BANDA ACEH – Forum Konsultasi Regional (Konreg) Produk Domestik Regeonal Bruto dan Indikator Sosial Ekonomi (PDRB-ISE) se-Sumatera 2022, yang dibuka Asisten III Setda Aceh, Dr Iskandar mewakili Pj Gubernur Aceh, Ahmad Marzuki, di Anjong Mon Mata, Rabu (7/6/2022) mengangkat isu potensi ekonomi di Pulau Sumatera, di masing-masing daerah secara bersama-sama untuk mendukung pembangunan nasional.
“Tema Konreg PDRB-ISE Tahun 2022 yang kita angkat kali ini, adalah Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Inklusif untuk Mengurangi Kesenjangan Pembangunan dan Menurunkan Kemiskinan Antar Wilayah di Sumatera,” kata Kepala Bappeda Aceh, H T Ahmad Dadek, selaku Ketua Panitia Pelaksana Konreg PDRB-ISE se Sumatera 2022 dalam laporannya pada acara tersebut yang dilaksanakan di Anjong Mon Bata, Rabu (7/12/2022) di Banda Aceh.
Dadek menyebutkan, peserta Konreg PDRB-ISE se-Sumatera 2022 ini, dihadiri 211 orang peserta dari 10 provinsi di Pulau Sumatera.
Terdiri atas peserta inti sebanyak 66 orang, peserta tambahan 99 orang dan undangan sebanyak 46 orang, serta lainnya.
Peserta inti adalah, peserta yang terlibat langsung dalam pembahasan High Level Meeting, yang bersal dari Bappeda Provinsi dan BPS Provinsi se Sumatera, ditambah Perwakilan Bank Indonesia se Sumatera.
Kemudian Peserta tambahan berasal dari Dinas Kominfo Se Sumatera, Bappeda, Dinas Kominfo dan BPS Kabupaten/Kota se Aceh, serta SKPA terkait di lingkungan Pemerintah Aceh, serta undangan yang berasal dari instansi vertikal di Aceh (Forum 9), akademisi dari 5 Universitas, serta lainnya.
Tujuan dari kegiatan ini, kata Dadek, pertama untuk menyamakan visi, misi, konsep, persepsi dan perspektif dalam menyediakan data dan indikator berkaitan dengan potensi ekonomi dan pencapaian pembangunan sosial ekonomi di wilayah Sumatera.
Kedua, untuk merumuskan strategi pengembangan nilai tambah sub sektor perikanan laut sebagai salah satu upaya mengurangi angka kemiskinan di Sumatera dan ketiga sebagai bahan pertimbangan dalam rangka pengambilan kebijakan dan perencanaan pembangunan.
Sementara itu, Direktur Neraca Pengeluaran Badan Pusat Statistik Aceh, Buyung Air Langga mengatakan, pertumbuhan (growth) PDRB daerah di Pulau Sumatera rata-rata masih dibawah nasional. Nasional 5,40 persen, Sumatera 5,24 persen.
Terendah di Sumatera, adalah Aceh 3,28 persen dan tertinggi Sumsel 5,24 persen. Sedangkan PDRB terendah per kapita setelah Bengkulu Rp 24 juta/tahun kemudian Aceh Rp 25 juta/tahun, tertinggi Kepulauan Riau Rp 85 juta/tahun menurut data tahun 2021.
Buyung Air Langga mengatakan, pertumbuhan ekonomi inklusif merupakan pertumbuhan yang menciptakan peluang ekonomi dan kesetaraan akses. Indeks inklusif menggunakan indikator pertumbuhan ekonomi, kemiskinan dan ketimpangan pendapatan (termasuk kesetaraan gender), kapabilitas manusia dan perlindungan sosial. Indeks composit ini didasarkan dengan metode skorsing dan skema penimbang.
Skor dibuat menjadi tiga capaian yaitu tidak memuaskan (lebih kecil dari 4), memuaskan (4 – 7 ) dan sangat memuaskan (8 – 10).
Menurut data tahun 2021, indeks pembangunan ekonomi inklusif tertinggi provinsi di Pulau Sumatera, jatuh kepada Kepulauan Riau sebesar 6,7 persen dan Aceh terendah 5,7 persen. Penduduk miskin juga demikian, masih tinggi sebesar 14,64 persen dan penganggurannya juga tinggi sebesar 6,17 persen, di atas rata-rata nasional 5,86 persen.
Sedangkan angka penganguran berpendidikan menengah di Aceh sebesar 61,66 persen dan pendidikan tinggi 15,01 persen.
Selanjutnya tingkat partisipasi angkatan kerja laki-lakinya 81,84 persen juga di bawah nasional 83,18 persen dan perempuan 46,59 persen, nasional 54,27 persen.
Untuk kabupaten/kota di Aceh, sebut Buyung Airlangga, indeks pembangunan ekonomi inklusif tertingginya ada di Kota Banda Aceh 6,32 persen, terendah Aceh Timur 4,73 persen.
Untuk pertumbuhan PDRB terendah Aceh Utara minus 0,15 persen dan tertinggi Aceh Barat 5,67 persen, kemudian Kota Banda Aceh 5,53 persen. Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja Tertinggi di Gayo Lues sebesar 78,99 persen dan terendah Pidie Jaya 57,77 persen, Kota Banda Aceh 63 persen. Penduduk miskin terendah Kota Banda Aceh 7,61 persen dan tertinggi Aceh Singkil 20,36 persen.
Airlangga mengatakan, pertumbuhan ekonomi yang tinggi, tidak otomatis membawa dampak kemiskinan yang rendah. Terlihat dari kondisi Kabupaten Aceh Barat, pertumbuhan ekonominya mencapai sebesar 5,67 persen, penduduk miskinnya 18,81 persen persen.
Begitu juga dengan Aceh Selatan, pertumbuhan ekonominya 5,19 persen, penduduk miskinnya 13.18 persen di tahun 2021. Investasi merupakan salah satu kunci untuk keberlangsungan ekonomi, sebaiknya ditujukan pada key sektor prekonomian, yang memberikan dampak terhadap penurunan kemiskinan.
“ Misalnya sektor industri makanan dan minuman, pertanian tanaman pangan dan lainnya,” pungkasnya.(*)