BANDA ACEH – Cucu Sultan Aceh yang juga Pemimpin Darud Donya, Cut Putri, meminta Pemerintah Pusat menghentikan proyek IPAL pembuangan limbah tinja manusia di kawasan pemakaman raja dan ulama serta Istana Kerajaan Aceh, yang merupakan Titik Nol Kerajaan Aceh Darussalam. Kawasan awal mula lahirnya Kerajaan Aceh ini terletak di Gampong Pande Bandar Aceh Darussalam, Banda Aceh, yang sejak dulu dikenal sebagai kawasan bersejarah.
“Pada zaman dahulu kawasan ini dikenal dengan nama Gampong Sultan meliputi Gampong Pande, Keudah, Gampong Jawi, Kandang dan Merduati. Sehingga di lima kawasan ini terdapat banyak temuan situs makam era kerajaan hingga mencapai ribuan, terdapat struktur bangunan-bangunan kuno, sebaran artefak, dan benda-benda bersejarah lainnya,” kata Cut Putri dalam rilisnya.
Gampong Pande sebagai Titik Nol Kesultanan Aceh Darussalam dikenal sebagai Kampung Seribu Nisan, yang sejak tahun 2014 oleh Pemko Banda Aceh telah dijadikan Desa Wisata Situs Sejarah sebagai kawasan cagar budaya paling terkenal di Banda Aceh.
Darud Donya menyesalkan sikap Pemerintah Pusat yang ngotot melanjutkan proyek IPAL di Gampong Pande, walaupun tahu bahwa Titik Nol Kesultanan Aceh di Gampong Pande adalah situs bersejarah yang sangat penting.
“Ini sungguh sangat miris, tidak ada sedikit pun penghargaan negara terhadap para pahlawan terdahulu yang telah berjasa. Sebuah bangsa dikenal dari sejarah masa lalunya. Apa yang dapat dibanggakan dari sebuah bangsa yang menghancurkan peradaban masa lampau,” ujar Cut Putri.
Kawasan situs sejarah Gampong Pande sudah diteliti peneliti lokal, nasional bahkan peneliti internasional. Sehingga eksistensi mengenai situs sejarah cagar budaya Gampong Pande sudah diketahui semua pihak bahkan oleh Pemerintah Banda Aceh.
Namun, sikap melanjutkan proyek IPAL di Gampong Pande dari Pemerintah Pusat dan Pemerintah Kota Banda Aceh, yang tidak mau memindahkan lokasi proyek IPAL dari kawasan makam raja dan ulama Aceh sangat patut dipertanyakan.
“Ada apa ini? Apa sebenarnya tujuan Pemerintah Pusat di Gampong Pande? Kenapa Pemerintah Pusat ngotot melanjutkan proyek IPAL di Gampong Pande,” Cut Putri mempertanyakan.
Beberapa waktu lalu Hikayat Aceh Sultan Iskandar Muda dan Laksamana Malahayati sudah diakui UNESCO. Sekarang Gampong Pande dan Kawasan Bersejarah Gampong Sultan serta para Ulama dan Syahbandar sedang proses didaftarkan ke UNESCO.
“Namun kami sangat terkejut kenapa secara tiba-tiba tanpa apapun, Pemerintah Pusat sudah melakukan pembangunan pipa proyek IPAL dari Gampong Pande kawasan Kuta Farushah Pindi Darul Makmur, ke Peuniti kawasan Kuta Dalam Istana Darud Donya, tempat bertahta dan dikuburkan yang mulia Sultan Aceh yang agung Sultan Iskandar Muda Perkasa Alam Darmawangsa Tun Pangkat. Sungguh sangat dipertanyakan pemasangan pipa proyek IPAL secara mendadak dan menutup jalan, ada apa sebenarnya ini,” kata Cut Putri.
Darud Donya meminta Pemerintah Pusat menghentikan proyek IPAL di Kawasan Gampong Pande, dan pemasangan pipa karena akan merusak situs sejarah.
“Pindahkan proyek IPAL ke lokasi lain yang tidak menganggu kawasan situs sejarah cagar budaya,” tegas Cut Putri.
Situs sejarah dilindungi undang-undang dan hukum internasional. PBB telah meminta semua pihak melindungi situs sejarah peradaban masa lampau di seluruh dunia.
“Jika Aceh kehilangan sejarah bukan Aceh saja yang merasakan efeknya, namun seluruh dunia melayu dan seluruh dunia Islam akan kehilangan jati dirinya,” ujar Cut Putri.
Aceh pada zaman dahulu merupakan pusat peradaban Islam di Asia Tenggara. Menjaga situs sejarah Aceh bukan hanya kewajiban bangsa Aceh saja, namun juga kewajiban dunia internasional, termasuk negara-negara Melayu, negara-negara Islam dan PBB.
“Orang-orang dan bangsa tanpa pengetahuan tentang sejarah masa lalu, asal-usul dan budaya, maka mereka seperti pohon tanpa akar,” tegas Cut Putri.(ps)