BANDAR LAMPUNG – Gerakan yang dilakukan Kementerian Pertanian (Kementan) dengan mengundang beberapa pihak terkait guna mengurai permasalahan harga ubi kayu (singkong) pada hari Jum’at (31/1/2025) besok, adalah bukti nyata kehadiran pemerintah bagi petani.
“Karenanya, kita semua layak mengapresiasi apa yang dilakukan Kementan. Dengan harapan, gerakan Kementan tersebut dapat memberi jalan keluar untuk membantu para petani singkong, utamanya dalam meningkatkan harga jual,” kata Ketua Partai Ummat Provinsi Lampung, H. Abdullah Fadri Auli, SH, Kamis (30/1/2025) pagi.
Menurutnya, langkah yang dilakukan Kementan itu sebenarnya sesuatu yang sangat wajar dalam membantu petani singkong yang saat ini kian berat karena tingginya biaya produksi dalam membudidaya ubi kayu tersebut sampai dengan panen.
“Karena memang sudah seharusnya pemerintah hadir dikala para petani singkong menghadapi persoalan rendahnya harga jual, yang membuat petani dapat merugi,” lanjut mantan anggota DPRD Lampung beberapa periode ini.
Meski demikian, Bang Aab –panggilan akrab praktisi hukum senior di Lampung ini- menilai, apa yang dilakukan Kementan adalah wujud nyata kehadiran pemerintah dan petani singkong kini benar-benar merasakan manfaat keberadaan pemerintah.
“Tentu kita patut bersyukur, di saat Pemprov Lampung ‘tidak berdaya’ dalam persoalan harga singkong, pemerintah pusat langsung turun tangan. Hal ini menunjukkan ketanggapan pemerintah menginisiasi persoalan rakyatnya. Dan perkembangan kehidupan bertata pemerintahan semacam ini yang mesti kita apresiasi dan syukuri,” lanjut Bang Aab.
Sebagaimana diketahui, melalui surat bernomor: B-0235/TU.020/C/01/2025, tertanggal 24 Januari 2025, Kementan mengundang beberapa pihak terkait dalam rapat koordinasi ubi kayu yang akan dilaksanakan pada hari Jum’at (31/12025) pukul 13.00 WIB sampai dengan selesai di Ruang Pola Gedung A Lt 2 Kementan, Jln Harsono RM Dalam No 3, Ragunan, Jakarta Selatan.
Dengan fokus membahas harga ubi kayu (singkong), rapat koordinasi tersebut akan langsung dipimpin Menteri Pertanian, Andi Amran Sulaiman. Sementara, yang diundang dalam rakor terdiri dari: Wakil Menteri Pertanian RI, Ketua Pansus Tata Niaga Ubi Kayu DPRD Lampung, Mikdar Ilyas, Kepala Dinas KPTPH Provinsi Lampung, Bani Ispriyanto, Kepala Dinas Pertanian dan Pangan Kabupaten Lampung Timur, Masyarakat Singkong Indonesia, Petani ubi kayu Gunung Balak, Lampung Timur, dan kelompok petani ubi kayu dari Kabupaten Lampung Tengah, Lampung Timur, Lampung Utara, Tulang Bawang, Tulang Bawang Barat, Pesawaran, dan Mesuji. Masing-masing kelompok petani diwakili dua orang. Ditambah satu orang penyuluh pertanian dari Lampung Tengah.
Sedangkan perusahaan tapioka yang diundang terdiri dari: PT Budi Starch & Sweetener, PT Sinar Pematang Mulia, PT Umas Jaya Agrotama, PT Sinar Laut Group, PT Tedo, dan PT Kapal Api Group.
Sebelumnya, Ketua Komisi II DPRD Lampung, Ahmad Basuki, menyatakan, dengan dibahasnya permasalahan harga singkong ke tingkat kementerian, membuktikan besarnya perhatian pemerintah pusat terhadap masyarakat petani daerah ini.
“Di satu sisi, hal itu juga merupakan bukti bahwa Lampung merupakan sumber pakan dan pangan nasional, karenanya ironis bila petaninya tidak sejahtera,” ucap mantan Wakil Ketua DPRD Lampung Timur ini.
Menurut Abas –panggilan akrab Ahmad Basuki- posisi Lampung sebagai salah satu wilayah sumber pangan dan pakan nasional tersebut didukung oleh lahan pertanian dan perkebunan yang luas dan subur, SDM petani yang melimpah dan produktif, dimana mayoritas masyarakat menggantungkan hidup dan kehidupan ekonominya di sektor pertanian.
“Dan banyaknya industri pakan ternak selama ini mengindikasikan bahwa Lampung mempunyai sumber bahan baku yang melimpah. Perusahaan mau mendirikan pabrik di Lampung pasti salah satu kajiannya itu. Juga smelter pengolahan komoditas pertanian cukup banyak, mulai dari pabrik singkong menjadi tapioka, pabrik penggilingan padi menjadi beras, pabrik jagung menjadi pelet serta pakan ternak, dan lain-lain,” urainya.
Ketika diminta membeberkan realita dibalik begitu besarnya potensi yang ada, politisi low profile ini mengakui bahwa hingga sekarang mayoritas petani belum sejahtera, ditambah biaya produksi tinggi, ketersediaan bibit unggul, pupuk, dan obat-obatan belum terjangkau, kepastian harga yang berkeadilan belum terjamin, dan adanya bencana alam kebanjiran dan lain-lain pada setiap tahunnya.
Menyinggung solusi untuk persoalan yang selama ini melilit petani singkong, Ketua Komisi II DPRD Lampung, Ahmad Basuki, menyatakan perlunya reset ulang tata niaga komoditas pertanian, adanya political will dalam politik anggaran bidang perekonomian dan pertanian, keterlibatan aktif perguruan tinggi dan swasta untuk mengambil langkah inovasi serta mengambil bagian di sektor ini.
“Political will pada politik anggaran bidang perekonomian dan pertanian Pemprov Lampung yang memadai memang harus segera dilakukan. Mengingat selama ini 10 OPD rumpun perekonomian dan pertanian di Lampung anggarannya berkisar kurang dari 3% dari total APBD Lampung. Karenanya, harus ada peningkatan yang signifikan sesuai amanat Asta Cita yang digaungkan Presiden Prabowo untuk mendukung swasembada pangan nasional,” tuturnya lanjut.
Meski masih diselimuti beberapa persoalan serius, Ahmad Basuki menilai, duet kepemimpinan Mirza-Jihan memberi harapan baru bagi petani di Lampung untuk lebih sejahtera.
“Saatnya membangun Lampung sebagai raksasa ekonomi dan pertanian yang tertidur. Kami optimis, duet kepemimpinan Mirza-Jihan mampu memberikan harapan baru dan peningkatan kesejahteraan kepada petani,” tutupnya. (fjr)