BANDAR LAMPUNG – Tindak lanjut penanganan kasus dugaan tindak pidana korupsi pada Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (LPPM) Unila periode 2020-2022 yang ditengarai merugikan keuangan negara hingga miliaran rupiah, saat ditunggu perkembangannya oleh masyarakat Lampung. Seperti yang dipertanyakan oleh Wiliyus Prayietno, SH, MH, ketua Lembaga Transformasi Hukum Indonesia (THI) Provinsi Lampung.
“Sudah enam bulan lebih dilakukan penyelidikan dalam perkara ini. Semestinya Kejati Lampung membuka hasil penyelidikannya itu seperti apa. Bisa naik status ke penyidikan atau dihentikan, sehingga ada kepastian hukum,” ucap Wiliyus Prayietno yang juga dikenal sebagai advokat senior di Lampung, sebagaimana dikutip dari be1lampung.com, Selasa (26/9/2023).
Diuraikan, pada perkara dugaan tindak pidana korupsi pada LPPM Unila tahun 2020-2022 tersebut, ditengarai merugikan keuangan negara hingga miliaran rupiah. Dan pihak Kejati Lampung telah menindaklanjuti hal ini sesuai surat perintah penyelidikan nomor: Print-05/LB/Fd/03/2023 tanggal 15 Maret 2023.
Wiliyus menambahkan, beberapa saksi juga telah dimintai keterangan oleh Kejati. Di antaranya Dr Ida Budiarti, Dr Ika Kustiani, Dr Budiyono, Dr Trio Santoso, dan Dr Robi Cahyadi.
Dijelaskan, menurut survei beberapa waktu lalu, tingkat kepercayaan publik pada Kejaksaan berada di level tertinggi, yaitu 81,2%. Hasil survei ini merupakan yang tertinggi diperoleh Kejaksaan sejak tahun 1999, yang biasanya hanya berada di angka 60%.
“Tentu kita tidak mengharapkan, tren kepercayaan publik menjadi menurun akibat adanya ketidakpastian dalam penegakan hukum, khususnya pada aparat Kejati Lampung dalam menangani dugaan tindak pidana korupsi pada proyek penelitian di Unila tahun 2020 hingga 2022 itu,” katanya lanjut.
Sementara, Agus Bhakti Nugroho, SH, MH, sebagai kuasa hukum dari LSM Komite Pemantau Pembangunan dan Hak Asasi Manusia (KPP-HAM) yang melaporkan perkara ini ke Kejati Lampung, menyatakan optimismenya kasus dugaan korupsi pada LPPM Unila periode 2020-2022 akan terus berlanjut.
Optimisme Agus BN ini karena percaya jika aparat Kejati Lampung yang menyelidiki perkara tersebut menemukan adanya unsur-unsur tindak pidana KKN pada proyek pengadaan barang dan jasa serta penelitian pada lembaga itu.
“Kasus ini sangat terang benderang dan vulgar,” ucap Agus BN sambil menambahkan, pihaknya sejak awal pelaporan telah memberikan bukti surat, dokumen dan nama para saksi.
Mengenai pola praktik di LPPM Unila yang berindikasi KKN, Agus BN menjelaskan, dengan meminjam nama dan diiming-iming uang dalam jumlah tertentu. Misalnya, proyek penelitian senilai Rp 175 juta, yang namanya dipinjam sebagai peneliti, diberi kompensasi Rp 25 juta. Sisanya diberikan kepada oknum pejabat di Unila.
“Dalam perkara ini banyak internal di Unila yang memberi info valid. Diestimasi terjadi kerugian negara sebesar Rp 1.128.000.000,” kata Agus BN.
Ditegaskan, ia dan kawan-kawan yang diberi kuasa oleh LSM KPP-HAM melaporkan perkara ini ke Kejati dengan ikhlas tanpa menerima bayaran apapun, karena mendapat dukungan moral dari para guru besar, dosen, karyawan hingga staf di Unila.
“Saya dan kawan-kawan berani maju dengan melakukan upaya hukum ini semata-mata demi perbaikan kampus Unila yang merupakan almamater saya juga,” tegasnya dan menambahkan, ada tiga nama pejabat Unila yang terduga sebagai terlapor dalam perkara LPPM Unila ini. (fjr)