HeadlineSumatera

Ketua MS Jantho Paparkan Partisipasi Publik Kawal Peradilan Bersih di Diskusi Komisi Yudisial

ACEH BESAR – Ketua Mahkamah Syar’iyah (MS) Jantho Dr Muhammad Redha Valevi diundang sebagai narasumber dalam diskusi hukum yang digelar Komisi Yudisial (KY) RI di aula kantor bupati Aceh Besar, kemarin.

Dalam kesempatan itu, Redha Valevi mengangkat tema ‘Partisipasi Masyarakat dalam Penegakan Hukum Mewujudkan Peradilan Bersih’.

Menurut Redha Valevi, penting adanya edukasi kepada masyarakat terutama terkait kedudukan, wewenang dan tugas KY sebagai lembaga negara yang berperan dalam mewujudkan peradilan bersih.

Melalui edukasi, katanya, menumbuhkan partisipasi masyarakat untuk bersama-sama mengawasi penegakan hukum sebagai upaya peningkatan access to justice untuk mempercepat terciptanya peradilan bersih dan berwibawa sebagai bagian dari fungsi KY itu sendiri.

“Peran serta masyarakat atau publik ini adalah hal penting dalam mengawal peradilan bersih dan bermartabat di Aceh,” kata Redha Valevi di hadapan Tim KY- RI yang mendapat aplaus dari segenap peserta dalam diskusi tersebut.

Dia menambahkan, KY dipandang perlu bekerja sama dengan berbagai pihak untuk menjaga integritas hakim dan membangun kepercayaan masyarakat terhadap hakim dan pengadilan.

Sehingga, tambahnya, kesadaran hukum di masyarakat menjadi tergugah pentingnya nilai—nilai luhur Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim (KEPPH) menjadi hidup dalam masyarakat.

“Peran serta pemerintah daerah dalam mewujudkan peradilan bersih dapat menjadi alternatif pembelajaran tentang isu kepastian hukum, dan penegakan hukum yang berkeadilan bagi masyarakat,” katanya.

Di sisi lain, Ketua MS Jantho juga menjelaskan bahwa MS sebagai Pengadilan Agama yang memiliki tugas pokok menerima, memeriksa, dan memutus perkara perdata agama juga memiliki kewenangan absolute menerima, memeriksa, dan memutus perkara pidana yaitu Qanun Jinayat.

Hal tersebut berdasarkan Undang-Undang Nomor 44 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Keistimewaan Daerah Istimewa Aceh dan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Daerah Istimewa Aceh sebagai Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam.

Dikatakan, dalam menjalankan pelaksanaan syariat Islam di Aceh khususnya di Kabupaten Aceh Besar, semua pihak harus semangat satu dengan yang lain, baik pemerintah daerah, masyarakat dan juga stakeholder terkait. Tidak hanya memiliki semangat tetapi juga perlu mendapat sokongan atau dukungan riil dalam pelaksanaannya.

MS sebagai pengadilan yang memiliki kewenangan menerima, memeriksa, dan memutus perkara pidana Qanun Jinayat perlu mendapat sokongan dan dukungan riil dari pemerintah daerah dan masyarakat dalam pelaksanaannya.

Redha Valevi menyampaikan kepada masyarakat terkhusus kepada audiens yang hadir mendengar agar berpartisipasi aktif dalam penegakan hukum di wilayah Kabupaten Aceh Besar.

“Salah satu contohnya, masyarakat dapat mencegah dan melaporkan kegiatan-kegiatan yang mengarah kepada pelanggaran hukum khususnya di lingkungan pengadilan seperti kegiatan gratifikasi dan korupsi,” katanya.

Selain Ketua Hakim MS, sejumlah narasumber lain juga menyampaikan materinya terkait edukasi hukum lain serta tugas fungsi KY. Beberapa narasumber tersebut antara lain keynote speech “Peran Komisi Yudisial Dalam Menegakkan Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim” oleh anggota KY-RI, Prof Mukti Fajar Nur Dewata.

Prof Mukti juga memaparkan kondisi ideal dunia peradilan yang dapat memberikan kepastian hukum dan keadilan serta sejarah terbentuknya Komisi Yudisial.

Kemudian oleh Kepala Pusat Analisis dan Layanan Informasi KY Jumain bertema “Peran Komisi Yudisial Dalam Mewujudkan Peradilan Bersih”. Dia membahas penjabaran umum tentang wewenang dan tugas KY dan mekanisme pelaporan dugaan pelanggaran KEPPH.

Selanjutnya Sekretaris Daerah Aceh Besar berjudul “Peran Pemerintah Daerah dalam Memberikan Perlindungan Hukum Kepada Masyarakat”. (ak)

Related Posts

Load More Posts Loading...No More Posts.