HeadlineLainnyaPeristiwa

Jangan Menjual Banjir!

Oleh : Gunawan Handoko

BENCANA Banjir kembali melanda wilayah Kota Bandar Lampung pada hari Jumat, 17 Januari 2025. Banjir yang terjadi kali ini lebih besar dibanding yang terjadi pada malam Nifsu Sya’ban 25 Februari 2024 lalu.

Berita melalui media online dan media sosial yang disertai tayangan foto dan video tersebut telah cukup mewakili betapa porak-porandanya kawasan permukiman Kota Bandar Lampung. Bahkan jalan arteri bypass yang seharusnya merupakan jalan bebas hambatan, tidak luput dari amukan air yang menyebabkan macet total. Guyuran hujan yang berlangsung beberapa jam tersebut juga menggenangi kawasan permukiman dan rumah-rumah penduduk.

Ditambah lagi dengan air bandang yang datang secara tiba-tiba dan diluar dugaan seakan ‘marah’ menggenangi jalan-jalan kota. Beberapa sungai yang diharapkan mampu menampung debit air, justru meluap dan membuat genangan air semakin tinggi. Menyaksikan kondisi di beberapa kawasan kota yang terkena bencana, rasa dilematis seorang manusia dimulai. Siapapun akan merasa miris melihat kondisi masyarakat yang rumah dan perabotannya terendam air setiap kali musim penghujan.

Pemerintah Kota Bandar Lampung sampai saat ini belum mampu untuk mengatasi musibah banjir di kota besar ini, kecuali hanya menyambangi para korban dan melakukan evakuasi untuk sekadar membuat hati masyarakat sedikit terhibur karena merasa diperhatikan. Bencana banjir yang terjadi setiap musim hujan sudah menjadi momok yang menakutkan bagi masyarakat Kota Bandar Lampung, utamanya mereka yang menjadi pelanggan banjir.

Itulah sebabnya, setiap kali menjelang pemilihan Walikota Bandar Lampung, masalah banjir selalu menjadi ‘jualan’ para calon Walikota pada saat kampanye dengan memaparkan rencana program yang akan dilakukan jika terpilih nanti. Bagi pasangan Walikota dan Wakil Walikota Bandar Lampung yang baru terpilih untuk periode kedua, tentu masalah pengentasan banjir menjadi utang yang wajib dibayar.

Masyarakat masih ingat, pada kampanye tahun 2019 lalu Bunda Eva Dwiana telah memaparkan program penanganan banjir, seperti membelokkan sungai, memperbesar drainase dan pemasangan bronjong. Disadari bahwa untuk merealisasikan janji tersebut bukan hal yang mudah, karena butuh biaya yang besar dan komitmen yang sungguh-sungguh dari Pemerintah Kota dan lembaga DPRD.

Hal yang perlu dipahami bersama bahwa kondisi drainase kota yang ada saat ini sudah saatnya untuk dilakukan rehabilitasi dan revitalisasi total, khususnya di kawasan hilir. Sebagian besar drainase kota yang ada sudah ’hilang’ dan tertutup oleh bangunan yang tumbuh demikian pesat.

Di tahun 2006-an saat penulis masih menjadi PNS dan menangani perencanaan di Dinas PU Kota Bandar Lampung telah berupaya untuk mencari dokumen terkait desain drainase kota, namun hasilnya nihil. Sehingga tidak dapat diketahui secara pasti dimana jejak atau letak saluran yang seharusnya berfungsi untuk menampung dan mengalirkan air. Begitu pula kondisi sungai yang ada telah terjadi penyempitan akibat maraknya bangunan di bantaran sungai tersebut. Sebagian lagi telah terjadi pendangkalan akibat ulah manusia yang selama ini kurang menyadari tentang resiko yang akan timbul apabila sungai dimanfaatkan sebagai tempat pembuangan sampah, kotoran dan limbah.

Banjir yang melanda Kota Bandar Lampung kali ini merupakan musibah terburuk dalam kurun waktu beberapa tahun terakhir. Maka sudah menjadi kewajiban Pemkot Bandar Lampung dan DPRD Kota Bandar Lampung untuk mengakhiri bencana banjir. Boleh jadi musibah banjir ini sebagai peringatan bagi Pemeritah Kota Bandar Lampung untuk melakukan evaluasi terhadap berbagai aspek tehnis dan aspek sosial yang diyakini sebagai penyebab bencana banjir. Dalam kurun waktu lima tahun kedepan, program pembangunan lebih difokuskan untuk mengatasi banjir dan juga pengelolaan sampah. Mengingat kondisi keuangan Pemkot Bandar Lampung yang tidak baik-baik saja, maka ditunda dulu pembangunan yang bukan skala prioritas dan tidak menyentuh kepentingan masyarakat.

Kita semua berharap agar di akhir masa jabatan Walikota dan Wakil Walikota serta anggota DPRD Kota Bandar Lampung tahun 2029 nanti, akan meninggalkan kenangan indah bagi warga kota ini. Kini saatnya bagi kita semua saling bekerjasama dan berkolaborasi untuk berbenah dengan memperlakukan alam ini secara arif dan bijak. Keangkuhan terhadap alam dengan unjuk gelar bangunan beton dan kaca hanya akan membuahkan malapetaka yang pada akhirnya harus dibayar mahal, bahkan sangat mahal.

Manakala sawah, hutan, dan rawa tidak lagi berfungsi sebagai pengendali air dan berubah menjadi rumah-rumah beton dan kaca, maka sesungguhnya kita sedang menanti hadirnya sebuah kehancuran lingkungan. Perlu dikobarkan kembali semangat gotong royong yang merupakan warisan nenek moyang dalam memelihara lingkungan dan alam ini. Semoga bencana banjir ini akan menyadarkan kita semua yang telah lalai didalam bersahabat dengan alam semesta.

* Penulis : Pemerhati Lingkungan & Permukiman, tinggal di Bandar Lampung.

Related Posts