BANDAR LAMPUNG – Musibah banjir yang merata di Kota Bandar Lampung sejak Sabtu (24/2/2024) malam lalu, membuktikan bila Walikota Eva Dwiana tidak mampu memaksimalkan jajarannya dalam menjalankan tugas sesuai tupoksinya.
“Hal ini tidak lepas dari karakteristik Walikota yang lebih suka ‘jalan sendiri’ dan menganggap anak buahnya sebagai saingan kalau melakukan terobosan-terobosan program dan kegiatan. Padahal, kualitas SDM di jajaran Pemkot Bandar Lampung banyak yang mumpuni. Akibatnya, saat terjadi bencana, terdadaklah semuanya, tidak terkecuali Walikota,” tutur Direktur Masyarakat Peduli Demokrasi dan Hukum (MPDH) Provinsi Lampung, Jupri Karim, Minggu (25/2/2024) malam.
Jupri mengingatkan Walikota Eva Dwiana bahwa ia bukan “pemilik perusahaan”, melainkan pelayan masyarakat, yang didukung dengan sarana dan prasarana sangat memadai, termasuk kualitas SDM yang mumpuni.
“Sayangnya, meski sudah menjadi Walikota, Eva lebih suka ‘jalan sendiri’, mengambil inisiatif sendiri. Sehingga programnya ‘membelokkan sungai’ yang disampaikan saat debat kandidat menjelang pemilihan Walikota Bandar Lampung tahun 2019 silam, justru menjadi tertawaan masyarakat, apalagi videonya viral sekarang,” lanjutnya.
Menurut Jupri Karim, pernyataan Walikota Eva jika pemkot segera menganggarkan Rp 191 miliar untuk memperbaiki drainase setelah melihat keadaan wilayah yang kebanjiran, merupakan bentuk egoisme kepemimpinan yang tidak memiliki tolok ukur dalam hal keuangan dan penganggaran. Dan hal itu justru akan merepotkan jajarannya. Apalagi utang pemkot saat ini cukup besar.
Akibat gaya kepemimpinan Waikota Eva Dwiana yang kurang memaksimalkan potensi dan kemampuan jajarannya, sambung aktivis antikorupsi ini, Pemkot Bandar Lampung kurang melakukan langkah-langkah preventif atau kurang antisipasi sebelum datangnya musim hujan.
“Misalnya, dengan menggerakkan jajarannya memeriksa saluran air, dipastikan ada penyumbatan atau tidak. Juga memastikan para pengusaha properti, sudah sesuai dengan tata ruang atau tidak. Jangan-jangan, penyebab banjir karena daerah resapan dan serapan air sudah tidak berfungsi, karena banyak dibangun perumahan atau bangunan lain yang kurang memperhatikan dampak lingkungan,” urainya.
Jupri Karim mengingatkan, pejabat pemkot harus rajin turun ke lokasi rawan bencana sebelum musim hujan. Jangan setelah banjir, baru sibuk turun dan diekspos di media seolah-olah peduli.
“Hentikan langkah-langkah kamuflase semacam itu. Saatnya Walikota benar-benar serius mengemban amanat rakyat,” pungkas Jupri Karim.
Sementara Ketua Barisan Anak Lampung Analitik Keadilan (BALAK), Yuridhis Mahendra, menilai, peristiwa banjir yang merata di wilayah Kota Bandar Lampung dan terparah pada beberapa tahun belakangan ini, mestinya bisa membuat Walikota Eva Dwiana dan pejabat pemkot untuk instrospeksi.
“Karena sejak jauh hari, banyak pengamat dan tokoh peduli lingkungan yang telah mengingatkan soal kawasan resapan dan serapan air yang kini berubah fungsi. Pemkot harus berani mempertahankan kawasan penjaga lingkungan. Perusakan wilayah Hutan Kota di Way Halim, telah membuktikan bila apa yang dilakukan PT HKKB membawa bencana untuk masyarakat sekitar,” kata Yuridhis Mahendra yang biasa disapa Idris Abung.
Persoalan lain yang sesungguhnya bisa diantisipasi Pemkot Bandar Lampung, lanjutnya, adalah adanya penyempitan dan abrasi yang terjadi di beberapa sungai. Pendangkalan tidak ditangani secara serius. Padahal, ada ribuan kepala keluarga yang berdomisili di dekat sungai.
“Akibat banjir ini, berapa banyak kerugian material masyarakat. Apakah dengan pemkot memberi bantuan, semua sudah dianggap selesai. Tentu persoalannya tidak sesederhana itu. Saya berharap, Walikota Eva Dwiana benar-benar serius menangani masalah ini,” ucap Idris Abung, Minggu (25/2/2024) siang. (fjr)