HeadlineHukum & KriminalLampung RayaPolitik

Pegawai Setwan Palsukan Dokumen, Merusak Citra Dewan

BANDAR LAMPUNG – Adanya kasus pemalsuan dokumen CV CJ yang dilakukan seorang pegawai tenaga harian lepas (PTHL) Sekretariat DPRD Lampung terkait kegiatan reses para wakil rakyat pada 2022 lalu, telah merusak citra lembaga Dewan di mata masyarakat. Karena perbuatan itu secara nyata memenuhi unsur tindak pidana korupsi alias tipikor.
Begitu menurut praktisi hukum senior di Lampung, Yulius Andesta.
“Kalau menurut saya, sangat jelas kasus pemalsuan dokumen mengatasnamakan CV CJ itu masuk ranah tipikor.
Sebab yang dirugikan adalah uang negara. Dalam hal ini, uang rakyat daerah Lampung yang berada di APBD,” ucap Yulius Andesta, Selasa (5/9/2023).
Namun biasanya pada kasus pemalsuan dokumen seperti yang terjadi di lingkungan Sekretariat DPRD Lampung itu, sambung Yulius, penyidik mengaitkan juga dengan tindak pidana umum.
Diuraikan, pasal 9 UU Tindak Pidana Korupsi menyatakan: Pejabat yang dengan sengaja memalsukan buku atau daftar khusus untuk pemeriksaan administrasi, dapat dipenjara maksimal lima tahun dan denda paling banyak Rp 250 juta. Ditambah jo pasal 263 KUHPidana.
Yulius Andesta menguraikan mengenai bentuk-bentuk pemalsuan surat, yaitu dilakukan dengan cara: membuat surat palsu: membuat surat yang isinya bukan semestinya (tidak benar).
Sedang memalsu surat adalah mengubah surat sedemikian rupa, sehingga isinya menjadi lain dari yang asli.
“Memalsukan tanda tangan juga termasuk pengertian memalsu surat,” tegas pengacara senior ini.
Seperti diketahui, melalui Laporan Hasil Pemeriksaan Atas Laporan Keuangan Pemprov Lampung Tahun 2022, BPK RI Perwakilan Lampung menemukan adanya praktik pemalsuan surat atau dokumen di lingkungan Sekretariat DPRD Lampung berkaitan dengan kegiatan reses para wakil rakyat. Berupa pengadaan sewa tempat/tarup/tenda beserta konsumsi berbentuk nasi kotak dan kudapan.
Dalam SPJ atas reses 10 anggota DPRD Lampung Dapil VI tersebut, dituliskan bila penyedia jasa adalah CV CJ.
Tapi dari kegiatan cek lapangan, BPK menemukan fakta jika perusahaan itu telah tidak beroperasi lagi sejak tahun 2021. Menyusul wafatnya JE sebagai direktur perusahaan.
RD anak JE, kepada BPK menegaskan, pihaknya tidak pernah melakukan pengadaan pada Sekretariat DPRD Lampung pada tahun 2022. Dan seluruh tanda tangan serta stempel perusahaan yang terdapat dalam SPJ bukan dari CV CJ. Alias telah dipalsukan.
Akibat pemalsuan dokumen perusahaan ini, uang rakyat Lampung yang “dimakan” oknum di Sekretariat DPRD Lampung mencapai Rp 2.476.800.000. Berdasarkan penelisikan, BPK RI Perwakilan Lampung menemukan sosok pelaku pemalsuan dokumennya. Yaitu NSS. Seorang PTHL yang bertugas pada bagian aspirasi, humas, dan protokoler Sekretariat DPRD Lampung.
BPK menyatakan, NSS mengakui bila SPJ kegiatan reses anggota DPRD Lampung Dapil VI selama tahun 2022 dibuat oleh dirinya. Ia tulis berdasarkan proposal kegiatan awal yang diberikan pendamping kegiatan reses, bukan berdasarkan jumlah riil yang dilaksanakan.
Pun dengan SPJ atas nama CV CJ, demikian diungkap BPK, NSS mengakui merupakan SPJ yang dibuat dan ditandatangani sendiri oleh dirinya.
Sebagaimana diketahui, pada tahun anggaran 2022 lalu, 85 anggota DPRD Lampung melakukan reses sebanyak tiga kali. Yaitu pada tanggal 21 sampai 28 Februari, 24 sampai dengan 31 Mei, dan pada tanggal 8 hingga 15 September, dengan total biaya sebesar Rp 24.480.000.000.
Yulius Andesta menambahkan, pada waktu memalsukan surat, harus dengan maksud akan menggunakan atau menyuruh orang lain menggunakan surat itu seolah-olah asli dan tidak dipalsukan.
“Penggunaannya harus dapat mendatangkan kerugian. Kata ‘dapat’ itu maksudnya tidak perlu kerugian betul-betul ada, baru kemungkinan saja akan adanya kerugian, sudah cukup. Apalagi kalau secara nyata memang ada kerugian keuangan daerah atau negara. Maka kasus di Sekretariat DPRD ini, menurut saya, masuk ranah tipikor,” urainya.
Dikatakan, terkait dengan perkara ini, tidak hanya untuk pelaku pemalsuan yang bisa dihukum, tetapi juga yang sengaja menggunakan surat atau dokumen palsu tersebut.
Mengenai apakah dengan terungkapnya kasus ini ke publik, aparat penegak hukum (APH) dari Kepolisian atau Kejaksaan bisa langsung melakukan penyelidikan, Yulius menyatakan, biasanya jika telah menjadi temuan BPK, aparat penegak hukum pasti melakukan penyelidikan. Hanya apakah dilakukan secara terbuka atau diam-diam, itu siasat masing-masing institusi.
“Dan setiap orang berkewajiban melaporkan bila diduga ada terjadinya peristiwa tindak pidana.
Maka APH dapat langsung menindaklanjuti kasus tersebut,” sambung Yulius Andesta.
Dikatakan, sepengetahuannya sudah beberapa kali terjadi peristiwa terindikasi tindak pidana di Sekretariat DPRD Lampung, namun tidak pernah sampai ke pihak APH.
Yulius menilai, adanya kasus semacam ini membuktikan bila fungsi pengawsan dan pembinaan oleh Inspektorat Lampung sangat lemah, baik secara administrasi maupun personal. (fjr)

Related Posts