HeadlineHukum & KriminalLampung Raya

Menyisir Dugaan Gratifikasi Dosen FH Unila, Pengacara BTP Dipanggil Kejari Lamtim


 

LAMPUNG TIMUR – Tim penyidik Kejaksaan Negeri Lampung Timur (Kejari Lamtim) terus bekerja menelisik dugaan gratifikasi dan atau pungli yang melilit dosen FH Unila berinisial DPP terkait dengan praktiknya seolah-olah advokat dan menangguk fee 15% dari warga penerima uang ganti rugi (UGR) atas proyek Bendungan Margatiga. Diagendakan hari Rabu (19/3/2025) lusa, pengacara Bayu Teguh Pranoto (BTP) akan dimintai keterangan.

Diketahui, selain sebagai anak kandung DPP, pengacara BTP adalah Managing Partners pada Kantor Hukum Bayu Teguh Pranoto & Partners yang menempatkan DPP sebagai salah satu kuasa hukum warga Trisinar dan Mekarmulyo, Sekampung, yang terdampak Bendungan Margatiga karena mengelola lahan eks Register 37 Way Kibang yang mereka dampingi.

Keterkaitan BTP dalam kasus dugaan gratifikasi dan atau pungli oleh dosen FH Unila DPP ini terang benderang. Misalnya, melalui surat kuasa khusus nomor: 7.1/BTP-SK/II/2024. Surat kuasa khusus ini adalah surat perjanjian antara ratusan warga yang menguasai lahan eks Register 37 Way Kibang dengan Kantor Hukum Bayu Teguh Pranoto & Partners yang beralamat di Jln. Turi Raya Komplek Ruko Perum Al Zaitun, Tanjung Seneng, Bandar Lampung.

Dalam surat kuasa khusus ini, terdapat 6 nama yang disebut sebagai Advokat dan Konsultan Hukum, salah satunya adalah Dwi Pujo Prayitno, SH, MH, yang diketahui berstatus ASN dan dosen di Fakultas Hukum Universitas Lampung (Unila).

Untuk apa ratusan warga memberikan kuasa khusus kepada Kantor Hukum Bayu Teguh Pranoto & Partners? Tidak lain untuk mewakili kepentingan mereka yang menguasai lahan eks Register 37 Way Kibang yang terdampak proyek pembangunan Bendungan Margatiga, agar mereka mendapatkan uang ganti rugi atas lahan register yang sudah mereka kelola selama ini. Sebelumnya beredar isu, bahwa pemilik 254,48 hektar lahan eks Register 37 Way Kibang tidak akan menerima uang ganti rugi dari pemerintah pusat.

Benarkah dibayarkannya ganti rugi lahan eks Register 37 Way Kibang atas perjuangan Kantor Hukum Bayu Teguh Pranoto & Partners, sehingga ratusan warga harus membayar sukses fee sebesar 15% dari UGR yang mereka terima? Berdasarkan penelusuran dari data yang ada, diketahui bahwa Bayu Teguh Pranoto & Partners pada tanggal 1 April 2024 telah berkirim surat kepada Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) melalui surat nomor: 8.8/BTP-SK/II/2024, perihal Permohonan Pelepasan Sebagian Wilayah Kawasan Hutan Produksi Register 37 Way Kibang di Desa Trisinar dan Desa Mekar Mulyo.

Usulan pelepasan ini dimaksudkan agar warga yang menguasai dan menggarap lahan tersebut dapat menerima uang ganti rugi karena terdampak pembangunan proyek nasional (PSN) Bendungan Margatiga.

Sudah Keluar Duluan

Atas surat yang di kirimkan  oleh Kantor Hukum Bayu Teguh Pranoto & Partners tersebut, KLHK melalui Direktorat Pengukuhan dan Penatagunaan Kawasan Hutan, pada tanggal 7 Juni 2024 merespon melalui surat Nomor: S.147/PPKH/PKH/PLA.4.1/B/06/2024. KLHK menjelaskan bahwa sebagian kawasan hutan produksi tetap tersebut telah disetujui dilepaskan untuk pembangunan Bendungan Margatiga, atas nama Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Kabupaten Lampung Timur, Provinsi Lampung seluas lebih kurang 254 hektar, sesuai keputusan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia nomor: SK.253./MENLHK/SETJEN/PLA.0/3/2023 tanggal 22 Maret 2022.

Selanjutnya surat KLHK juga menjelaskan, terkait penyelesaian hak-hak pihak ketiga yang berada di areal pelepasan kawasan hutan produksi tetap untuk pembangunan Bendungan Margatiga, seluas 254,48 hektar, dalam amar Keempat Keputusan Menteri Lingkungan hidup dan Kehutanan Republik Indonesia nomor: SK.1207/MENLHK/SETJEN/PLA.2/12/2022 tanggal 22 Maret 2022, Kementrian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) wajib menyelesaikan hak-hak pihak ketiga dan permasalahan sosial pada kawasan hutan dilepaskan dengan berkoordinasi dengan pihak terkait.

Surat KLHK ini jelas memperlihatkan bahwa apa yang diusulkan oleh Kantor Hukum Bayu Teguh Pranoto & Partners itu sudah dilakukan pemerintah dua tahun sebelumnya.

Begitupun terkait alasan usulan pelepasan kawasan hutan agar warga dapat menerima ganti rugi, itu pun sudah secara tegas disebutkan pada amar keempat surat keputusan Menteri LHK, yang mewajibkan Kementrian PUPR untuk menyelesaikan hak-hak pihak ketiga berikut segala permasalahan sosial yang timbul sebagai dampak proyek pembangunan Bendungan Margatiga tersebut.

Apakah surat jawaban dari KLHK ini disampaikan oleh Bayu Teguh Pranoto kepada warga? Warga mengaku tidak pernah sekalipun mereka mendapatkan penjelasan dari Bayu Teguh Pranoto & Partners soal adanya surat jawaban dari KLHK yang nyata-nyata sudah menjawab keresahan mereka atas isu tidak dibayarnya UGR pada lahan Register 37 Way Kibang yang mereka kelola selama ini.

Hadapi Kasus Lain

Tahukah BTP bila Rabu (19/3/2025) lusa ia akan dimintai keterangan oleh tim penyidik Kejari Lamtim terkait kasus dugaan gratifikasi dan pungli yang melilit ayahnya, DPP? Dihubungi Sabtu (16/3/2025) siang, secara tersirat ia telah mengetahuinya.

Dan untuk diketahui, saat ini BTP juga “tengah bermasalah” menyusul pengaduan Faisal Huda, anak mantan Kades Trisinar, Kamirah, menyusul hilangnya uang Rp 200 juta yang diniatkan untuk mengembalikan kerugian keuangan negara atas arahan BTP sebagai kuasa hukum Kamirah.

Pengaduan Faisal Huda saat ini “masih digantung” oleh Komwasda Peradi. Padahal, Ketua Umum DPP Peradi Otto Hasibuan melalui Sekjen Peradi telah memerintahkan Komwasda segera mengirim hasil pemeriksaan terhadap BPT. Bila mengacu pada kode etik profesi Peradi, ancaman terberat yang dihadapi BTP adalah diberhentikan sebagai anggota Peradi dan tidak berhak lagi berprofesi sebagai advokat dibawah naungan Peradi. (fjr)

Related Posts

Load More Posts Loading...No More Posts.