HeadlineLampung Raya

GP Ansor Lampung Gelar Silaturahmi Lintas Pemuda Agama

BANDAR LAMPUNG – Pimpinan Wilayah Gerakan Pemuda Ansor Lampung menggelar acara Silaturahmi Lintas Pemuda Agama pada Kamis, 17 April 2025, di Hotel Kyriad M2 Kota Bandar Lampung. Ketua PW GP Ansor Lampung, Budi Hadi Yunanto, menyebut kegiatan ini sebagai upaya mempererat hubungan antarpemuda lintas agama agar nilai-nilai kebangsaan dan keindonesiaan tetap kokoh di tengah tantangan zaman.

Ketua Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) Provinsi Lampung, Baharudin, menekankan bahwa pemahaman yang utuh terhadap ajaran agama merupakan kunci mencegah konflik sektarian—baik yang pernah terjadi di dalam negeri seperti di Poso, maupun tragedi sejarah global semacam Perang Salib.

Menurutnya, dalam masyarakat yang majemuk secara agama, suku, dan budaya, kerukunan bukanlah pilihan, melainkan satu-satunya jalan. Baharudin menyebut bahwa intoleransi sering muncul akibat klaim kebenaran mutlak, fanatisme buta, rasisme, dan kepentingan politik sesaat.

Pandangan serupa disampaikan oleh Prof. Rudi, Wakil Ketua PWNU Lampung sekaligus akademisi Universitas Lampung. Ia mengingatkan pentingnya menjaga komitmen kebangsaan yang telah dirumuskan sejak awal kemerdekaan, khususnya nilai ketuhanan dalam Pancasila.

“Keberagaman adalah kekuatan. Tanpa itu, Indonesia tak akan bertahan,” tegasnya. Rudi juga mendorong organisasi kepemudaan untuk terus menjadi penjaga semangat persatuan dan pelestari komitmen kebangsaan.

Marcus Budi Santoso dari Pemuda Katolik menyebut pertemuan lintas iman ini sebagai bukti bahwa semangat persatuan masih menyala. Ia menggarisbawahi bahwa ajaran Katolik menghargai keberagaman, sebagaimana ditegaskan dalam dokumen Konsili Vatikan II yang mendorong penghormatan terhadap perbedaan.

Sementara itu, Martin Sudarmawan, yang kini aktif di YMBPL(Yayasan Mangku Bumi Putra Lampung), membagikan perspektif dari ajaran Islam. Ia menekankan pentingnya persatuan seperti yang termuat dalam Surah Al-Baqarah, dan mengangkat pengalamannya saat berkunjung ke Suriah pada 2013.

“Saya melihat langsung, wilayah mayoritas Muslim di sana tidak punya masalah SARA. Artinya, perbedaan bukan sumber konflik—selama ada ruang dialog dan keterbukaan,” jelasnya.

Ken Setiawan, pendiri NII Center, turut berbagi kisah pribadi sebagai mantan anggota jaringan ekstremis. Ia mengakui bahwa terorisme lahir dari sikap intoleran, yang kerap dimulai dari kecenderungan mengkafirkan pihak lain. Kini, melalui NII Center, ia mendorong pemahaman yang damai dan inklusif antarpemeluk agama.

“Kita harus keluar dari jerat prasangka. Semua agama membawa misi kebaikan,” ujarnya.

Acara ini turut dihadiri oleh berbagai pimpinan organisasi kepemudaan lintas agama dan kepercayaan, seperti Ketua Pemuda Katolik, Ketua Gemabudhi (Generasi Muda Buddhis Indonesia), Ketua Pemuda Hindu/Peradah, Ketua Gema Pakti, Ketua Fatayat NU, hingga Wakil Ketua Pemuda Muhammadiyah. Kehadiran mereka menegaskan bahwa kerukunan bukan hanya jargon elite, tetapi komitmen konkret generasi muda lintas iman.

Forum ini menjadi ruang bersama yang menunjukkan bahwa kerukunan bukanlah sesuatu yang tumbuh dengan instan. Ia adalah buah dari dialog, keterbukaan, dan kesadaran kolektif untuk tidak terjebak dalam politik kebencian. Di tengah bisingnya ujaran intoleransi dan polarisasi identitas, forum seperti ini menjadi oase—mengingatkan bahwa Indonesia hanya akan berdiri tegak bila seluruh anak bangsanya saling menghormati

Related Posts

Load More Posts Loading...No More Posts.