HeadlineHukum & KriminalNasional

Firli Bahuri Luncurkan “Anak Dusun Menjaring Impian”

JAKARTA — Mantan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Komjen (Purn) Firli Bahuri meluncurkan biografi berjudul “Anak Dusun Menjaring Impian: Sebuah Biografi Insan Bhayangkari” akhir pekan lalu, Sabtu, 13 Desember 2025, di kawasan Sentul, Bogor.

Peluncuran biografi setebal lebih dari 500 halaman ini dilakukan dalam perayaan ulang tahun ke-33 pernikahan Firli dan istrinya, Dina Bahuri, yang diselenggarakan secara sederhana dan dihadiri keluarga serta sahabat dekat.

“Anak Dusun Menjaring Impian” yang ditulis Arief Gunawan dan diterbitkan Booknesia menceritakan perjalanan hidup Firli Bahuri sejak masa kecil di Dusun Lontar yang terpencil di Kabupaten Ogan Komering Ulu, Sumatera Selatan, lalu merantau ke Palembang untuk menempuh pendidikan SMA, dan mencoba menjadi perwira polisi.

Setamat SMA, tahun 1982, Firli muda tidak langsung diterima di Akademi Kepolisian (Akpol). Dia terlebih dahulu mengalami kekalahan sebanyak empat kali. Semua kekalahan itu dialaminya di tahap terakhir seleksi di Magelang, Jawa Tengah.

Di antara masa itu, Firli lulus pendidikan bintara polisi dan bertugas di Polres Cibabat Polda Jawa Barat. Firli baru berhasil lulus tes masuk Akpol pada kesempatan terakhir di tahun 1987, dan menyelesaikan pendidikan sebagai perwira muda dengan pangkat Letnan Dua pada tahun 1990.

Sebagai perwira Polri, Firli pernah ditugaskan ke sejumlah daerah di Indonesia, dari Jakarta, Timor Timur (kini Timor Leste), Lampung, Jawa Tengah, Banten, hingga Nusa Tenggara Barat dan kampung halamannya Sumatera Selatan. Firli juga sempat bergabung dengan Kontingan Garuda dalam misi PBB di Kamboja (UNTAC). Jabatan terakhir Firli di lingkungan Polri sebelum menjabat sebagai Ketua KPK RI adalah Kepala Badan Pemeliharaan Keamanan (Kabaharkam).

Dua orang sahabat Firli menuliskan kata pengantar di dalam buku ini. Pertama adalah Eddy Iskandar, pendiri International Community for Emotional Freedom Techniques (EFT) Practioners, yang merupakan sahabat Firli sejak sama-sama menuntut ilmu di SMAN 3 Palembang.

Eddy mengenang Firli sebagai sosok yang tekun, baik dalam perjuangan menempuh jalan jauh untuk mencapai sekolah, maupun dalam pendidikan.

“Di masa remaja, banyak dari kami mencari hiburan untuk melepas penat. Itu wajar. Namun Firli memilih jalan lain. Ketika bel istirahat berbunyi, sebagian besar teman berlari ke kantin, bercengkerama di lapangan, atau sekadar bercanda di koridor sekolah. Firli berbeda. Ia melangkah ke perpustakaan, duduk tenang dan tekun, membaca buku. Mencatat hal-hal penting. Ia menjadikan setiap pengetahuan di halaman buku sebagai bekal perjalanan ke masa depan,” tulisnya.

“Ketekunannya itu bukan sekadar kebiasaan, melainkan cermin dari karakter yang kelak membentuk dirinya sebagai pemimpin. Ia tidak pernah malu dianggap ‘terlalu serius’. Justru dari keseriusan itulah ia membangun fondasi yang kelak membawanya ke panggung nasional,” sambungnya.

Eddy mengatakan, dirinya melihat benang merah yang jelas antara pengalamannya di masa kecil dan remana dengan kiprah Firli sebagai abdi negara penegak hukum.

“Semua berawal dari kebiasaan kecil di SMA: hidup sederhana, berjalan kaki setiap hari, rajin belajar di perpustakaan dengan tekun, disayang guru agama, dan selalu hadir dengan senyum. Kebiasaan itu membentuk pola pikir, membentuk karakter, dan akhirnya membentuk kepemimpinan,” demikian Eddy.

Sementara Ketua Umum Jaringan Media Siber Indonesia (JMSI), Teguh Santosa, dalam kata pengantar mengatakan dirinya mengenal Firli sebagai sosok polisi yang memiliki integritas sangat tinggi.

“Ketika menimbang seorang tokoh, kita perlu menyadari bahwa yang membuatnya manusia bukanlah jabatan yang pernah dipegangnya, melainkan jalan panjang yang ia tempuh: dari kampung terpencil, melalui badai, hingga ke puncak tanggung jawab negara,” tulis Teguh.

Dia menambahkan bahwa biografi Firli Bahuri tidak menuntut pembenaran, melainkan sekadar mengundang pembaca melihat Firli Bahuri melalui sisi yang mungkin terlalu jarang mau dilihat oleh masyarakat.

“Dan barangkali di sinilah nilai sebuah biografi: ia memberi ruang bagi kita untuk memahami manusia bukan dari gosip dan gegap-gempita politik, tetapi dari kisah-kisah yang membentuknya jauh sebelum ia dikenal publik,” sambung Teguh.

Teguh juga mengaitkan fenomena Firli Bahuri dengan era disrupsi dan post truth di mana opini publik lebih dipengaruhi oleh sisi emosi, keyakinan individu, dan narasi subjektif daripada fakta objektif dan bukti yang dapat diverifikasi, kisah-kisah pembentuk jati dan karakter seperti ini bisa jadi hilang atau bahkan dihilangkan. Padahal sesungguhnya kebenaran akan muncul dengan cara dan jalannya sendiri, dan kebenaran tidak akan mendua.

Teguh mengatakan, di dalam “Anak Dusun Menjaring Impian” tidak ada bagian yang menjawab berbagai tuduhan terhadap Firli. Namun, sambungnya, ketika berkomunikasi dengan Firli sebelum menuliskan kata pengantar, Firli mengatakan, akan menjawab tuduhan-tuduhan itu dalam buku terpisah.

“Sequel itu akan mengungkap kebenaran selama dirinya memimpin KPK. Juga akan menjawab tuduhan-tuduhan yang dialamatkan pihak-pihak yang tidak senang dengan kiprahnya di lembaga anti rasuah,” demikian Teguh. (*)

Related Posts