BANDAR LAMPUNG – Langit Nantong, China menjadi saksi perjalanan tak terlupakan anak nelayan pesisir Lampung. Ramadanzah, mahasiswa Program Studi Sistem Komputer/Internet of Things (IoT) Institut Informatika dan Bisnis (IIB) Darmajaya, berhasil mengharumkan nama Provinsi Lampung sekaligus Indonesia di ajang China-ASEAN Education Cooperation Week Vocational Skill Competition IoT yang digelar di Nantong Vocational University (NTVU), China, pada 20–24 November 2025.
Bersama rekannya, Muhammad Rifki Hidayat, Ramadanzah sukses meraih Second Prize dalam kompetisi IoT tingkat internasional tersebut. Prestasi ini terasa istimewa karena ajang tersebut diikuti oleh 36 peserta dari 10 negara, yakni Namibia, Pakistan, Sierra Leone, Liberia, Tajikistan, Kongo, Laos, Filipina, Singapura, dan Indonesia. Di tengah persaingan ketat, tim Indonesia mampu menunjukkan kompetensi teknis dan inovasi yang diakui dewan juri internasional.
Di balik prestasi gemilang itu, tersimpan kisah hidup yang sarat perjuangan. Ramadanzah berasal dari Kabupaten Tulang Bawang, Kecamatan Dente Teladas. Ayahnya, Suhaidir, bekerja sebagai nelayan, sementara ibunya, Samsidar, wafat pada tahun 2014 ketika Ramadanzah baru berusia 13 tahun. Sejak saat itu, ia tumbuh sebagai anak pertama dari dua bersaudara dari ibu kandung, sekaligus memiliki tiga orang adik dari ibu sambungnya, Ani.
Keterbatasan ekonomi tidak memadamkan semangatnya untuk terus belajar. Sebagai penerima Beasiswa Kartu Indonesia Pintar (KIP), Ramadanzah berkesempatan menempuh pendidikan di IIB Darmajaya dan mendalami bidang Internet of Things. “Saya sangat bersyukur bisa kuliah dengan beasiswa KIP. Tanpa bantuan itu, mungkin saya tidak sampai di titik ini,” ujarnya pada Senin (15/12/2025) seperti dikutip dari darmajaya.ac.id.
Keberangkatan ke China menjadi pengalaman yang tak terlupakan baginya, karena merupakan kali pertama ia menaiki pesawat terbang. Dari kampung halaman di pesisir Lampung hingga berdiri membawa nama Indonesia di kancah internasional, perjalanan itu menjadi momen refleksi sekaligus pembuktian diri. “Saya tidak pernah membayangkan anak nelayan seperti saya bisa naik pesawat dan bertanding di luar negeri. Ini semua berkat doa orang tua dan dukungan banyak pihak,” ungkapnya.
Lebih dari sekadar prestasi, kemenangan ini menjadi sumber motivasi baginya untuk terus melangkah. Ia mengaku ingin menjadikan pencapaian tersebut sebagai awal dari kontribusi yang lebih besar di bidang teknologi. “Prestasi ini bukan akhir. Justru ini menjadi penyemangat bagi saya untuk terus belajar, berkembang, dan suatu saat bisa memberi manfaat bagi keluarga, daerah, dan Indonesia,” tuturnya.
Kisah hidupnya menjadi bukti bahwa keterbatasan bukan penghalang untuk meraih mimpi besar, dan dari pesisir Tulang Bawang, semangat juang anak bangsa mampu menembus batas negara melalui ilmu pengetahuan dan teknologi.(*)

















