HeadlineHukum & KriminalLampung RayaPendidikan

Dana BOS di Kota Bandarlampung Rp. 4,7 Miliar Bermasalah

BANDAR LAMPUNG  –  Penggunaan dana bantuan operasional sekolah (BOS), terus saja menuai masalah. Seperti yang terjadi di Kota Bandar Lampung.

Sebagaimana diketahui, pada APBD 2022 lalu Pemkot Bandar Lampung menganggarkan dana BOS sebesar Rp 99.034.181.101, dan terealisasi Rp 95.616.484.813 atau 96,55%.
Dari anggaran mendekati Rp 100 miliar tersebut, ditengarai terjadi salah penggunaan sebanyak Rp 4.753.883.800. Anehnya, terdapat anggaran Rp 4.735.919.500 yang diberikan kepada ratusan “guru ilegal”, yaitu para guru tidak tetap yang belum tercatat pada administrasi dapodik dan guru tidak tetap yang belum memiliki NUPTK.

Mengacu pada LHP BPK RI Perwakilan Lampung atas Laporan Keuangan Pemkot Bandar Lampung Tahun 2022, diketemukan adanya realisasi belanja dana BOS yang tidak sesuai ketentuan. Di antaranya adalah pemberian honorarium bagi 149 orang guru tidak tetap yang belum tercatat dalam dapodik, dengan menggunakan anggaran sebanyak Rp 1.150.210.000.

Selain itu, juga terjadi penyimpangan yang dilakukan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Bandar Lampung dengan menggelontorkan dana BOS sebanyak Rp 3.585.709.500 diberikan kepada 405 orang guru tidak tetap yang belum memiliki NUPTK.

Atas kasus pemberian honorarium kepada 554 orang “guru ilegal” menggunakan dana BOS 2022 sebesar Rp 4.735.919.500 tersebut, BPK RI Perwakilan Lampung merekomendasikan kepada Kepala Disdikbud Bandar Lampung untuk mengembalikan keseluruhan dana yang dibagikan kepada pihak yang tidak sesuai ketentuan petunjuk teknis penggunaan dana BOS itu ke kas daerah.

Sebagaimana diberitakan sebelumnya, dari uji petik yang dilakukan BPK RI Perwakilan Lampung hanya kepada lima SMPN dan 10 SDN dari ratusan lembaga pendidikan negeri yang menjadi tanggung jawab Disdikbud Bandar Lampung, terkait bukti pertanggungjawaban atas penggunaan dana BOS, diketemukan adanya realisasi yang tidak sesuai ketentuan sebanyak Rp 4.735.883.800.

Dari penyimpangan sebesar Rp 4,7 miliar itu, yang dalam pelaksanaannya tidak sesuai petunjuk teknis dan telah mengemplang uang BOS sebesar Rp 28.132.000, karena dipakai untuk biaya makan minum harian para guru.

Hal itu terjadi pada SDN 2 Rawa Laut, yang memakai dana BOS untuk makan minum guru sebanyak Rp 26.382.000, dan di SDN I Langkapura Rp 1.750.000.

Yang lebih parah terjadi pada SDN I Sukarame. Menurut pemeriksaan BPK, terdapat penggunaan dana BOS untuk pembayaran honor kepada lima guru tidak tetap dengan nominal seharusnya masing-masing menerima Rp 900.000 per-bulan. Sehingga total dana yang dikeluarkan dari dana BOS sebesar Rp 54.000.000.

Namun faktanya, kelima guru tidak tetap tersebut hanya diberi honor per-bulan antara Rp 500.000 sampai Rp 600.000 dari yang seharusnya Rp 900.000 sesuai SK Kepala SDN I Sukarame.

Lalu uang potongan dari hak lima guru tidak tetap tersebut untuk apa? Baik Kepala SDN I Sukarame maupun Bendahara BOS mengajukan alasan, selisih pembayaran honor terhadap lima guru tidak tetap digunakan untuk membiayai kegiatan sekolah yang tidak terduga.

Ironisnya, Kepala SDN I Sukarame dan Bendahara BOS tidak bisa menunjukkan bukti adanya kegiatan tidak terduga dimaksud.

Atas adanya pemotongan honor terhadap lima orang guru tidak tetap, terdapat penyimpangan penggunaan dana BOS sebesar Rp 21.600.000.

Juga ditemukan penyimpangan penggunaan dana BOS pada SDN I Sukarame, SDN I Kota Karang, SDN I Langkapura, SDN I Palapa, SDN I Rawa Laut, SDN I Sukabumi, dan SMPN 19 Bandar Lampung menyangkut pemberian honor tenaga kependidikan yang melebihi SK, pemberian snack kegiatan, nilai pada bukti pertanggungjawaban lebih rendah dibandingkan dengan nilai pada SPJ, hingga kegiatan yang beririsan serta tidak terdapat pelaporan pertanggungjawaban belanja BOS.

Dari penggunaan yang tidak sesuai dengan kondisi sebenarnya ini, telah terjadi penyimpangan penggunaan dana BOS sebesar Rp 16.420.600.

Dimana pada SDN I Kota Karang dari nilai realisasi belanja Rp 19.500.000, nilai belanja riil hanya Rp 14.000.000, terdapat selisih Rp 5.500.000.

Pada SDN I Langkapura, dari nilai realisasi belanja Rp 3.150.000, belanja riil Rp 1.050.000, sehingga terdapat selisih Rp 2.100.000.

Yang terjadi pada SDN I Palapa sangat keterlaluan. Dari nilai realisasi belanja Rp 2.310.000, nilai riilnya 0 alias tidak dipergunakan, sehingga tercatat selisihnya Rp 2.310.000.

Sedang pada SDN I Sukabumi, dengan nilai realisasi belanja Rp 1.200.000, realisasi riilnya Rp 836.600, dengan demikian ada selisih Rp 363.400. SDN 2 Rawa Laut dengan realisasi belanja Rp 7.450.000, belanja riilnya Rp 5.615.300, terdapat selisih Rp 1.834.700.

Dan pada SDN I Sukarame dengan nilai realisasi belanja Rp 1.800.000, belanja riil Rp 630.000, terjadi selisih Rp 1.170.000.
Sementara di SMPN 19 Bandar Lampung dari realisasi belanja Rp 8.142.500, yang riil sebesar Rp 5.000.000, sehingga terjadi selisih Rp 3.142.500.

Terkait dengan penggunaan dana BOS yang tidak didukung bukti pertanggungjawaban terjadi pada tujuh lembaga pendidikan dengan nilai Rp 14.691.700.

Hal itu terjadi pada SDN I Kota Karang sebesar Rp 1.000.000, SDN I Langkapura Rp 1.525.000, SDN I Palapa Rp 6.178.500, dan SDN I Sukabumi Rp 840.000.
Selanjutnya pada SDN I Sukarame sebesar Rp 2.210.000, SMPN 19 Bandar Lampung Rp 1.978.200, dan SMPN 14 Bandar Lampung senilai Rp 960.000.

Terkait dengan realisasi dana BOS yang banyak terjadi penyimpangan ini, Ketua Komunitas Minat Baca Indonesia (KMBI) Provinsi Lampung, Gunawan Handoko, minta Walikota Eva Dwiana dan DPRD Bandar Lampung untuk menyikapi dengan serius.

“Kalau dana sebesar itu masuk ke kas daerah, kan bisa dipergunakan untuk membantu anak didik yang masuk program biling. Persoalannya, sampai saat ini dana BOS yang disimpangkan itu masih menggantung. Tidak jelas apakah sudah dikembalikan oleh yang menggunakannya atau justru dipergunakan untuk hal-hal lain,” imbuhnya.

Ia minta DPRD Bandar Lampung untuk memanggil Kepala Disdikbud guna mempertanggungjawabkan penggunaan dana BOS yang tidak sesuai ketentuan.

“Tugas pengawasan Dewan harus dimaksimalkan. Nyata-nyata ada penyimpangan penggunaan APBD, kok diam saja,” kata Gunawan Handoko, yang juga politisi senior dari Partai Ummat. (fjr)

Related Posts

Load More Posts Loading...No More Posts.