JAKARTA — Kerja sama antara TNI dan Kejaksaan Agung diperlukan untuk mencegah hal-hal yang dapat mengganggu proses penegakan hukum.
Demikian disampaikan peneliti GREAT Institute, Omar Thalib, di Jakarta, Selasa, 13 Mei 2025.
“Kerjasama antara TNI dan Kejagung didorong dari urgensi mendesak untuk melindungi institusi negara dari ancaman yang terus meningkat dan berpotensi mengganggu penegakan hukum nasional,” ujar Omar.
Pernyataannya ini mengomentari kerja sama terbatas antara TNI dan Kejagung di mana personel TNI ditugaskan membantu pengamanan Kejagung.
Dalam beberapa tahun terakhir, Kejagung menangani sejumlah kasus korupsi besar. Aktor dalam kasus besar yang ditangani Kejagung memiliki kapasitas untuk melakukan intimidasi dan gangguan terhadap aparat penegak hukum.
“Dalam kondisi seperti ini, peran TNI dinilai penting untuk melanjutkan keberlangsungan kerja dari Kejaksaan,” tegas Omar.
Sebagian masyarakat menganggap penugasan personel TNI membantu pengamanan Kejaksaan sebagai sebuah kemunduran menuju dwifungsi TNI seperti di era Orde Baru.
Menurut Omar, pelibatan personel TNI dalam pengamanan Kejaksaan perlu memiliki batasan waktu yang jelas. Kejelasan akan jangka waktu kerja sama TNI dan Kejaksaan Agung dinilai penting untuk menjaga independensi Kejaksaan Agung dalam melaksanakan melaksanakan tugas pokok dan fungsinya sebagai lembaga penegak hukum yang mandiri.
“Jika keterlibatan TNI berlangsung tanpa batas waktu, dikhawatirkan akan muncul persepsi intervensi militer terhadap proses hukum, yang justru bisa merusak kepercayaan publik terhadap institusi penegak hukum,” lanjut Omar sambil menekankan bahwa keterlibatan personel TNI itu bukanlah bentuk militerisasi penegakan hukum.
Sebelumnya, Panglima TNI Jenderal Agus Subiyanto dalam Surat Telegram No. TR/422/2025 pada tanggal 5 Mei 2025 menginstruksikan penugasan personel militer untuk membantu pengamanan di lingkungan Kejaksaan di seluruh Indonesia.
Arahan ini kemudian diperkuat oleh Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD) lewat Surat Telegram No. ST/1192/2025 tertanggal 6 Mei 2025 yang menetapkan bahwa tiap Kejaksaan Tinggi akan mendapat dukungan 30 personel TNI, sedangkan Kejaksaan Negeri akan diperkuat oleh 10 personel.
Kepala Pusat Penerangan (Kapuspen) TNI, Mayjen Kristomei Sianturi, menyampaikan bahwa pelibatan militer dalam pengamanan Kejaksaan adalah bagian dari kegiatan yang bersifat preventif dan telah dijalankan secara berkala sebelumnya. Ia juga menegaskan bahwa pengerahan personel dilakukan atas dasar permintaan resmi serta mempertimbangkan kebutuhan situasional, dan tetap berada dalam kerangka hukum yang berlaku.
Sementara itu, Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejaksaan Agung, Harli Siregar, menegaskan bahwa keterlibatan TNI dilakukan secara profesional, terukur, dan tidak menimbulkan gangguan terhadap fungsi utama kejaksaan. Ia juga menekankan bahwa kolaborasi ini telah berlangsung cukup lama dan didasarkan pada kesepakatan yang sah.
Kerjasama antara Kejagung dan TNI ini menimbulkan pro kontra di masyarakat. Sebagian menyatakan inisiatif ini dipandang oleh pemerintah sebagai langkah penting untuk memulihkan ketertiban dan memperkuat integritas kelembagaan, terutama karena Kejagung sedang menangani berbagai kasus besar yang rawan tekanan dan ancaman. (*)