JAKARTA – Dewan Pers telah mengeluarkan peraturan tentang pedoman pemberitaan isu keberagaman. Ini sebagai bentuk pencegahan menguatnya politik identitas di media massa jelang Pemilihan Umum (Pemilu) 2024.
“Kita sudah mengeluarkan pedoman pemberitaan yang berperspektif keberagaman. Jadi, kita tahu bahwa salah satu tantangan dalam pemberitaan itu yang memiliki potensi isu SARA, atas nama agama, atas nama kepentingan politik tertentu, lalu melakukan berbagai bentuk diskriminasi,” kata Ketua Dewan Pers Ninik Rahayu , Rabu (18/1/2023)
Dia mengatakan pedoman yang dikeluarkan pada penghujung 2022 menjadi pedoman pula bagi aparat penegak hukum dalam melakukan pemeriksaan terhadap kasus pemberitaan. Khususnya, terkait karya jurnalistik yang melakukan pelanggaran kode etik keberagaman.
Ninik menyebut tugas selanjutnya ialah menyosialisasikan Peraturan Dewan Pers tentang Pedoman Pemberitaan Isu Keberagaman tersebut kepada insan pers.
“Tahun 2023 ini saya akan meminta kepada perusahaan-perusahaan pers untuk melakukan internalisasi di perusahaan pers masing-masing,” kata dia.
Ninik menyebut pedoman pemberitaan isu keberagaman tersebut akan menjadi bagian dari materi uji kompetensi wartawan yang dilakukan Dewan Pers. Jadi, salah satu materi yang diuji adalah perspektif gender, perspektif kesetaraan dan keadilan.
“Perspektif keberagaman, perspektif pada kode etik jurnalistik, termasuk perspektif terhadap anak dan disabilitas,” jelas dia.
Ketua Komisi Hubungan Antar-Lembaga dan Luar Negeri Dewan Pers Totok Suryanto mengatakan bahwa Dewan Pers saat ini sedang merencanakan kerja sama nota kesepahaman dengan pihak penyelenggara pemilu.
Sementara Ketua Komisi Pengaduan dan Penegakan Etika Pers Dewan Pers Yadi Hendriana menyatakan perlindungan terhadap pewarta atau jurnalis tidak mengalami perbedaan pada tahun pemilu. Termasuk, akan tetap menindaklanjuti kasus-kasus kekerasan terhadap jurnalis, mulai dari bentuk intimidasi hingga kekerasan fisik.
“Seandainya berhubungan dengan karya jurnalistik maka dia mendapat hak perlindungan. Kalau seandainya karya jurnalistiknya ada sedikit mungkin tanpa verifikasi atau diprotes dan lain-lain, hanya ada dua yang dilakukan, yaitu hak jawab dan hak koreksi,” kata dia.
Ia menyebut Dewan Pers juga telah memiliki satuan tugas (satgas) antikekerasan terhadap jurnalis.
Sebelumnya, pada Juni 2022, Kapolri Jenderal Polisi Listyo Sigit Prabowo menerima kunjungan jajaran pengurus Dewan Pers membahas kerja sama dan memperkuat kemitraan untuk mencegah politik identitas menjelang Pemilu 2024.
“Jadi, ini yang tadi kami bahas dan sepakat, ke depan kami harus menjaga ini semua sehingga kami bisa memberikan literasi pendidikan tentang bagaimana bersama-sama menjaga politik yang sehat yang tentunya ini menjadi perhatian kami bersama,” kata Listyo usai pertemuan tersebut. (lp)