Oleh Pasha Yudha Ernowo
JAKARTA – Pedoman untuk mengadili perkara perempuan berhadapan dengan hukum (PBH) sudah diatur oleh Mahkamah Agung (MA) melalui Peraturan Mahkamah Agung (Perma) Nomor 3 Tahun 2017. Pedoman itu untuk memastikan tidak adanya diskriminasi berdasarkan gender dalam praktik pemeriksaan persidangan di Indonesia.
Salah satu bentuk komitmen Komisi Yudisial (KY) terhadap kasus perempuan berhadapan dengan hukum (PBH) tersebut, yaitu melakukan pemantauan persidangan sebagaimana tugas yang diberikan oleh undang-undang.
“KY mempunyai andil dalam pemenuhan hak PBH melalui tugasnya untuk melakukan pemantauan dan pengawasan terhadap perilaku hakim dalam mengimplementasikan PERMA Nomor 3 Tahun 2017 dan KEPPH. Pemantauan terhadap perkara PBH dimaksudkan untuk mengamati hakim dalam menerapkan asas-asas keadilan, nondiskriminasi, dan kesetaraan gender serta pemenuhan hak PBH sebagai wujud penegakkan KEPPH,” ujar Wakil Ketua KY Siti Nurdjanah, saat membuka peluncuran buku “Pemantauan Persidangan Perkara Perempuan Berhadapan dengan Hukum”, Kamis (16/11/2023) di Auditorium KY, Jakarta.
Nurdjanah melanjutkan, KY merespons isu kesetaraan gender dalam sistem peradilan dengan menyusun buku “Panduan Pemantauan Persidangan Perkara Perempuan Berhadapan dengan Hukum bagi Masyarakat” yang ditulis oleh Niniek Ariyani dan Dwi Agus Susilo.
Dengan memanfaatkan panduan ini, masyarakat dalam melakukan pemantauan mandiri secara akurat dalam perkara PBH, sehingga tidak diskriminasi terhadap perempuan yang berperkara di pengadilan.
Anggota KY Sukma Violetta mengungkap KY telah melakukan pemantauan persidangan perkara tindak pidana khusus anak dan perempuan (KDRT) sebanyak 19 perkara pada 2022. Contoh kasus tindak pidana anak dan perempuan yang menjadi perhatian publik yang pernah dipantau KY adalah kasus pencabulan pimpinan pondok pesantren di Bandung berinisial HW, kasus human trafficking dan perkara asusila di Pesantren Jombang.
“Namun, KY masih menemui kendala seperti masih banyak publik yang belum mengetahui pelayanan pemantauan persidangan oleh KY. Selain itu, persidangan pada kasus pemerkosaan dan pelecehan seksual yang melibatkan PBH berlangsung secara tertutup,” ungkap Sukma.
Terkait dengan itulah, KY menyenggarakan diskusi dan peluncuran buku “Pemantauan Persidangan Perkara Perempuan Berhadapan dengan Hukum”. Event tersebut diselenggarakan dengan dukungan Pemerintah Australia melalui Australia Indonesia Partnership for Justice 2.
Hadir pula sebagai narasumber adalah Andy Yentriyani (Ketua Komnas Perempuan) dan Ninik Rahayu (Ketua Dewan Pers). Diskusi dan peluncuran buku ini dihadiri unsur pimpinan Mahkamah Agung dan hakim agung serta hakim-hakim dari empat lingkungan peradilan, penegak hukum dalam hal ini Kepala Divisi Hukum Mabes Polri, Kepala Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta serta Kepala-Kepala Unit Pelayanan Perempuan dan Anak Polri, Komisi Nasional Hak Asasi Manusia, Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan, Komisi Kepolisian, Komisi Kejaksaan, perwakilan Kementerian/Lembaga terutama Kementerian Perlindungan dan Pemberdayaan Perempuan dan Anak, perwakilan negara sahabat dan mitra pembangunan, akademisi, pegiat masyarakat sipil, media, dan mahasiswa. (*)