HeadlineHukum & KriminalLampung RayaPendidikan

DPRD Dorong APH Cek Persoalan Dugaan Tipikor di Disdikbud Balam

BANDAR LAMPUNG – Banyaknya masalah terkait penyimpangan penggunaan anggaran yang berindikasi masuk dalam ranah tindak pidana korupsi pada

Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Kota Bandar Lampung, mendapat perhatian serius dari anggota Komisi 4 DPRD, Hermawan.

“Apapun atau siapapun juga yang dalam realisasi penggunaan anggaran tidak sesuai regulasi dan ada dugaan tindak pidana korupsi, saya menyarankan kepada aparat penegak hukum (APH) untuk melakukan pengecekan,” kata politisi asal Partai Gerindra itu, Kamis (5/10/2023) siang.

Menurut politisi muda potensial itu, apa yang selama ini terjadi di lingkungan Disdikbud Kota Bandar Lampung mendapat perhatian serius dari anggota Komisi 4 DPRD sebagai mitra kerjanya.

Hermawan mengaku, bila dugaan penyimpangan penggunaan anggaran hanya bersifat administratif, Komisi 4 DPRD Bandar Lampung bisa memberi saran dan langkah-langkah penyelesaian melalui rapat dengar pendapat.

“Tapi kalau fakta penyimpangannya melanggar regulasi dan terindikasi ada tindak pidana korupsinya, kami menyarankan APH untuk segera melakukan pengecekan. Karena anggaran yang digunakan Disdikbud adalah uang rakyat Bandar Lampung, yang mesti dipertanggungjawabkan sesuai ketentuan perundang-undangan,” ucap Hermawan yang berlatarbelakang advokat.

Saran yang disampaikan Hermawan agar APH segera melakukan pengecekan terhadap berbagai persoalan di Disdikbud, menurut penelusuran, sesuai dengan “deadline” yang diberikan Kejaksaan Negeri.

Menurut informasi, terkait dengan temuan BPK RI Perwakilan Lampung tahun 2022, pihak Kejari jauh-jauh telah melayangkan surat kepada OPD terkait melalui Walikota, untuk menjalankan rekomendasi BPK berupa pengembalian anggaran yang disimpangkan sesuai temuan ke kas daerah, maksimal tanggal 4 Oktober 2023. Jika melewati batas waktu yang telah ditentukan, pihak Kejari akan melakukan penelisikan untuk selanjutnya dibawa ke ranah pidana khusus.

Sebagaimana diberitakan sebelumnya, diam-diam Disdikbud Bandar Lampung selama ini banyak menyimpan masalah.
Institusi yang menaungi dunia pendidikan tingkat SD hingga SMP dikepalai Eka Afriana -kembaran Walikota Eva Dwiana-, ditengarai bukan hanya terlilit skandal penyimpangan penggunaan dana BOS tahun 2022 sebesar Rp 4,7 miliar saja.

Namun juga terungkap carut-marutnya realisasi program rehabilitasi gedung SMP di 2022 silam, yang hingga saat ini masih menggantung penyelesaiannya.

Untuk diketahui, pada APBD Bandar Lampung tahun 2022, Disdikbud disiapkan anggaran sebesar Rp 27.411.828.877 untuk belanja jasa pemeliharaan gedung dan bangunan. Yang hingga akhir tahun anggaran terealisasi Rp 19.463.315.493 atau 71%.

Anggaran tersebut diwujudkan dalam 12 paket pekerjaan dengan 14 penyedia jasa konstruksi.

Hasil pemeriksaan BPK RI Perwakilan Lampung atas dokumen kontrak hingga pengujian fisik secara uji petik bersama PPK, penyedia jasa konstruksi juga konsultan pengawas, dari 12 paket pekerjaan rehabilitasi gedung SMP tersebut, diketahui adanya kekurangan volume sebesar Rp 37.542.980,18 dan tidak sesuai spesifikasi senilai Rp 13.585.604,63. Bila ditotalkan sebanyak Rp 51.128.584,81.

Dimana saja program rehabilitasi gedung SMP di lingkungan Disdikbud Bandar Lampung yang bermasalah? Mengutip dari LHP BPK atas Laporan Keuangan Pemkot Bandar Lampung Tahun 2022, diuraikan ada 10 item pekerjaan yang terbukti kekurangan volume. Yaitu rehab ruang laboratorium IPA SMPN 20 yang dikerjakan CV BYP dengan anggaran Rp 314.709.000, terdapat kekurangan volume sebesar Rp.10.808.701,47, dan rehab toilet jamban juga di SMPN 20 dengan anggaran Rp 198.222.000 yang dikerjakan CV Kn terdapat kekurangan volume sebesar Rp 3.637.743,79.
Sedang rehab ruang kelas SMPN 17 dengan anggaran Rp 1.543.674.000 yang dikerjakan CV GJP terdapat kekurangan volume Rp.1.960.650,96. Rehab ruang laboratorium IPA SMPN 17 dengan anggaran Rp.248.249.000 yang ditangani CV AK juga kekurangan volume senilai Rp 4.622.809,37. Rehab ruang UKS di sekolah ini juga bermasalah. Dari anggaran Rp 127.200.000 yang dikerjakan CV RO diketemukan kekurangan volume Rp 2.926.679,25. Masih pekerjaan ditangani CV RO yaitu rehab toilet jamban dengan dana Rp 197.500.000, ada kekurangan volume Rp 173.540,46.

Sementara rehab ruang kelas di SMPN 13 dengan anggaran Rp 1.435.682.000 yang dikerjakan CV APJ terjadi kekurangan volume Rp 1.878.961,34. Pun rehab ruang UKS-nya. Dengan anggaran Rp 128.500.000 yang ditangani CV BB ditemukan kekurangan volume Rp 1.817.852,70.
Rehab ruang kelas di SMPN 10 yang juga dikerjakan CV APJ dengan anggaran Rp.1.331.290.600, terungkap adanya kekurangan volume senilai Rp 9.313.151,11. Dan rehab ruang tata usaha SMPN 15 yang dianggarkan Rp 267.965.000, dengan penyedia jasa konstruksi CV RG, terjadi kekurangan volume pekerjaan sebesar Rp.402.889,73.

Pekerjaan rehab gedung yang bermasalah dalam spesifikasinya, terdiri dari ruang kelas SMPN 17 yang dikerjakan CV GJP. Dari anggaran Rp 1.543.674.000, diketahui tidak sesuai spesifikasi senilai Rp 8.327.727,92.
Pun rehab ruang laboratorium IPA SMPN 17 dengan anggaran Rp 248.249.000 yang ditangani CV AK terjadi ketidaksesuaian spesifikasi sebesar Rp 1.520.611,23.

CV AK yang juga mengerjakan rehab ruang laboratorium komputer SMPN 17 meninggalkan masalah. Dari anggaran Rp 293.450.000, yang tidak sesuai spesifikasi sebesar Rp 2.153.582,81.

Masih di SMPN 17, rehab ruang UKS juga tidak sesuai spesifikasi senilai Rp 988.030,92, dari anggaran Rp 127.200.000 yang dikerjakan CV RO. Dan rehab toilet jamban pada SMPN 15 dengan anggaran Rp 108.072.000 yang ditangani CV RS, diketahui yang tidak sesuai spesifikasi senilai Rp 594.651.75.

Menurut penelusuran, seperti juga skandal penyimpangan penggunaan dana BOS mencapai Rp 4,7 miliar, temuan BPK terhadap proyek rehab gedung SMPN di lingkungan Disdikbud Kota Bandar Lampung ini, hingga sekarang kerugian atas keuangan daerah belum dikembalikan ke kas daerah.

Sebelumnya diberitakan, pada APBD 2022 lalu Pemkot Bandar Lampung menganggarkan dana BOS sebesar Rp 99.034.181.101, dan terealisasi Rp 95.616.484.813 atau 96,55%.
Dari anggaran mendekati Rp 100 miliar tersebut, ditengarai terjadi salah penggunaan sebanyak Rp 4.753.883.800. Anehnya, terdapat anggaran Rp 4.735.919.500 yang diberikan kepada ratusan “guru ilegal”, yaitu para guru tidak tetap yang belum tercatat pada administrasi dapodik dan guru tidak tetap yang belum memiliki NUPTK.

Mengacu pada LHP BPK RI Perwakilan Lampung atas Laporan Keuangan Pemkot Bandar Lampung Tahun 2022, diketemukan adanya realisasi belanja dana BOS yang tidak sesuai ketentuan. Di antaranya adalah pemberian honorarium bagi 149 orang guru tidak tetap yang belum tercatat dalam dapodik, dengan menggunakan anggaran sebanyak Rp 1.150.210.000.

Selain itu, juga terjadi penyimpangan dengan menggelontorkan dana BOS sebanyak Rp 3.585.709.500 kepada 405 orang guru tidak tetap yang belum memiliki NUPTK.

Atas kasus pemberian honorarium kepada 554 orang “guru ilegal” menggunakan dana BOS 2022 sebesar Rp 4.735.919.500 tersebut, BPK RI Perwakilan Lampung merekomendasikan kepada Kepala Disdikbud Bandar Lampung untuk mengembalikan keseluruhan dana yang dibagikan kepada pihak yang tidak sesuai ketentuan petunjuk teknis penggunaan dana BOS itu ke kas daerah.

Sementara itu, dari uji petik yang dilakukan BPK RI Perwakilan Lampung hanya kepada lima SMPN dan 10 SDN dari ratusan lembaga pendidikan negeri yang menjadi tanggung jawab Disdikbud Bandar Lampung, terkait bukti pertanggungjawaban atas penggunaan dana BOS, diketemukan adanya realisasi yang tidak sesuai ketentuan sebanyak Rp.4.735.883.800.

Dari penyimpangan sebesar Rp 4,7 miliar itu, yang dalam pelaksanaannya tidak sesuai petunjuk teknis dan telah mengemplang uang BOS sebesar Rp 28.132.000, karena dipakai untuk biaya makan minum harian para guru.

Hal itu terjadi pada SDN 2 Rawa Laut, yang memakai dana BOS untuk makan minum guru sebanyak Rp 26.382.000, dan di SDN I Langkapura Rp 1.750.000.

Yang lebih parah terjadi pada SDN I Sukarame. Menurut pemeriksaan BPK, terdapat penggunaan dana BOS untuk pembayaran honor kepada lima guru tidak tetap dengan nominal seharusnya masing-masing menerima Rp 900.000 per-bulan. Sehingga total dana yang dikeluarkan dari dana BOS sebesar Rp 54.000.000.

Namun faktanya, kelima guru tidak tetap tersebut hanya diberi honor per-bulan antara Rp 500.000 sampai Rp 600.000 dari yang seharusnya Rp 900.000 sesuai SK Kepala SDN I Sukarame.

Lalu uang potongan dari hak lima guru tidak tetap tersebut untuk apa? Baik Kepala SDN I Sukarame maupun Bendahara BOS mengajukan alasan, selisih pembayaran honor terhadap lima guru tidak tetap digunakan untuk membiayai kegiatan sekolah yang tidak terduga.

Ironisnya, Kepala SDN I Sukarame dan Bendahara BOS tidak bisa menunjukkan bukti adanya kegiatan tidak terduga dimaksud.

Atas adanya pemotongan honor terhadap lima orang guru tidak tetap, terdapat penyimpangan penggunaan dana BOS sebesar Rp 21.600.000.

Juga ditemukan penyimpangan penggunaan dana BOS pada SDN I Sukarame, SDN I Kota Karang, SDN I Langkapura, SDN I Palapa, SDN I Rawa Laut, SDN I Sukabumi, dan SMPN 19 Bandar Lampung menyangkut pemberian honor tenaga kependidikan yang melebihi SK, pemberian snack kegiatan, nilai pada bukti pertanggungjawaban lebih rendah dibandingkan dengan nilai pada SPJ, hingga kegiatan yang beririsan serta tidak terdapat pelaporan pertanggungjawaban belanja BOS.

Dari penggunaan yang tidak sesuai dengan kondisi sebenarnya ini, telah terjadi penyimpangan penggunaan dana BOS sebesar Rp 16.420.600.

Dimana pada SDN I Kota Karang dari nilai realisasi belanja Rp 19.500.000, nilai belanja riil hanya Rp 14.000.000, terdapat selisih Rp 5.500.000.

Pada SDN I Langkapura, dari nilai realisasi belanja Rp 3.150.000, belanja riil Rp.1.050.000, sehingga terdapat selisih Rp.2.100.000.

Yang terjadi pada SDN I Palapa sangat keterlaluan. Dari nilai realisasi belanja Rp 2.310.000, nilai riilnya 0 alias tidak dipergunakan, sehingga tercatat selisihnya Rp 2.310.000.

Sedang pada SDN I Sukabumi, dengan nilai realisasi belanja Rp 1.200.000, realisasi riilnya Rp 836.600, dengan demikian ada selisih Rp 363.400. SDN 2 Rawa Laut dengan realisasi belanja Rp 7.450.000, belanja riilnya Rp 5.615.300, terdapat selisih Rp 1.834.700.

Dan pada SDN I Sukarame dengan nilai realisasi belanja Rp 1.800.000, belanja riil Rp 630.000, terjadi selisih Rp 1.170.000.
Sementara di SMPN 19 Bandar Lampung dari realisasi belanja Rp 8.142.500, yang riil sebesar Rp 5.000.000, sehingga terjadi selisih Rp 3.142.500.

Terkait dengan penggunaan dana BOS yang tidak didukung bukti pertanggungjawaban terjadi pada tujuh lembaga pendidikan dengan nilai Rp 14.691.700.

Hal itu terjadi pada SDN I Kota Karang sebesar Rp 1.000.000, SDN I Langkapura Rp 1.525.000, SDN I Palapa Rp 6.178.500, dan SDN I Sukabumi Rp 840.000.

Selanjutnya pada SDN I Sukarame sebesar Rp 2.210.000, SMPN 19 Bandar Lampung Rp 1.978.200, dan SMPN 14 Bandar Lampung senilai Rp 960.000. (fjr)

Related Posts

Load More Posts Loading...No More Posts.