JAKARTA – Pemerintah Republik Indonesia telah mengadopsi panduan pelindungan anak di ruang digital yang dirilis Persatuan Telekomunikasi Internasional atau International Telecommunication Union (ITU) sejak 2009 dan telah diperbarui pada 2020, untuk mengantisipasi berbagai ancaman kejahatan pada anak di internet.
“Panduan itu ditujukan kepada empat kelompok, yaitu anak-anak, orang tua/wali/atau edukator, industri, dan pembuat kebijakan,” kata Wakil Menteri Kementerian Komunikasi dan Informatika (Wamenkominfo), Nezar Patria, dalam keterangannya terkait Diskusi Publik Kecerdasan Buatan (AI) dengan tema AI for Child Online Protection di Jakarta, pada Senin (20/11/2023).
Menurut Wamenkominfo Nezar, panduan tersebut dapat digunakan untuk menciptakan ruang digital yang aman, partisipatori, inklusif, dan tepat secara usia untuk anak-anak.
“Bahkan ITU dengan National Cybersecurity Authority (NCA) dari Arab Saudi meluncurkan Program Creating a Safe and Prosperous Cyberspace for Children pada 2020 yang memiliki dua pilar, yaitu capacity building, dan policy support,” tuturnya.
Di samping panduan ITU, UNESCO’s Recommendation on the Ethics of Artificial Intelligence juga bisa menjadi acuan dalam melindungi anak-anak di ruang digital.
Sebab, di dalamnya terdapat bahasan seputar penggunaan teknologi kecerdasan buatan atau Artificial Intelligence (AI) dan dampaknya bagi anak-anak.
“Serta bagaimana tata kelola AI yang dapat memenuhi hak-hak dasar anak,” imbuh dia.
Lebih lanjut Wamenkominfo mengatakan, banyak negara di dunia memiliki kekhawatiran yang sama terhadap perkembangan AI.
Bahkan, setiap negara telah mencari cara untuk memitigasi risiko penggunaan AI, terutama bagi anak-anak.
“Mereka lah yang akan menjadi generasi penerus dan mereka sudah akrab dengan AI sejak dini, kita bisa bayangkan 10-15 tahun lagi mereka lah pengguna AI yang sangat aktif,” ujar Wamen Nezar.
Oleh karena itu,Nezar Patria mengajak semua pihak terlib semua pihak dalam merumuskan panduan dan mitigasi terhadap risiko negatif AI terhadap anak.
“(Anak-anak) mungkin lebih jago dari generasi sebelumnya karena mereka sudah berkenalan dengan AI sejak usia dini. Jadi perlu ada panduan-panduan etis, ataupun mitigasi risiko-risiko negatif yang mungkin terjadi pada anak,” katanya menandaskan. (ip)