HeadlineLampung Raya

Metamorfosis Olahan Pisang Khas Lampung

BANDAR LAMPUNG  – Jajaran pohon pisang berdaun hijau dengan buah kuning ranum bergelantungan, tak asing terlihat di setiap lahan milik masyarakat yang tinggal di Provinsi Lampung.

Kepopuleran pisang sebagai salah satu buah yang menjadi favorit banyak orang karena tekstur lembut dan citarasa manisnya, hingga membuat mereka menanamnya di halaman rumah, tidak terlepas dari potensi besar pengembangan buah hortikultura itu dalam mendongkrak ekonomi masyarakat.

Banyaknya masyarakat yang menanam pohon pisang selaras dengan tingginya produktivitas tanaman itu di Bumi “Sai Ruwa Jurai”, menjadikan buah ini sebagai salah satu komoditas andalan daerah.

Produktivitas buah ini tercatat dalam data Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Lampung pada 2021, dengan total produksi mencapai 11.232.397 kuintal per tahun, yang berasal dari akumulatif produksi di 15 kabupaten dan kota.

Dari 15 kabupaten di Lampung, daerah penghasil pisang terbesar berada di Kabupaten Lampung Selatan, dengan jumlah produksi hingga 4.909.816 kuintal per tahun serta Kabupaten Pesawaran yang produksinya mencapai 3.664.953 kuintal per tahun.

Melimpahnya produksi buah hortikultura itu tak hanya memenuhi kebutuhan perdagangan antardaerah serta ekspor berupa bahan mentah, melainkan juga memenuhi kebutuhan konsumsi masyarakat Lampung yang sejak tempo dulu memang gemar mengonsumsi pisang sebagai bahan makanan utama ataupun makanan pendamping.

Kegemaran masyarakat Lampung sejak tempo dulu akan konsumsi pisang terlihat dari banyaknya kuliner tradisional olahan pisang, seperti geguduh, salimpok, bebay maghing, benjak enjak, yang dikonsumsi sehari-hari, bahkan menjadi makanan adat yang hadir di saat tertentu.

Salah satu contoh kuliner olahan pisang tempo dulu yang hingga kini masih diproduksi dan dikonsumsi masyarakat adalah salimpok bungking. Kudapan bercita rasa manis bercampur wangi pisang yang semerbak, ditambah tekstur kenyal dan lumer di mulut memanjakan indra pengecap setiap orang yang mencoba kue khas masyarakat Kabupaten Pesisir Barat itu.

Salimpok bungking sendiri secara etimologi berasal dari dua kosa kata Bahasa Lampung Pesisir, yaitu “salimpok” atau “simpok” yang berarti sesuatu yang di bungkus menggunakan daun pisang, sedangkan “bungking” dapat diartikan sebagai sesuatu yang padat mengerucut, sesuai bentuk bungkusannya.

Meski berpenampilan sederhana layaknya jajanan pasar pada umumnya yang dibalut dengan daun pisang, kudapan ini bukanlah sembarang jajanan, melainkan salah satu kue adat yang wajib hadir dalam rangkaian acara penayuhan atau pernikahan adat, seperti saat pelaksanaan himpun muakhi, himpun balak, hingga hari pelaksanaan penayuhan sebagai kue “ngisi sasuduk” atau seserahan.

Ketua Harian Dewan Kesenian Kabupaten Pesisir Barat Elly Darmawati memaparkan bahwa salimpok bungking di tengah masyarakat pesisir Krui ada beberapa jenis, yaitu salimpok sundai yang serupa kue nagasari, serta salimpok gelamai.

Salimpok bungking pada tahun ini telah didaftarkan oleh Pemerintah Kabupaten Pesisir Barat masuk dalam salah satu Warisan Budaya tak Benda dari daerah itu, dengan kategori “kuliner khas Krui”.

Tata cara pembuatan jajanan itu cukup mudah, yaitu dengan menyediakan berbagai jenis pisang yang telah masak sebagai bahan utama, asalkan jangan pisang kepok karena bercita rasa masam. Lalu sediakan bahan pelengkap lainnya, yaitu beras ketan, gula merah, dan parutan kelapa.

Pisang dan gula dihancurkan serta diaduk secara bersamaan dengan parutan kelapa, kemudian dibungkus mengerucut dengan daun pisang, sebelum direbus selama 30 menit dan siap untuk dihidangkan sebagai kudapan.

Terjaganya resep kuliner olahan pisang leluhur masyarakat Lampung itu menjadikan bukti konkret bahwa perkembangan zaman tidak menghilangkan resep tradisional yang diwariskan turun temurun.

Bahkan, kini kuliner tradisional olahan pisang itu berjalan sederajat dengan berbagai kudapan olahan pisang yang lebih modern.

Metamorfosis kuliner berbahan baku pisang itu terlihat dari mulai berlomba-lombanya para wirausahawan untuk menciptakan resep jajanan berbahan baku pisang, salah satunya pie pisang, yang mulai digandrungi masyarakat sejak 2011.

Patisserie atau kue kering berbentuk layaknya potongan pisang terbagi dua itu, berisi pisang utuh dan disajikan lebih modern dengan aneka toping kekinian yang tentunya menggoda bagi konsumen millenial.

Yussy Asih Faurini, seorang wanita yang gemar memasak serta memiliki toko kue lokal termasyhur di Lampung merupakan pelopor terciptanya modifikasi olahan kue pisang, berupa pie, yang teksturnya terinspirasi dari kue asal Negeri Sakura, yaitu Tokyo Banana Cake, yang dikreasikan sesuai dengan kearifan lokal Lampung.

Berangkat dari rasa kecemburuan atas banyaknya jajanan unggul dari berbagai daerah, serta belum maksimalnya pemanfaatan potensi komoditas lokal Lampung utamanya pisang, ia tertantang untuk memodifikasi pisang menjadi kue yang menarik bagi masyarakat. Hal itu membulatkan tekad dia untuk menghasilkan produk dari beragam potensi kayanya komoditas ataupun budaya Lampung.

Ia sadar, lahir, besar, dan mencari nafkah di Lampung. Sangat disayangkan kalau kemudian melupakan pengembangan ragam potensi yang ada, terutama pisang, yang memang menjadi bahan baku makanan masyarakat sejak zaman dahulu.

Dengan mempertahankan aroma dan rasa khas pisang menjadikan pie pisang hasil olahannya, kini menjadi salah satu buah tangan yang selalu di cari wisatawan luar Lampung.

Upaya mengembangkan ragam pangan dari pisang juga terus dilakukan dengan melakukan uji coba penggunaan tepung pisang sebagai bahan baku pembuatan kue.

Tak berhenti di situ dalam mendukung transformasi serta pelestarian kuliner serta budaya Lampung.Ia juga berencana dalam waktu dekat meluncurkan produk kudapan baru yang terinspirasi dari kue tradisional Lampung.

Untuk rasa dan bahan semua sudah siap. Saat ini masih proses modifikasi bentuk dari kue tradisional Lampung yang simpel menjadi lebih menarik bagi konsumen. Pengembangan produk berlandaskan panganan tradisional Lampung khususnya, akan terus dilakukan sebagai bentuk menjaga kelestarian serta memperkenalkan budaya daerah.

Transformasi kuliner Lampung berbahan baku pisang menjadi beragam jenis kudapan modern yang menarik, membutuhkan keahlian khusus dalam pembuatannya yang cukup rumit dibanding cara tradisional, yang diharapkan menjadi daya tarik tersendiri dari banyak produk asal luar negeri yang membanjiri pasar kuliner lokal.

Di lain sisi kuliner tradisional olahan pisang masih tetap terjaga di tengah masyarakat, meski dengan sedikit penyesuaian bahan baku, dan hal itu menjadi salah satu keunikan dalam pengembangan ragam makanan di Bumi “Sai Ruwa Jurai” yang tetap mempertahankan penggunaan bahan baku yang berasal dari komoditas asli daerah. (an)

Related Posts

Load More Posts Loading...No More Posts.