BANDAR LAMPUNG – Guna meningkatkan angka partisipasi pendidikan tinggi di Provinsi Lampung, Asosiasi Perguruan Tinggi Swasta Indonesia (APTISI) Wilayah II-B mengusulkan agar Pemerintah Provinsi (Pemprov) segera merancang dan memfasilitasi program Kartu Indonesia Pintar Daerah (KIPDa).
Inisiatif ini diharapkan menjadi solusi kolaboratif dalam mendukung generasi muda melanjutkan pendidikan ke jenjang perguruan tinggi, khususnya bagi kalangan kurang mampu.
Ketua APTISI Wilayah II-B Lampung, Firmansyah Y Alfian, menjelaskan bahwa upaya memperluas akses pendidikan tinggi perlu menjadi perhatian bersama, mengingat angka partisipasi kasar (APK) lulusan SMA/sederajat di Lampung yang melanjutkan ke perguruan tinggi saat ini masih berkisar di angka 22 persen. Capaian ini menempatkan Lampung sebagai salah satu provinsi dengan APK terendah di Indonesia.
“Pendidikan tinggi adalah kunci masa depan. Oleh karena itu, dibutuhkan kebijakan afirmatif seperti KIPDa yang bisa menjangkau anak-anak dari keluarga kurang mampu agar tetap bisa melanjutkan kuliah,” ujar Firmansyah, kemarin (27/9/2025).
Firmansyah menilai, tantangan APK tidak hanya berkaitan dengan daya tampung perguruan tinggi, tetapi juga kondisi sosial ekonomi masyarakat. Karena itu, ia menyarankan agar program beasiswa berbasis daerah seperti KIPDa dapat dihadirkan melalui skema kolaboratif antara pemerintah daerah dan perguruan tinggi swasta.
“Misalnya, biaya kuliah dibagi antara pemerintah dan yayasan PTS. Ini bisa menjadi bentuk nyata sinergi lintas sektor sekaligus meringankan beban mahasiswa,” jelasnya.
Ia menambahkan, banyak perguruan tinggi swasta di Lampung telah berkontribusi nyata dalam memberikan akses pendidikan tinggi, meskipun seringkali dihadapkan pada tantangan keterbatasan sumber daya dan rendahnya jumlah mahasiswa baru.
“Dari total APK 22 persen, hanya sekitar 10 persen yang masuk PTN, sementara sisanya, sekitar 12–13 persen, melanjutkan ke PTS. Namun angka ini tersebar di lebih dari 70 PTS. Artinya, setiap kampus hanya menerima rata-rata 200 mahasiswa baru, bahkan ada yang hanya 20–30 mahasiswa,” ungkapnya.
Firmansyah menekankan pentingnya memandang PTS sebagai mitra strategis dalam pembangunan SDM daerah, bukan sebagai pelengkap. Ia juga mendorong agar semua pihak, termasuk pemerintah kabupaten/kota, ikut terlibat dalam mendukung program semacam KIPDa.
“Jika program ini dijalankan bersama, maka manfaatnya bisa langsung dirasakan masyarakat. Ini sejalan dengan semangat pemerataan dan keadilan pendidikan,” imbuhnya.
Menanggapi kebijakan yang selama ini lebih banyak berfokus pada penguatan PTN, APTISI mengajak semua pemangku kepentingan untuk melihat ekosistem pendidikan tinggi secara menyeluruh dan inklusif.
“Setiap institusi memiliki perannya masing-masing. Baik PTN maupun PTS sama-sama penting dalam membentuk masa depan Lampung yang lebih maju dan berdaya saing,” kata mantan Rektor IIB Darmajaya itu.
Melalui usulan program KIPDa, APTISI berharap tercipta ruang dialog yang lebih terbuka antara pemerintah daerah dan lembaga pendidikan tinggi dalam merumuskan kebijakan strategis pendidikan. Dengan semangat kolaborasi, cita-cita menciptakan generasi unggul dan inklusif di Provinsi Lampung bukanlah hal yang mustahil. (*)