Oleh Herman Batin Mangku *
Jejak perjuangan pers tanah air dimulai dari terbitnya ‘Bataviasche Nouvelles en Politique Raisonnementen” (Berita dan Penalaran Politik Batavia) pada 7 Agustus 1744 dan puncak pengakuannya pada 9 Februari 1985.
Presiden Suharto menetapkan Hari Pers Nasional (HPN) yang diambil dari hari kelahiran Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) melalui Keputusan Presiden Nomor 5 Tahun 1985 tentang HPN.
Pers turut menyampaikan perlawanan, kritik terhadap kebijakan Belanda serta mobilisasi massa perlawanan terhadap penjajahan. Setelah merdeka, pers tetap menjadi pengontrol kekuasaan selain fungsi-fungsi lainnya.
Semangat yang sama mendorong 28 wakil pengurus dan anggota JMSI Lampung menempuh perjalanan darat
1696 km untuk silaturahmi dengan insan pers seluruh Indonesia sekaligus menyatukan kembali semangat HPN 2023 di Medan, Sumatera Utara: “Pers Bebas, Demokrasi Bermartabat”.
HPN 2010, temanya hampir senada, yakni “Kemerdekaan Pers Dari Dan Untuk Rakyat? Terjemahan saya, ya soal kebebasan pers dan demokrasi. Sungguh waktu yang tak sedikit, 13 tahun lalu, tema itu muncul dalam versi lainnya saat ini.
Di atas bus, bersama rombongan, perbatasan Jambi-Riau, muncul pertanyaan jika dibalik: ada apa dengan kebebasan pers dan demokrasi? Tema HPN 2023 di penghujung dua periode Presiden Jokowi serta setahun jelang Pilpres dan Pemilu Serentak 2024?
Baru saja, banyak insan pers yang “galau” UU Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (UU KUHP) yang disahkan pemerintah dan DPR RI, Selasa (6/12/2022) untuk gantikan KUHP peninggalan kolonial Belanda.
UU berlaku tiga tahun setelah masa sosialisasi. Pasal-pasal UU KUHP yang berpotensi mengkriminalisasi wartawan dan mengancam kemerdekaan pers, berpendapat, dan berekspresi.
Sebagai negara demokrasi, wartawan harus bebas mengawasi, kritik, koreksi, saran-saran terhadap hal-hal yang berkaitan dengan kepentingan umum dan mencegah penyalahgunaan kekuasaan.
Sejauh produk jurnalistiknya dihasilkan secara profesinal, sesuai Kode Etik Jurnalistik, tidak ada masalah. Kalau dianggap melanggar pers wajib memberikan hak jawab, atau melakukan ralat, atau meminta maaf kepada pihak yang dirugikan atau ke masyarakat.
Tetapi sekarang, rambu-rambu di UU Pers, Kode Etik Jurnalistik, dan berbagai aturan hasil dari swaregulasi, seperti ditendang ke got oleh UU KUHP. Dalam poin menimbang, butir a dan b, jelas sekali bagaimana kedudukan UU Pers sebagai perwujudan dari Pasal 28 UUD 1945.
Kemerdekaan pers merupakan salah satu wujud kedaulatan rakyat dan menjadi unsur yang sangat penting untuk menciptakan kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara yang demokratis, sehingga kemerdekaan mengeluarkan pikiran dan pendapat sebagaimana tercantum dalam Pasal 28 UUD 1945.
Semangat yang sama dengan tema HPN 2023 ini yang mendorong kuat 28 wakil pengurus dan anggota JMSI Lampung menempuh perjalanan darat
1696 km dan bersama insan pers seluruh Indonesia bagaimana membulatkan tekat bersama: “Pers Bebas, Demokrasi Bermartabat”.
Selamat HPN 2023, Horas!
* Dewan Pakar JMSI Lampung
* HBM podcast