BANDAR LAMPUNG – Kasus penipuan yang dilakukan dua wanita pengaku Kasat Reskrim Polres Lamtim dan berhasil memperdaya mantan Kades Trisinar, Margatiga, Kamirah, hingga menggelontorkan dana Rp 250 juta atas desakan penasihat hukumnya berinisial BTP, mendapat atensi khusus dari Ketua Umum DPP Peradi, Dr. Otto Hasibuan.
Melalui Sekretaris Jenderal Peradi, Dr. Hermansyah Dulaimi, Selasa (7/1/2025) petang, Otto Hasibuan memerintahkan Komwasda Peradi Lampung yang dipimpin Bambang Handoko, SH, MH, untuk secepatnya melakukan pemeriksaan terhadap oknum lawyer, BTP.
Menindaklanjuti perintah Ketua Umum DPP Peradi, Otto Hasibuan, Sekjen Hermansyah Dulaimi dalam pesan singkat melalui WhatsApp menyatakan kasus dugaan penipuan oleh BTP sudah bisa dimulai pemeriksaan oleh Komwas tanpa harus menunggu pengaduan dari masyarakat dan paralel dengan laporan polisi.
Ditambahkan, Komwas sekarang ini dapat bertindak aktif tanpa menunggu adanya pengaduan seperti dulu.
“Begitu ada informasi atau temuan, bisa langsung membentuk panel untuk melakukan pemeriksaan. Hasilnya bisa dibuatkan pengaduan ke DKD juga laporan ke penyidik,” lanjut Sekjen Peradi.
Ketua Komwasda Peradi Lampung, Bambang Handoko, SH, MH, yang dihubungi Rabu (8/1/2025) pagi, membenarkan adanya atensi khusus Ketua Umum Peradi Otto Hasibuan melalui Sekjen Hermansyah Dulaimi terkait kasus oknum lawyer BTP itu.
“Iya, arahan Ketum melalui Sekjen memang begitu. Kami akan segera menindaklanjuti persoalan ini sesuai ketentuan,” kata Bambang Handoko melalui WhatsApp.
Sementara FH -anak mantan Kades Trisinar, Sekampung, Lamtim, Kamirah- yang menjadi “korban” BTP, hari Rabu (8/1/2025) ini akan menyerahkan laporan tertulis mengenai peristiwa yang dialami kelurganya hingga merugi ratusan juta akibat desakan BTP sebagai PH ibunya, ke Komwasda Peradi Lampung.
“Laporan tertulis sudah saya siapkan. Inshaallah hari ini saya serahkan ke Komwasda Peradi Lampung,” ucap FH saat dihubungi Rabu (8/1/2025) pagi.
Sebagaimana diberitakan sebelumnya, kasus dugaan penipuan yang melilit oknum lawyer BTP -yang berkantor di kawasan Tanjung Senang, Bandar Lampung- telah menjadi perhatian pimpinan Peradi di Lampung.
Beberapa waktu lalu, FH yang merasa “dipecundangi” oleh oknum lawyer sang ibu, yaitu BTP, telah menyampaikan secara lisan persoalan yang dialami keluarganya kepada Ketua DPC Peradi Bandar Lampung, H. Bey Sujarwo, SH, MH.
Mas Jarwo -panggilan akrab Bey Sujarwo- saat dihubungi Senin (6/1/2025) siang, membenarkan hal tersebut.
“Betul, FH pernah ketemu. Dan persoalan yang diduga melibatkan oknum advokat ini sudah disampaikan kepada Komwasda Peradi Lampung. Kami serius menangani masalah ini,” kata Mas Jarwo melalui pesan WhatsApp.
Dijelaskan, Komwasda nantinya akan melakukan pemeriksaan terhadap BTP karena ia anggota Peradi.
“Jadi, kami menangani hal kode etik advokatnya. Kalau ada unsur pidananya, itu ranah Kepolisian,” lanjut Mas Jarwo.
Ketua Komwasda Peradi Lampung, Bambang Handoko, SH, MH, membenarkan apa yang disampaikan Bey Sujarwo.
“Iya bener. Kami memang tengah menelaah persoalan BTP. Dari laporan lisan yang disampaikan korban dan beberapa data yang diserahkan, memang ada hal-hal yang harus disikapi dengan tegas sesuai UU Advokat,” kata Bambang Handoko, Senin (6/1/2025) malam, melalui telepon.
Ketua Komwasda Peradi Lampung itu mengakui, dari telaahan sederhana saja, memang tampak nyata jika sejak awal menangani perkara kliennya dalam kasus tipikor dana desa tersebut, BTP telah melanggar ketentuan.
Maksudnya? “Secara nyata dia telah mencantumkan orang dalam timnya yang tidak sesuai dengan UU Advokat. Walau pun itu ayahnya, tapi sesuai ketentuan UU Advokat, adalah pelanggaran. Karena berstatus ASN. Dan dalam menangani perkara kliennya ini, BTP kelihatan sejak awal adanya niat tidak baik,” urai Bambang Handoko, terus terang.
Meski serius menangani laporan adanya klien yang merugi hingga ratusan juta akibat desakan PH-nya, namun Bambang Handoko mengakui bila sampai saat ini Komwasda belum memanggil BTP.
“Mekanisme pemanggilan itu ada dua opsi. Yaitu adanya laporan dari masyarakat atau permintaan internal dari Ketua Peradi. Meski begitu, masalah ini pasti kami tangani dengan serius. Tinggal menentukan waktu yang tepat saja untuk menyikapinya,” tutur Bambang Handoko seraya menambahkan, pihaknya memberi kesempatan secara terbuka kepada masyarakat untuk menyampaikan pengaduan, baik secara lisan maupun tertulis, bila ada indikasi penyalahgunaan tupoksi advokat sebagaimana diatur dalam undang-undang.
Kasus ini pun mendapat perhatian serius dari advokat senior di Lampung, Gindha Ansori Wayka.
Saat diminta tanggapannya, Rabu (25/12/2024) silam, Gindha membuka pernyataan dengan menyampaikan keprihatinannya atas peristiwa yang dialami keluarga mantan Kades Trisinar, Margatiga, Lamtim, tersebut.
“Sangat memprihatinkan apa yang dialami korban dan keluarganya. Sudah jatuh, tertimpa tangga pula korbannya,” ucap Gindha melalui pesan WhatsApp.
Ia menyesalkan penasihat hukum (PH) yang ditunjuk Kamirah, yang disebut oleh FH -anak Kamirah- telah “lepas tangan” begitu sang ibu ditahan.
“Seorang PH harusnya bisa mendampingi klien dengan baik. Mulai dari penandatanganan kuasa hingga dicabutnya kuasa. PH juga harus selalu koordinasi kepada klien dan keluarganya. Sesekali menjenguk klien bila ada perkembangan proses penyidikan, sehingga tidak ada kesan adanya ketidakpedulian PH,” tuturnya.
Mengenai adanya desakan dari PH agar keluarga Kamirah segera mengirim uang kepada pelaku yang mengaku Kasat Reskrim Polres Lamtim dengan alasan mengembalikan kerugian negara, dengan tegas Gindha menyatakan bahwa hal tersebut tidak dibenarkan.
“Idealnya, PH memahami hal ini dengan baik. Jika benar ada desakan dari PH hingga keluarga kliennya mengirim uang ke pelaku yang mengaku Kasat Reskrim, tentu hal ini sama sekali tidak dibenarkan. Bahkan, bisa diduga yang bersangkutan menjadi bagian dari kejahatan itu sendiri,” kata Gindha seraya menjelaskan jika dana itu merupakan pengembalian kerugian negara, maka penyerahannya harus dilakukan secara langsung kepada penegak hukum dan ada tanda terima secara resmi dari penegak hukum mewakili negara.
Sebagaimana diketahui, aksi dua wanita -yang diketahui bernama Putri Romadhona dan Arie- dengan mengaku-aku sebagai Kasat Reskrim Polres Lamtim kepada pengacara Kamirah, BTP, memang berhasil dihentikan polisi dengan menangkap keduanya pada 19 Maret 2024 lalu. Namun, belum lagi dua bulan dititipkan di Lapas Sukadana, kedua wanita yang informasinya berdomisili di Prabumulih, Sumatera Selatan, itu ditangguhkan penahanannya. Pada 17 Mei 2024 Putri dan Arie pun melenggang ke dunia bebas.
Diberitakan sebelumnya, kasus dua wanita yang “menjual” nama Kasat Reskrim Polres Lamtim dan memperdaya mantan Kades Trisinar, Margatiga, Kamirah, hingga mengalami kerugian Rp 250 juta ini naik kepermukaan setelah FH -anak Kamirah- mengungkapnya Minggu, 22 Desember 2024 lalu.
FH mengaku, “terjebaknya” keluarga mereka dalam kasus penipuan tersebut tidak lepas dari desakan penasihat hukum Kamirah, BTP.
Melalui pesan WhatsApp, FH membeberkan, semua berawal saat BTP, penasihat hukum ibunya, mengirimkan nomor rekening, dan meminta dirinya segera mentransfer sejumlah uang ke rekening tersebut.
“BTP meyakinkan saya bahwa dia sudah bertemu Kasat, dan dari Kasat tersebut dia mengaku mengetahui nominal kerugian negara yang harus dikembalikan, yaitu Rp 250 juta,” kata FH.
Atas permintaan pengacara itulah, pada hari Selasa, 6 Februari 2024, pukul 13.31 WIB, FH mentransfer dana Rp 50 juta ke rekening yang diberikan BTP. Yaitu rekening BRI dengan nomor: 0184-01-084605-50-3 atas nama Putri Romadhona.
Setelah FH mentransfer, BTP mengajak bertemu di Metro.
“Dan saat ketemu di Metro, BTP menyampaikan bahwa pihak Polres minta hari itu uangnya dicukupkan jadi Rp 140 juta. Lalu pada hari itu juga, pukul 14.50 WIB, kembali saya transfer Rp 90 juta, sesuai permintaan pihak Polres, yang disampaikan BTP kepada saya,” imbuhnya.
Tidak cukup sampai disitu. Keesokan harinya, tanggal 7 Februari 2024, Kamirah -sang ibu- dipanggil untuk diperiksa sebagai tersangka oleh penyidik Polres Lamtim. Sebelum berangkat ke Polres, lagi-lagi sang pengacara meminta FH mentransfer uang agar kerugian negara sebesar Rp 250 juta dikembalikan seluruhnya.
“Karena kami niatnya baik dan ingin perkara yang menjerat ibu segera selesai, saya mentransfer uang kekurangannya, sebanyak dua kali. Pertama sebesar Rp 100 juta pada pukul 10.37 WIB, selanjutnya pukul 10.52 WIB yang Rp 10 juta-nya,” aku FH seraya mengirimkan semua bukti transfer yang dilakukan keluarganya sesuai arahan pengacara sang ibu, BTP.
Ditambahkan, selepas mentransfer hingga total Rp 250 juta ke rekening atas nama Putri Romadhona sebagaimana desakan BTP, ia berpikir mereka akan segera ke Polres untuk memenuhi panggilan.
Tapi apa yang terjadi? “Ternyata kami; saya, kakak perempuan saya, serta ibu saya, diajak ketemuan dulu oleh BTP di rumah makan pindang sebelah kantor BPN Lamtim. Setelah itu kami diajak ke Indomaret yang ada di depan Rumah Sakit Umum Daerah Sukadana. Disitu BTP menelefon Kasat Reskrim, tapi saat itu nomor Kasat tidak aktif. Lalu BTP memerintahkan kami untuk pulang ke rumah, dan dia juga pulang,” urai FH.
Anak mantan Kades Trisinar ini juga menceritakan, bahwa ibunya mengenal BTP, dari DPP -dosen FH Unila- yang merupakan ayah kandung BTP.
“Saya sebenarnya benar-benar kecewa terhadap BTP dan DPP ini, mas. Mereka sama sekali tidak ada perhatian kepada kliennya. Selama ibu ditahan di Polres, sama sekali mereka tidak pernah mengunjungi ibu. Bahkan setelah mereka tahu kami ditipu, selama satu minggu hp DPP tidak bisa kami hubungi. Padahal dulu sebelum mentransfer uang atas perintah anaknya, saya sempat menelefon Pak DPP, minta pertimbangan beliau. Saat itu beliau begitu meyakinkan saya, untuk segera mentransfer kerugian negara. Kata beliau waktu itu; nggak ada masalah, transfer aja, nanti kalau terjadi apa-apa, saya yang nabraknya,” ucap FH, menirukan ucapan DPP.
Benarkah BTP selaku PH Kamirah mendesak FH mentransfer dana hingga Rp 250 juta ke rekening yang diberikannya, dan ternyata tertipu? Benarkah ia tidak mengenali suara Kasat Reskrim yang sesungguhnya sehingga begitu mudahnya “terjebak” dalam aksi penipuan yang merugikan kliennya hingga ratusan juta? Sayangnya, BTP sama sekali tidak merespon permintaan konfirmasi yang dikirimkan ke nomor hp-nya.
(fjr)