HeadlineHukum & KriminalLampung Raya

Penyaluran Dana Hibah 7,8 M di Lamtim Bermasalah

LAMPUNG TIMUR – Tata kelola keuangan dan pemerintahan di Pemkab Lamtim era Dawam Rahardjo sebagai bupati, bisa dibilang semaunya dan tidak peduli walau nyata-nyata menabrak ketentuan.

Contohnya, pada APBD tahun anggaran 2022 lalu, terdapat sedikitnya dana hibah Rp 7,8 miliar yang dinyatakan oleh BPK RI Perwakilan Lampung, bermasalah.
Bagaimana alur ceritanya? Pada APBD tahun anggaran 2022, Pemkab Lamtim menganggarkan dana hibah sebanyak Rp 246.113.745.714,50 dengan realisasi Rp 153.169.119.782,14. Atau mengalami peningkatan Rp 33.475.832.951,19 dibandingkan tahun 2021 yang direalisasikan sebesar Rp 119.693.286.830,95.

Dalam hal dana hibah, demikian diuraikan dalam LHP BPK RI Perwakilan Lampung, seharusnya menggunakan Peraturan Pemerintah Nomor: 12 Tahun 2019 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah sebagai acuan ketentuan perundang-undangannya.

Pasal 62 ayat (1) PP tersebut menyatakan: Belanja hibah sebagaimana dimaksud dalam pasal 56 ayat (1) huruf e, diberikan kepada pemerintah pusat, pemerintah daerah lainnya, badan usaha milik negara, BUMD, dan/atau badan dan lembaga, serta organisasi kemasyarakatan yang berbadan hukum Indonesia, yang secara spesifik telah ditetapkan peruntukannya, bersifat tidak wajib dan tidak mengikat, serta tidak secara terus menerus setiap tahun anggaran, kecuali ditentukan lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Berdasarkan pemeriksaan atas DPA dan DPA-Perubahan tahun 2022, BPK menemukan ada tujuh OPD di lingkungan Pemkab Lamtim yang tidak memerinci secara spesifik penerima hibah sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor: 12 Tahun 2019.

Dan, dana hibah yang bermasalah karena tidak mengikuti ketentuan perundang-undangan tersebut, nilainya mencapai Rp 7,8 miliar.
Pada OPD mana saja dana hibah miliaran rupiah yang bermasalah karena secara spesifik tidak menyebut penerimanya? Mengacu pada LHP BPK RI Perwakilan Lampung atas Laporan Keuangan Pemkab Lamtim Tahun 2022, dengan nomor: 32.B/LHP/XVIII.BLP/05/2023, yang dirilis Mei 2023, ke tujuh OPD yang bermasalah dalam penyaluran dana hibah terdiri dari Kesatuan Bangsa dan Politik (Kesbangpol), Dinas Komunikasi dan Informatika (Diskominfotik), Bagian Kesra Sekretariat Daerah, Dinas Sosial, Dinas Lingkungan Hidup dan Perkim, Dinas Perikanan dan Peternakan, dan Dinas Kesehatan.

Berapa anggaran belanja hibah yang dikelola tujuh OPD tersebut? Ini rinciannya.

Kesbangpol mempunyai anggaran sebanyak Rp 1.920.000.000. Dana hampir mendekati Rp 2 miliar itu, dalam kegiatannya hanya dituliskan sebagai belanja hibah uang kepada badan dan lembaga yang bersifat nirlaba, sukarela dan sosial, yang dibentuk berdasarkan peraturan perundang-undangan.
Tanpa ada penjelasan nama badan atau lembaga penerima dana hibahnya.

Dinas Komunikasi dan Informatika (Diskominfotik) mengelola anggaran hibah Rp 500.000.000. Dalam catatan kegiatan hanya dituliskan hibah uang kepada organisasi media, tanpa menyebutkan nama organisasi media penerima dana hibah.

Sementara Bagian Kesra Sekretariat Daerah memiliki dua anggaran untuk belanja hibah. Pada kegiatan belanja hibah uang kepada kelompok/anggota masyarakat, kegiatan keagamaan masjid/musholla, tercatat nilai anggarannya sebanyak Rp 1.748.500.000.

Kegiatan yang disebutkan tersebut tanpa secara spesifik menjelaskan penerima dana hibah.

Kegiatan kedua pada Bagian Kesra Sekretariat Daerah dengan anggaran Rp 749.000.000 hanya disebutkan sebagai belanja hibah barang kepada badan dan lembaga yang bersifat nirlaba, sukarela dan sosial yang dibentuk berdasarkan peraturan perundang-undangan. Juga tanpa menyebutkan secara spesifik penerima barang hibahnya.

Dinas sosial pun mempunyai dua kegiatan dalam belanja hibah. Yaitu mengucurkan dana Rp 60.000.000 dengan kegiatan berupa hibah bantuan operasional LKS, tanpa menyebut identitas penerima.

Yang kedua, Dinas Sosial menggelontorkan uang rakyat Lamtim dalam APBD 2022 sebesar Rp 105.500.000 hanya ditulis sebagai kegiatan belanja hibah barang kepada badan dan lembaga nirlaba, sukarela bersifat sosial kemasyarakatan. Tidak secara spesifik menyebutkan identitas penerimanya.

Pada Dinas Lingkungan Hidup dan Perkim terdapat dana hibah Rp 468.160.000, yang penggunaannya hanya dituliskan sebagai belanja hibah barang kepada badan dan lembaga yang bersifat nirlaba, sukarela bersifat sosial kemasyarakatan. Juga tanpa ada penjelasan penerima barang hibahnya.

Sedangkan Dinas Perikanan dan Peternakan memiliki lima kegiatan dalam anggaran belanja hibah. Yang pertama, dengan dana Rp 884.200.000 digunakan sebagai belanja hibah barang berupa bubu rajungan dan mesin kapal. Tanpa ada penjelasan identitas penerimanya.

Kegiatan kedua, dengan anggaran Rp 160.000.000 ditulis sebagai kegiatan belanja hibah barang sarana dan prasarana keselamatan pelayaran, juga tidak ada penjelasan secara spesifik identitas penerimanya. Yang ketiga, dengan anggaran Rp 660.740.000 hanya disebut sebagai belanja hibah barang budidaya perikanan. Tidak jelas siapa penerimanya.

Kegiatan keempat, dengan anggaran Rp 350.000.000 ditulis sebagai kegiatan belanja hibah barang rehabilitasi sarana dan prasarana pengolahan perikanan. Seperti kegiatan yang lain, penerima barang hibahnya tidak ada penjelasan.

Kegiatan kelima pada Dinas Perikanan dan Peternakan Lamtim dengan meraup anggaran Rp 203.000.000 hanya disebutkan sebagai belanja hibah barang untuk kelompok ternak. Tidak ada penjelasan mengenai kelompok ternak penerima maupun bentuk barangnya.

Sementara OPD terakhir yang menurut temuan BPK bermasalah dalam penyaluran belanja hibah adalah Dinas Kesehatan. Institusi ini paling sedikit menggunakan anggaran dana hibah, yaitu Rp 21.350.000 saja. Namun, dalam kegiatan penggunaan anggaran hanya ditulis sebagai belanja hibah barang kepada badan dan lembaga yang bersifat nirlaba, sukarela dan sosial yang dibentuk berdasarkan peraturan perundang-undangan. Tanpa penjelasan secara spesifik penerimanya.

Bila ditotalkan anggaran belanja hibah pada APBD Lamtim 2022 yang bermasalah dan layak disebut sebagai kejahatan anggaran, mencapai Rp 7.830.460.000.

Menurut catatan BPK, terjadinya praktik kejahatan anggaran tersebut mengakibatkan penyaluran dana hibah tidak tepat sasaran dan risiko terjadinya penyalahgunaan dana hibah, baik oleh pihak pemkab (atas penetapan penerima hibah yang tidak spesifik) maupun oleh penerima hibah.

BPK menegaskan, hal itu terjadi karena Pemkab Lamtim belum menyesuaikan regulasi terkait pengelolaan hibah dengan perubahan peraturan yang lebih tinggi, dan Kepala OPD terkait memproses penetapan penerima hibah yang tidak memenuhi persyaratan serta kurang optimal dalam melakukan monitoring juga pengawasan atas penyampaian laporan pertanggungjawaban belanja hibah.

Apa tanggapan tujuh Kepala OPD yang dalam merealisasikan belanja hibahnya bermasalah? BPK menuliskan, atas permasalahan tersebut Bupati Dawam Rahardjo melalui Kepala OPD terkait menyatakan sependapat atas temuan tersebut, dan ke depan akan menjadi perhatian. (fjr)

Related Posts

Load More Posts Loading...No More Posts.