BANDAR LAMPUNG – Penggiat lingkungan dari Yayasan Masyarakat Hayati Indonesia (YMHI), Ir. Almuhery Ali Paksi, menilai, PT Hasil Karya Kita Bersama (HKKB) yang secara nyata telah melakukan perusakan lingkungan dengan membabat habis ratusan pohon penghijauan di tepian Jln Bypass Soekarno-Hatta sejak dari samping RS Immanuel hingga mendekati Gedung Bagas Raya dan samping serta depan Transmart Lampung, layak dituntut ganti rugi senilai Rp 326 miliar.
Bagaimana hitungannya? Aktivis lingkungan senior itu mendasarkan penilaiannya dari pernyataan pakar lingkungan Unila, Prof. Dr. Ir. Slamet Budi Yuwono, MS. IPU.
Sebelumnya Prof Slamet menyatakan, dalam satu hektare kawasan penghijauan menghasilkan 200 ton oksigen yang dibutuhkan masyarakat. Bila wilayah yang diluluhlantakkan PT HKKB tersebut mencapai 9 hektare, maka terdapat 1.800 ton oksigen yang hilang dan hal tersebut sangat merugikan bagi masyarakat.
Almuhery mengaku, ia telah melakukan investigasi kepada beberapa rumah sakit dan apotik guna mengetahui harga oksigen saat ini.
“Dari temuan di lapangan, harga oksigen 25 Kg adalah Rp 5 juta. Dengan perkiraan telah terjadi kehilangan oksigen untuk kepentingan masyarakat sebanyak 1.800 ton akibat penebangan pohon penghijauan, maka sangat layak jika PT HKKB dituntut ganti rugi Rp 326.586.600.000,” terangnya, seraya menambahkan hal tersebut belum dihitung kerugian material akibat tidak terserapnya 4.500 ton CO2.
Politisi Partai Perindo itu menambahkan, secara kasat mata apa yang dilakukan PT HKKB terindikasi sebagai kejahatan lingkungan dan melanggar UU Nomor: 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
“Terkait dengan itu, saya dan kawan-kawan aktivis lingkungan akan melakukan class action atau gugatan terhadap PT HKKB sesuai dengan UU Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Dalam ketentuannya, bukan hanya pidana fisik yang bisa dijatuhkan, tetapi juga denda atau ganti rugi,” kata Almuhery, Rabu (17/1/2024) siang.
Ditegaskan, bila perjuangannya berhasil maka seluruh denda atau ganti rugi akan diberikan kepada Pemkot Bandar Lampung guna melahirkan ruang terbuka hijau (RTH) untuk memenuhi ketentuan perundang-undangan, yaitu 30% dari wilayah yang ada.
“Saya dan kita semua sebagai warga Bandar Lampung tentu sangat prihatin, karena saat ini ruang terbuka hijau (RTH) hanya 4,7%. Sangat jauh dari ketentuan yang diatur undang-undang,” tuturnya lagi.
Sebagaimana diberitakan sebelumnya, pakar lingkungan dari Unila, Prof. Dr. Ir. Slamet Budi Yuwono, MS. IPU, mengemukakan, dampak negatif atas penebangan ratusan pohon yang dilakukan PT HKKB sangat memprihatinkan. Karena dalam satu hektare kawasan penghijauan, menghasilkan sedikitnya 200 ton oksigen yang sangat dibutuhkan oleh masyarakat.
“Kalau saat ini ada 9 hektare lahan yang digunduli, berarti perusahaan itu telah menghilangkan sekitar 1.800 ton oksigen. Dan tentu saja ini merupakan persoalan berkait erat dengan kejahatan lingkungan,” tutur Prof. Slamet, Selasa (16/1/2024), melalui telepon.
Selain menghilangkan ribuan oksigen bagi kepentingan masyarakat sekitar, dibabat habisnya ratusan pohon penghijauan di kawasan kiri-kanan flyover Sultan Agung-Korpri dan samping kanan serta depan Transmart Lampung itu, juga mengakibatkan tidak terserapnya 4.500 ton CO2. Dimana dalam satu hektare pohon penghijauan berkemampuan menyerap CO2 sebanyak 500 ton.
“Jadi bisa dibayangkan akibat penggundulan pohon penghijauan itu. Polusi udara dari kendaraan bermotor yang lalulalang atau industri yang ada di sekitar wilayah itu, saat ini tidak bisa lagi terserap. Masyarakat sekitar saat ini menghadapi tragedi kemanusiaan yang cukup ironis akibat pembabatan kawasan ruang terbuka hijau tersebut,” lanjut Prof Slamet dengan nada prihatin.
Dikatakan, keberadaan pohon penghijauan sangat penting bagi masyarakat dan lingkungan. Karena memiliki fungsi melindungi erosi, menyerap polutan, dan menghasilkan oksigen.
Saat ditanyakan mengenai kerugian secara materiil atas perbuatan PT HKKB yang menebangi ratusan pohon penghijauan berusia 20 tahun itu, Prof Slamet menyatakan, dikalkulasikan saja dengan harga oksigen di rumah sakit.
“Kalau mau di-rupiah-kan jumlah kerugian secara materiil, hitung dari harga oksigen di rumah sakit dan kalikan sedikitnya 1.800 ton. Itu kalau hitungan kerugian materiil. Yang lebih parah adalah kerugian immaterial. Dan ini tidak bisa dihitung, karena menyangkut kehidupan masyarakat,” urainya seraya menambahkan, dirinya sepakat dengan pendapat Anshori Djausal bila PT HKKB telah melakukan kejahatan lingkungan. (fjr)