166.110.412, setelah dilakukan audit, BPKP menyimpulkan, nilai yang layak untuk dibayar hanya Rp 14.849.175.373. Dengan demikian, ditemukan nilai potensi kerugian negara sebesar Rp 19.316.935.039.

Ketiga; mark up atas jumlah tanam tumbuh, bangunan, dan perikanan yang dilakukan melalui proses pengajuan keberatan (sanggah) dan terdapat pengajuan keberatan (sanggah) fiktif. Terdapat 66 bidang tanah yang diajukan sanggah oleh masing-masing pemilik bidang. Dari 66 bidang ini, BPKP menemukan potensi kerugian negara sebesar Rp 18.940.730.663 dari nilai pembayaran UGR sebesar Rp 25.642.510.713.

Keempat; mark up atas jumlah tanam tumbuh, bangunan, dan perikanan yang dilakukan pada saat perbaikan data setelah adanya laporan inspeksi KJPP yang dilakukan oleh satu orang, yaitu Misijo, dengan nilai ganti rugi sebesar Rp 404.164.900. Berdasarkan hasil audit, nilai yang layak dibayar hanya Rp 262.476.900. Dengan demikian, nilai potensi kerugian negara pada bidang tanah milik Misijo sebesar Rp 141.688.000.

Dengan demikian, terhadap pembayaran uang ganti rugi 290 bidang tanah senilai Rp 78.723.604.964 di Desa Trimulyo, BPKP menemukan potensi kerugian negara sebesar Rp 50.411.095.236.

Ironisnya, hasil audit BPKP dinilai beberapa warga Desa Trimulyo tidak mencerminkan kondisi sebenarnya di lapangan. Dimana ada beberapa bidang tanah yang didalamnya terdapat tanaman tahunan, seperti pohon karet, pinang, dan berbagai jenis kayu, tidak diakui keberadaannya oleh BPKP. Contohnya di lahan milik Lasno dan Bu Sikem.

Warga setempat juga mempertanyakan; mengapa tidak seluruh hasil audit BPKP ini ditindaklanjuti oleh aparat Polda Lampung. Terbukti, dari 290 bidang tanah yang nyata-nyata telah merugikan keuangan negara sebesar Rp 50.411.095.236, hanya dilakukan penyitaan terhadap 48 rekening senilai Rp 10.334.992.688 saja. Potensi kerugian negara Rp 40 miliar lainnya tidak jelas penanganan hukumnya. Inilah salah satu sisi yang selayaknya diungkap transparan oleh Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Tanjung Karang dalam persidangan skandal tipikor UGR Bendungan Margatiga, Lampung Timur. (fjr)

 

Related Posts

Load More Posts Loading...No More Posts.