BANDAR LAMPUNG – Kedodorannya pendapatan asli daerah (PAD) Pemprov Lampung selama beberapa tahun terakhir, tidak lain adalah akibat adanya kebijakan yang salah. Dimana dalam tiga tahun terakhir, Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) sebagai koordinator penangguk pendapatan justru “dinomor-duakan”.
“Sejarah mencatat, saat tengah serius-seriusnya Adi Erlansyah mengomandani Bapenda Lampung, ia mendapat tugas tambahan sebagai Pj Bupati Pringsewu pada 2022 lalu. Kepemimpinan harian dikendalikan oleh Sekretaris Bapenda. Tentu saja kondisi ini, langsung atau tidak, telah mempengaruhi kinerja pegawai, berdampak pada perolehan PAD yang jauh dari target,” kata pengamat politik pemerintahan dari PUSKAP Wilayah Lampung, Gunawan Handoko, Senin (3/2/2025) petang.
Menurut Gunawan Handoko, dalam satu pekan hari kerja, paling banyak dua kali saja Adi Erlansyah datang ke kantor Bapenda. Itu pun tidak rutin setiap pekan, dan berlangsung lama. Hanya sekadar mengontrol dan evaluasi saja. Namun pengawasan terhadap kinerja sama sekali tidak maksimal. Karena dia lebih konsentrasi menjalankan “tugas tambahan” sebagai Pj Bupati Pringsewu.
“Sampai pensiun dari PNS per 1 Maret 2024 lalu, Adi Erlansyah bisa dibilang tidak konsentrasi penuh dalam memimpin Bapenda Lampung. Karena dia tetap menjadi Pj Bupati Pringsewu dan melepas jabatan tambahan itu pun karena pensiun. Padahal, dia merupakan PNS yang sejak muda telah banyak berkecimpung dalam urusan pendapatan daerah, pernah juga bertugas di Dispenda Kota Bandar Lampung. Kalau bicara kemampuan, tidak perlu diragukan lagi. Tetapi, karena kebijakan Gubernur Lampung saat itu yang memberinya tugas tambahan, Bapenda menjadi dinomor-duakan,” tuturnya.
Sepensiunnya Adi Erlansyah, lanjut Gunawan Handoko, kendali kepemimpinan Bapenda Lampung ditangan Plt Kepala Bapenda, dijabat Jon Novri yang juga sekretaris OPD tersebut.
Ditambahkan oleh politisi Partai Ummat ini, Jon Novri masih kurang pengalaman untuk mengelola OPD dengan tugas strategis mencukupi kebutuhan dana pembangunan yang direncanakan Pemprov Lampung. Karena ia baru berkecimpung dalam urusan keuangan Pemprov Lampung setelah berada di BPKAD dalam beberapa waktu saja dan belum pernah bertugas di lingkungan Bapenda.
“Kalau bicara kemampuan, mungkin mampu. Namun, pengalaman mengelola OPD strategis seperti Bapenda, ia belum berkapasitas. Akibatnya, tidak terjadi terobosan-terobosan inovatif sehingga PAD jauh dari target,” Gunawan menambahkan.
Diuraikan, pada 20 September 2024, Pj Gubernur Samsudin melakukan mutasi besar-besaran di lingkungan Bapenda Lampung. Setidaknya 14 pejabat –eselon IV dan III- dipindahtugaskan. Termasuk Jon Novri. Penggantinya sebagai Sekretaris Bapenda adalah Armintoni, yang menurut rekam jejaknya memang pernah bertugas di lingkungan Bapenda Lampung, walau beberapa tahun terakhir menjadi analis data di Badan Penelitian dan Pengembangan Daerah (Balitbangda) Lampung.
“Ironisnya lagi, Pj Gubernur justru menunjuk Kepala Biro PJB menjadi Plt Kepala Bapenda. Artinya, kembali terjadi kesalahan mengambil kebijakan dalam penempatan pejabat pengendali OPD koordinator PAD tersebut. Bapenda lagi-lagi ‘dinomor-duakan’. Hal ini menunjukkan seakan-akan Bapenda bukan OPD strategis, tetapi begitu PAD kedodoran, semua tudingan mengarah pada Bapenda. Jadi, kalau PAD dalam tiga tahun terakhir ini jauh dari target, yang salah adalah pengambil kebijakan terkait penempatan pejabat pada OPD itu,” urai Gunawan Handoko panjang lebar seraya berharap, kesalahan serupa tidak dilakukan oleh Mirza-Jihan selaku Gubernur-Wagub Lampung mendatang.
Menurutnya, siapapun yang menjadi Kepala Bapenda ke depan harus mempunyai program atau strategi taktis realistis dan diberi target. Jika target tidak tercapai dalam waktu yang telah disepakati, wajib mengundurkan diri.
Sebelumnya, pakar hukum tata negara dan pemerintahan daerah, Dr. Wendy Melfa, meminta kepada Gubernur-Wagub mendatang untuk menggunakan pola meritsistem dalam rekrutmen dan penempatan pejabat, karena pola tersebut penting diterapkan dalam tata kelola pemerintahan yang baik.
Dengan menggunakan pola meritsistem, menurut mantan Bupati Lampung Selatan ini, akan tertata team work yang mempunyai skill, pengalaman, kemampuan manajerial yang dilandasi oleh SDM, dan pengetahuan. Sehingga hal-hal krusial tidak terjadi lagi, atau paling tidak bisa diminimalisir.
“Lha bagaimana OPD bisa melakukan inovasi atau terobosan yang kompetitif dan penyelenggaraan good goverment kalau bidang tugasnya saja tidak dikuasai. Apalagi ini OPD yang bidang tugasnya besar dan strategis menyangkut PAD sebagai salah satu indikator fiskal pemerintah,” ucap akademisi Universitas Bandar Lampung (UBL) ini.
Menurutnya, pendekatan meritsistem juga akan menempatkan pejabat yang profesional sekaligus mengantisipasi penempatan pejabat dengan hanya mengandalkan koncoisme, balas budi, balas jasa, “sekelik ekam”, dan lain-lain.
Sementara, pakar ekonomi kewilayahan, Asrian Hendy Caya, mengakui bila soal PAD memang krusial. Seingatnya, hanya Provinsi DKI dan Kabupaten Badung, Bali, yang PAD-nya berkontribusi besar terhadap pendapatan daerah.
“Melihat perkembangan PAD kita beberapa tahun ini, gimana ya, yah ada rasa prihatin. Padahal, banyak potensi yang bisa dimaksimalkan untuk mendongkrak PAD,” tutur Asrian Hendy Caya, Sabtu (1/2/2025) lalu, melalui pesan WhatsApp.
Bagaimana cara mendongkrak PAD? “Kalau mau mendongkrak PAD, yang utama Bapenda dituntut punya data wajib pajak (WP) daerah secara komprehensif. Data based ini penting, sebagai acuan dalam menentukan target pendapatan dan kinerja pencapaian pemungutan pajak,” jelas peneliti dari Pusiban Institute ini.
Terkait kedodorannya PAD beberapa tahun belakangan ini, BPK RI Perwakilan Provinsi Lampung dalam LHP Kinerja Atas Pengelolaan APBD Dalam Rangka Mendukung Pembangunan Nasional TA 2023 SD Semester I Tahun 2024 pada Pemprov Lampung, Nomor: 52/LHP/XVIII.BLP/12/2024, tanggal 20 Desember 2024, mengungkapkan akibat Kepala Bapenda belum memiliki pemahaman atas cara menganalisa indikator makro ekonomi dalam perhitungan penyusunan PAD, serta tata cara penganggaran PAD yang terukur dan rasional sesuai potensi daerah.
Dampak lanjutannya, menurut BPK, sampai saat ini Pemprov Lampung belum memiliki acuan rinci mekanisme terkait tata cara penyusunan, pengajuan, dan verifikasi perencanaan pendapatan yang terukur secara rasional.
Seperti diketahui, dari target PAD tahun 2023 sebesar Rp 4.808.699.109.382,17, realisasinya Rp 3.765.572.693.133,60 atau 78,31%. Terdiri dari pajak daerah Rp 3.232.821.385.715, retribusi daerah Rp 7.066.246.737, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan Rp 51.110.035.229,39, dan lain-lain PAD yang sah Rp 475.190.392.851,64.
Pada tahun 2024 dari target PAD Rp 5.150.954.989.413 versi APBD-P, realisasinya hingga semester I sebanyak Rp 2.808.290.060.369,69. Dengan perincian dari pajak daerah didapat Rp 2.269.562.593.011,70, retribusi daerah Rp 345.207.25.896,92, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan Rp 190.520.241.461,91, dan lain-lain PAD yang sah Rp 8.182.756.934,57. Sampai akhir tahun 2024, menurut anggota Komisi III DPRD Lampung, Munir Abdul Haris, berdasarkan pernyataan Plt Kepala Bapenda Lampung, Slamet Riadi, total PAD di angka Rp 3,3 triliun.
Pada tahun anggaran 2025 ini, dari target pendapatan daerah sebesar Rp 7.419.722.423.658,21, perolehan PAD dicanangkan Rp 4.016.582.534.326,21. Terdiri dari pajak daerah Rp 2.921.116.897.166, yang berasal dari pajak kendaraan bermotor (PKB) Rp 720.900.000.000, bea balik nama kendaraan bermotor (BBNKB) Rp 510.100.000.000, pajak bahan bakar kendaraan bermotor (PBBKB) Rp 940.000.000.000, pajak air permukaan (PAP) Rp 8.000.000.000, pajak rokok Rp 739.086.897.166, pajak alat berat (PAB) Rp 1.000.000.000, dan opsen pajak mineral bukan logam dan batuan (MBLB) Rp 2.050.000.000. Sedangkan retribusi ditarget Rp 450.121.878.920. (fjr)