JAKARTA – Dalam rangka melaksanakan komitmen kerja sama transisi energi hingga pembangunan ekonomi berkelanjutan, Pemerintah Indonesia meluncurkan Rencana Investasi dan Kebijakan Komprehensif atau Comprehensive Investment and Policy Plan (CIPP) dari kerja sama Just Energy Transition Partnership (JETP) / Peluncuran CIPP JETP.
“Peluncuran dokumen CIPP ini menandakan jalinan kerja sama yang luar biasa antara Indonesia dengan para partners yang mempunyai visi bersama untuk membangun Indonesia. Hal ini merupakan komitmen penting guna menjaga pertumbuhan ekonomi dunia,” kata Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) Ad Interim Erick Thohir saat Peluncuran Rencana Investasi dan Kebijakan Komprehensif atau Comprehensive Investment and Policy Plan (CIPP) dari kerja sama Just Energy Transition Partnership (JETP)/Peluncuran CIPP JETP, di Jakarta, Selasa (21/11/2023).
Erick memaparkan, peluncuran hari ini juga merupakan kelanjutan dari diskusi yang telah terjadi dengan institusi dan lembaga keuangan yang tergabung dalam GFANZ working group (Glasgow Financial Alliance for Net Zero) paska COP-26 di Glasgow, serta berbagai organisasi multilateral, internasional, dan nasional yang mendukung program energy transition ini.
“Tujuannya tidak lain untuk melaksanakan komitmen dekarbonisasi yang ambisius, serta pembangunan ekonomi yang kuat dan mapan. Komitmen ini selaras dengan Blue Print nasional kita, yaitu ‘Visi Indonesia Emas 2045’, dimana didalamnya menguraikan sejumlah target untuk kepentingan nasional Indonesia maupun kepentingan global, terutama untuk membuka akses energi bersih yang inklusif agar mampu meningkatkan kualitas SDM (Sumber Daya Manusia), mendorong pertumbuhan ekonomi, hingga mengentaskan kemiskinan,” imbuhnya.
Untuk mewujudkan visi ini, lanjut Erick, diperlukan adanya tindak lanjut serta upaya yang kuat dari semua pihak. Dokumen CIPP ini memberikan peta jalan strategis bagi transisi energi di Indonesia, dengan mempertimbangkan tantangan yang mencakup bidang teknis, keuangan, kebijakan, dan keadilan sosial.
“Indonesia sudah mengambil langkah-langkah penting dalam mendorong transisi energi. Pertama-tama, Indonesia mengupayakan pengembangan energi terbarukan untuk melakukan dekarbonisasi ketenagalistrikan dan industri, termasuk membangun rantai pasok teknologi energi terbarukan agar industri dalam negeri dapat terbangun dengan kuat. Kedua, Indonesia mendorong industrialisasi hijau antara lain dengan pembangunan kawasan industri berbasis ekonomi hijau dan didukung oleh sumber energi hijau, termasuk optimalisasi potensi mineral kritis yang kita miliki melalui hilirisasi,” ujarnya.
Terakhir, lanjutnya, Indonesia sudah menggiatkan elektrifikasi sektor-sektor kunci seperti transportasi dalam upaya untuk menekan intensitas emisi sekaligus mewujudkan industri dan lapangan kerja baru bagi perekonomian masa depan Indonesia.
“Tentunya kami berharap bahwa JETP dapat menguatkan langkah-langkah tersebut melalui pelaksanaan proyek-proyek prioritas sebagaimana sudah tertuang dalam dokumen CIPP ini,” tambahnya.
Oleh sebab itu, Erick menegaskan bahwa peluncuran dokumen CIPP ini, menandakan masa perencanaan yang telah berakhir, dan kini saatnya untuk memasuki masa implementasi.
“Kita semua harus bergerak cepat dan tepat karena tahun 2030 kurang dari 7 tahun lagi. Untuk itu, kerja sama perlu ditingkatkan dan diakselerasi untuk melaksanakan proyek-proyek prioritas yang sudah disepakati, termasuk untuk dapat segera mewujudkan komitmen pendanaan yang sudah tercantum dalam dokumen ini,” ungkapnya.
Erick pun mengajak seluruh kementerian, lembaga, maupun seluruh pemangku kepentingan untuk bersama-sama mengawal implementasi dari CIPP JETP.
“Mengingat ini merupakan satu langkah strategis bagi masa depan Indonesia untuk pertumbuhan ekonomi. Mari kita jadikan ini pijakan untuk bersama-sama mengimplementasikan dan berkomitmen demi dunia lebih baik, dunia yang bersahabat, dan terus mempertahankan kemanusiaan yang lebih beradab,” pungkas Erick.
Diketahui kerja sama JETP terjalin antara Indonesia dengan negara-negara maju yang tergabung dalam International Partners Group (IPG), dipimpin oleh Amerika Serikat dan Jepang dan beranggotakan Denmark, Inggris, Italia, Jerman, Kanada, Norwegia, Prancis, dan Uni Eropa.(ip)