BANDA ACEH – Direktur Rumah Sakit Umum Daerah Aceh Tamiang, Andika Putra, membatah jika dokter kandungan berinisial EA melakukan malpraktek. Menurutnya, EA sudah melaksanakan tugas medis sesuai prosedur.
“Jadi kain kasa yang tertinggal pada pasien RD (30) itu bukan malpraktek, melainkan kejadian yang tidak diharapkan,” kata Andika kepada AJNN, Rabu, 15 November 2023.
Andika menjelaskan malpraktek merupakan sesuatu hal disengaja dilakukan. Padahal itu dilarang atau tidak dibolehkan dalam penanganan medis.
“Misalnya klinik aborsi padahal kan itu dilarang. Seperti itu disebut malpraktek, kalau ini bukan malpraktek, ini kejadian yang tidak diharapkan,” sebut Andika.
Dalam kasus yang menimpa pasien RD, kata Andika, berawal saat pasien dilahirkan oleh bidan desa. Namun plasentanya tidak bisa dikeluarkan sehingga terjadi pendarahan hebat.
“Kemudian pasien tersebut harus dirujuk ke RSUD Aceh Tamiang,” ujar Andika.
Menurut Andika, kondisi pasien saat dirujuk ke RSUD Aceh Tamiang dalam keadaan sangat kritis. Dokter EA yang melihat kondisi tersebut, kata Andika, menginstruksikan supaya dilakukan operasi guna mengeluarkan plasenta yang masih tertinggal.
Setelah operasi dilakukan dan berhasil, kata Andika, pendarahan dari dalam lahir masih terjadi. Sebab itu dipasang tampon atau kain kasa tersebut.
“Kemudian pasien dimasukan ke dalam Ruang ICU. Namun di sini tampon yang seharusnya dikeluarkan tidak terkeluarkan secara utuh, sebagian kecil yang tertinggal ini tidak terdeteksi karena di dalam jalan lahir, sehingga setelah beberapa bulan ketahuan di dokter lain,” sebutnya.
Andika mengatakan saat kondisi pasien mulai pulih, mereka protes ke rumah sakit. Padahal pihaknya sudah berusaha melakukan mediasi dan memberi penjelasan terkait insiden tersebut.
“Namun belum sempat bertemu sehingga membuat laporan,” sebutnya. Andika mengaku dirinya dan dokter EA telah dipanggil pihak kepolisian untuk memberikan keterangan.
Sementara itu, pihaknya akan melibatkan perhimpunan untuk melakukan audit sejauh mana kelalaian dokter tersebut terjadi.
“Ada sanksi jika memang terbukti, seperti disiplin, skors, bisa macam-macam tergantung akibat yang disebabkan, apakah kematian atau cacat permanen, ini kan tidak terjadi seperti itu, tapi memang terjadi trauma mendalam bagi korban,” ujarnya. (ajnn).