JAKARTA – Pengakuan Kabid Lalulintas Dinas Perhubungan Kota Bandar Lampung, Iskandar Zulkarnain, jika rekomendasi analisis mengenai dampak lalulintas (Andalin) yang diajukan PT HKKB guna membangun superblok di kanan-kiri Jln Bypass Soekarno-Hatta, Kecamatan Sukarame dan Way Halim, telah dikeluarkan sejak 28 September 2023 lalu, mendapat perhatian anggota DPR-RI, Endro S Yahman.
“Ini aneh. Andalin dikeluarkan sebelum penyusunan dan rekomendasi Amdal. Artinya, pemrakarsa proyek (PT HKKB, red) dan Pemkot Bandar Lampung dalam hal ini Dinas Perhubungan, belum memahami filosofis Amdal dan Andalin. Kalau benar rekomendasi Andalin sudah keluar, berarti pemkot telah salah kaprah,” ujar anggota DPR-RI asal Dapil Lampung I ini, Kamis (25/1/2024) siang.
Politisi senior PDI-P ini terus terang mengaku prihatin dengan sikap Pemkot Bandar Lampung, dalam hal ini Dinas Perhubungan. Karena level eksekutif yang tugasnya mengeksekusi kebijakan dan program pembangunan, justru lemah dalam pemahaman ketentuan.
“Dengan kejadian ini, Andalin dikatakan sudah ada rekomendasi sementara Amdalnya saja belum dilakukan, menunjukkan jika pemkot masih menganggap bahwa dokumen Amdal hanya sekadar formalitas administrasi saja. Padahal sekarang, isu lingkungan menjadi isu besar dunia karena terjadinya perubahan iklim,” ucap Ketua DPC PDI-P Kabupaten Pesawaran ini.
Menurut Endro S Yahman, di dalam studi Amdal juga sudah mengkaji aspek lalulintas. Namun tidak mendalam, dan bukan menjadi isu pokok pembahasan Amdal. Karena Amdal memfokuskan isu pokok lingkungan, menyangkut fisik, kimia, biologi, kesehatan masyarakat, hingga sosekbud.
Isu yang menjadi pokok bahasan Amdal, lanjut Endro, menyangkut penurunan kualitas udara, kebisingan lalulintas, potensi banjir, penurunan permukaan air tanah, hingga air limbah domestik.
“Lazimnya atau logikanya, Andalin dilakukan setelah penyusunan Amdal. Kenapa? Karena nanti pada saat evaluasi studi Amdal, akan terjadi penajaman terkait lalulintas. Makanya, menurut saya, apa yang terjadi di Pemkot Bandar Lampung ini aneh dan salah kaprah,” tuturnya lagi.
Anggota DPR-RI asal Lampung ini mengingatkan Pemkot Bandar Lampung untuk tegak lurus dalam menjalankan kebijakan sesuai ketentuan perundang-undangan yang berlaku. Karena yang dilakukan akan berdampak kepada masyarakat.
“Apalagi persoalan penebangan ratusan pohon penghijauan itu telah menjadi perhatian pemerintah pusat. Tetaplah berkebijakan sesuai ketentuan. Kalau serampangan, bisa kena masalah pada kemudian hari,” ujar Endro mewanti-wanti.
Sebelumnya, anggota DPR-RI asal Lampung,
Hanan A Rozak, menyatakan, telah menginformasikan perusakan ratusan pohon penghijauan yang dilakukan PT HKKB ke Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).
“Saya sudah teruskan informasinya ke Ditjen Gakkum KLHK dan minta agar menurunkan tim untuk investigasi masalahnya,” kata Hanan A Rozak, Jum’at (19/1/2024) pekan lalu, sebagaimana dikutip dari harianmomentum.com.
Menurut mantan Bupati Tulangbawang itu, Ditjen Gakkum KLHK telah merespon informasi yang disampaikannya terkait penggundulan Hutan Kota di wilayah Kecamatan Way Halim dan Sukarame tersebut.
“Nanti ada tim yang turun untuk mengkaji. Biar masalahnya selesai. Kan ini terkait dengan lingkungan hidup. Pak dirjennya sudah ada respon,” ucap tokoh Partai Golkar Lampung itu.
Dikatakan, kawasan tersebut merupakan jalur hijau yang dijadikan sebagai Hutan Kota. Sehingga, pemerintah saat itu menanam pohon di lokasi tersebut.
“Yang nanam bukan pribadi, tapi pemerintah. Harapannya itu menjadi ruang terbuka untuk menyerap karbondioksida,” ujar Hanan seraya menegaskan, tanah yang berada di jalur hijau tidak bisa digunakan untuk pembangunan.
Menurut anggota Komisi IV DPR RI tersebut, dalam persoalan ini jangan bicara hak kepemilikan. Walaupun itu hak miliknya, tetapi tidak bisa digunakan untuk pembangunan, karena kawasan tersebut merupakan jalur hijau.
Hanan A Rozak juga sangat menyayangkan adanya penebangan ratusan pohon berusia puluhan tahun di Hutan Kota tersebut.
“Ini sama saja tidak menganggap pemerintah. Pohon-pohon itu kan aset pemerintah yang sudah berumur puluhan tahun. Kenapa kok semudah itu ditebang,” katanya lagi.
Sementara, pakar lingkungan dari Unila, Prof. Dr. Ir. Slamet Budi Yuwono, MS. IPU, menyampaikan, adanya aksi penebangan ratusan pohon penghijauan tersebut memberi dampak negatif bagi warga yang tinggal di Kelurahan Way Dadi, Way Dadi Baru, Kecamatan Sukabumi, dan Way Halim Permai, Kecamatan Way Halim.
“Dampak negatif penebangan ratusan pohon itu sangat memprihatinkan bagi kehidupan masyarakat sekitar. Karena dalam satu hektare kawasan penghijauan, menghasilkan sedikitnya 200 ton oksigen yang sangat dibutuhkan oleh masyarakat. Kalau saat ini ada 9 hektare lahan yang digunduli, berarti perusahaan itu telah menghilangkan sekitar 1.800 ton oksigen. Dan tentu saja ini merupakan persoalan berkait erat dengan kejahatan lingkungan,” tutur Prof. Slamet, Selasa (16/1/2024) silam.
Dikatakan, dibabat habisnya ratusan pohon penghijauan di kawasan kiri-kanan flyover Sultan Agung-Korpri dan samping kanan serta depan Transmart Lampung itu, juga mengakibatkan tidak terserapnya 4.500 ton CO2. Dimana dalam satu hektare pohon penghijauan berkemampuan menyerap CO2 sebanyak 500 ton.
“Jadi bisa dibayangkan akibat penggundulan pohon penghijauan itu. Polusi udara dari kendaraan bermotor yang lalulalang di Jln Bypass Soekarno-Hatta demikian padatnya atau industri yang ada di sekitar wilayah itu, saat ini tidak bisa lagi terserap. Masyarakat sekitar benar-benar menghadapi tragedi kemanusiaan yang cukup ironis akibat pembabatan kawasan ruang terbuka hijau tersebut,” lanjut Prof Slamet dengan nada prihatin.
Dikatakan, keberadaan pohon penghijauan sangat penting bagi masyarakat dan lingkungan. Karena memiliki fungsi melindungi erosi, menyerap polutan, dan menghasilkan oksigen.
“Jika sebuah perusahaan mengajukan Amdal namun sebelumnya telah dilakukan kegiatan di lapangan, maka harus ditolak. Bahkan harus langsung ditolak. Ini aturan yang bicara. Harus ada izin lingkungan dulu, dalam hal ini Amdal, baru boleh ada kegiatan di lapangan. Jangan dibalik-balik,” ucap Prof Slamet.
Ditambahkan, seharusnya Pemkot Bandar Lampung yang memfasilitasi atau melindungi ruang terbuka hijau (RTH), bukan justru membiarkan hancurnya kawasan tersebut. (fjr)